Part 2

17.9K 1.3K 41
                                    

Kebanyakan bunga memiliki bentuk yang indah, unik karena harum yang sangat khas. Justru mungkin tidak hanya kaum hawa yang tersihir dengan keindahaan tanaman tersebut, lak-laki pun tidak sedikit yang menyukainya. Karena Bunga dengan nama buruk sekalipun bentuknnya tidak buruk dipandang mata.

Berbagai jenis bunga banyak yang di jadikan simbol, kata orang sih begitu, selain itu bunga adalah bentuk perwakilan perasaan seseorang. Mungkin itu juga yang berusaha di ungkapkan oleh lelaki yang sedang aku layani sekarang ini. Memborong tak tanggung-tanggung, lima puluh tangkai masing-masing bunga mawar merah dan pink yang di rangkai membentuk lingkaran LOVE.

Lumayan menguras sebagian waktu dan tenaga, tapi karena sudah terbiasa dan di bantu pegawaiku, tidak sulit juga. Aku memberi struk dan kembaliannya pada lelaki itu, besarnya buket bunga itu tidak menyusahkan lelaki yang mengulurkan tangannya menerima srtuk yang aku berikan. Mataku mengekori lelaki itu hingga dia keluar dari Florist lengkap dengan bibir yang menyinggung senyum ketika melohat buket, ku terka jika mungkin lelaki itu akan memberi buket tersebut pada kekasihnya.

"Ngeliatnya biasa aja bisa kak?" Kelapaku otomatis memutar kesamping dan menatap malas perempuan yang sedang mengawasiku.

"Eh, perasaan biasa aja ah."

"Yang tadi itu pelanggan kita kan yah." Aku mengangguk mengiyakan, lelaki yang baru saja pergi menggunakan Range rover itu memang pernah beberapa kali membeli bunga di Florist ini.

"Nama nya siapa?" Giliran aku yang menatasnya dengan mata menyipit.

"Kenapa? Tertarik?" Tanyaku.

"Udah nikah?" Kini giliran Nami yang bertanya, mereka berdua pada kenapa sih? Kesemsem boleh aja, tapi kenapa kepo sama aku?

"Mana ku tau."

"Dih kan kamu bilang dia sering kesini." Ku tatap Nami, satu alis ku naikan.

"Lalu?"

"Berarti tau." Aku mengarahkan kedua bola mataku ke atas.

"Kamu pikir dia datang kemari buat daftar cari calon gitu? Ini toko bunga Mi, bukan biro jodoh." Ujarku pada Nami, nama sahabatku ini.

"Ya siapa yang tau kan." Aku menatapnya curiga.

"Jangan menatapku seperti itu, bukan buat aku. Kamu enggak menduga-duga Bi, kalo mungkin aja dia itu jodoh kamu?" Aku mengernyit, dia kok ngelantur gitu yah ngomongnya. Yah mana mungkin kan?

"Jangan kelamaan nyimpen status LDL Bi, lagian yang tadi lumayan tampan, ya kan?" Aku langsung memberikan tatapan laser yang membuat wanita ini malah terkekeh, jika aku diberi label LDL, lantas dirinya apa? LDO?.

"Oh lihatlah siapa yang bicara, sama-sama belum laku juga." Balasku disertai dengusan.

"Lagi pula memang kamu ga lihat dia beli bunga mawar banyak begitu, dan dirangkai jadi bentuk hati. Buat siapa coba?" Lanjutku.

"Mana ku tahu." Jawabnya men'paste kalimatku.

"Untuk pacarnya." Tekanku.

"Selama janur kuning belum melengkung, mengering dan berakhir dibuang, kesempatan masih terbuka lebar."

"Maksudnya, kamu pengen jadi pelakor?"

"Bukan aku, tapi kamu." Tunjuknya enteng ke arah dadaku.

"Nami kapan pulang?" Suara nyaring yang sangat ku kenali masuk ke gendang telingaku, ku lihat tabte Mey baru saja masuk ke dalam toko, menghentikan ledekan kami satu sama lain.

"Pertanyaannya salah Tan, harusnya Kapan dateng?" Koreksiku.

"Kamu itu yang salah, orang ini bocah yang pergi ko. Disini rumahnya dimana dia balik." Tabte Mey memeluk Nami, terlihat sekali jika tanteku itu juga sangat menyayangi sahabatku ini.

Kau Adalah... (Sudah Tersedia Di Googleplay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang