Part 4b

11.7K 1.3K 15
                                    

Kami beranjak menuju ke ruang tamu setelah selesai makan malam, minus tiga lelaki yang berjalan berlawanan arah. Tante Mey dan tante Belinda melanjutkan kembali cerita mereka yang seakan tidak percaya jika mereka kembali di pertemukan setelah bertahun-tahun hilang kontak.

"Sebenarnya tante Belinda ini tetangga kami dulu, dan sahabatan sama mama kamu Bi." Tante Mey memulai cerita ketika kami baru duduk.

"Iya, dari kecil sampe kami lulus SMA, tante dan mamah kamu selalu bersama. Enggak di sekolah, di rumah atau di tempat nongkrong, kami selalu barengan. Sayangnya kami hilang kontak setelah tante ikut orangtua tante pindah ke Auckland." Tante Belinda Menyambung.

"Kaya semacam kamu sama Nami gitulah." Aku tersenyum dan mengangguk, memang persis seperti aku dan Nami. Kemana-mana kami selalu bersama, tapi mungkin beda nya jika mereka hilang kontak setelah tante Belinda pindah, sedangkan aku dan Nami masih saling memberi kabar walau berjarak jauh.

"Aku sangat bersyukur bisa di pertemukan lagi sama kamu Mey, meskipun terkejut mendapati kenyataan jika Meli sudah tidak ada." Atmosfir di ruangan ini mendadak senyap, aku menunduk. Tante Mey menghela napas berat.

"Jika kak Meli masih disini, mungkin beliau juga sangat senang bertemu lagi dengan Kak Belinda. Kak Meli selalu ingin tahu kabar kak Belinda, beliau kadang sedih karena merindukan sahabatnya."

"Aku menyesal karena kehilangan buku catatanku yang berisi nomer telpon juga alamat email yang dia kasih sebelum keberangkatanku. Jika buku itu masih ada, mungkin kami tetap berhubungan. Saling memberi tahu ketika kami mulai berkencan, menikah bahkan memiliki anak." Aku menegakkan kepala, melirik tante Belinda yang tengah mengusap pipi nya yang basah.

"Bahkan aku tidak tahu ketika dia sudah tidak ada di dunia ini." Lanjutnya. Aku hanya diam, tidak tahu harus berkomentar apa. Kenapa kisah mereka berakhir menyedihkan begini, hilang kontak sampai salah satu hilang beneran.

Aku dapat merasakan kesedihan yang di rasakan tante Belinda atas kehilangan Mamah.

"Maaf tante, toilet dimana yah?" Aku menyela ketika di rasa kandung kemihku sudah tidak tahan lagi ingin dikeluarkan. Namun bukannya menjawab tante Belinda malah memanggil lelaki yang baru melintasi ruang tamu.

"Dam, kamu antar Abi ke toilet." Lelaki itu melihatku tanpa menjawab ia mengangguk. "Ikutin Adam yah."

Aku ingin menggeleng dan menjawab tidak, namun kondisinya tidak memungkinkan ku untuk menolak. Kenapa pula aku harus kebelet? Dan kenapa harus dia yang anter? Aku berdiri menghampirinya, dia berbalik dan berjalan, aku tepat di belakangnya.

"Umh, bisa kamu tunjukin aja jalan nya?" Tanyaku, tapi tidak mendapat jawaban. Aku mengela dan terus berjalan mengikutinya semakin menjauhi ruang tamu, melewati taman yang terhalangi keca bening terdapat sliding door untuk penghubungnya, ada air terjun buatan di sisi sebelah kiri. Ini seperti menuju garden, padahal cuma ke toilet doang. Dia berbelok, aku ikuti. Lalu berhenti di depan kayu hitam.

"Itu toiletnya." Tunjuknya pada pintu tersebut.

"Terima kasih." Ucapku lalu melewatinya, membuka pintu dan masuk sebelum dalam, tidak lupa menguncinya.

Aku keluar setelah selesai menuntaskan urusanku, aku tidak melihat lelaki itu di depan. Aku melewati jalan yang tadi kulewati.

"I miss you too sweety." Aku mengerutkan dahi, menoleh ke samping dan melihat sliding door yang menuju taman itu terbuka, kulihat sosok tegap berdiri menbelakangiku, satu tangannya menempelkan sebuah benda pada telinganya sedangnya satunya lagi ia masukan ke dalam saku celananya.

Tidak ingin di sangka sebagai penguping, cepat-cepat aku melewatinya.

Kurasa aku sudah berjalan cukup lama, tapi kenapa belum sampai ke ruang tamu tadi yah? Aku sedikit lupa jalannya, rumah tante Belinda sangat besar dan banyak jalan menuju ruangan. Pantas saja tante Belinda menyuruh orang untuk mengantarku meski cuma ke toilet, karena memang menyusahkan aku untuk mengingat jalan mana yang aku lewati tadi.

Aku menimbang dua jalan di depanku, ada yang kesebalah kiri dan lurus. Tadi aku jalan lewat mana yah?

"Sebelah sana." Hampir aja aku meloncat lantaran kaget tiba-tiba ada yang bersuara dari arah belakangku, aku membalik badan dan mendapatinya yang mengarahkan satu jarinya ke arah jalan di sebelah kiri.

Sepertinya dia tau jika aku kesulitan mencari jalan di rumahnya ini. Tanpa banyak bicara ataupun mengucapkan terima kasih aku segera berjalan kearah yang tadi di tunjuknya.

"Loh, tante Mey kemana tante?" Tanyaku ketika sudah di ruang tamu dan hanya mendapati tante Belinda dan suaminya disana.

"Kata Mey, dia harus ke undangan teman Bram yang sedang berulang tahun."

Apa?

Tadi tante Mey sudah memberitahu jika sepulang dari rumah tante Balinda, dia dan om Bram akan menghadiri acara teman om Bram, tapi kenapa aku ditinggal sih.

"Kok aku ditinggal." Tante Mey lupa apa ga inget tadi bawa ponakannya kesini "Terus nanti pulang gimana." Kupikir gumaman ku tidak terdengar orang lain, tapi tante Belinda ternyata mendengarnya.

"Nanti kamu pulangnya dianter sama Adam." Ucapnya tenang, lain denganku yang sudah ketar-ketir, memikirkan alasan apa untuk menolak usulan tante Belinda.

"Gak usah tante, Abi sudah pesen ojek online." Aku mengambil tasku dan mengeluarkan ponsel, akan membuka apilikasi tersebut di ponselku.

"Udah lewat jam 9 malam, biar Adam yang antar, lebih aman." Om Wisnu ikut-ikutqn. Aku menggeleng, aman sih, tapi apa hatiku juga bakal aman?

"Gak usah Om, ini mas-mas nya udah mau jalan kesini." Bohongku, padahal pesan saja belum.

"Cancel aja Bi. Pokoknya Abi harus dianter Adam."

"Tapi tante-"

"Adam enggak gigit kok Bi, kayaknya Abi takut banget." Kulihat Tante Belinda tersenyum geli.

"Bu-bukan gitu tante. Maksud Abi, ga mau merepotkan." Terangku, kembali membuat alasan yang tepat.

"Adam pake mobil papa, mana kuncinya? Punya Adam ditinggal di rumah sakit, bensinnya habis." Aku menolah ke samping, tangan lelaki itu terulur pada om Wisnu. Aku menelan saliva, kenapa dia malah membuatku semakin terjepit. Diam aja kenapa!

"Kamu itu kok kebiasaan sih Dam, kaya anak kecil aja. Tadi pulang pake taksi pasti." Tante Belinda menggerutu, kedua tangannya memegang lenganku.

"Tadi pagi buru-buru lupa kalo bensinnya tinggal setang. Masih untung enggak berhenti di jalan." Belanya setelah mengambil kunci di tekas yang di tunjuk om Wisnu.

"Adam itu orangnya pelupa, kalo enggak sering diingetin dia enggak akan inget sama sekali. Makan pun sering telat kalo tante ga cerewet." Aku menoleh, dan tersenyum sopan untuk menanggapinya. "Tante selalu berdoa, supaya Adam secepatnya mendapatkan pendamping hidup. Dia butuh orang yang selalu ada dan mengingatkan dia setiap waktu, Biar tante juga cepet punya cucu." Kali ini aku tidak tersenyum karena melihat senyum terselubung tante Belinda.

Tunggu, tunggu.

Bukannya dia udah punya istri yah? Udah punya anak juga kan? Jadi apa maksud tante Belinda?

"Tapi tante gak maksa kok kalo nanti Adam menikah dan belum mau punya anak cepet." Aku terperangah, mengerjap bingung. Kenapa seolah dia bicara padaku bukan pada anaknya?

***

Bersambung.

Kau Adalah... (Sudah Tersedia Di Googleplay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang