Part 11

11.9K 1.2K 32
                                    

Nami bilang kalo dia akan menginap satu malam lagi, dan itu membuatku senang bukan kepalang.

Hari ini kami pergi ke Mall setelah aku menitipkan Florist pada Maya. Gadis itu selau dapat diandalkan, Maya sudah menjadi orang kepercayaanku untuk menjaga toko bungaku. Untuk itulah jika ada rezeki lebih dari toko aku selalu memberinya bonus. Dia juga tidak mengeluh ketika hanya dapat satu hari libur dalam seminggu.

Aku dan Mitha masuk ke dalam salah satu restoran yang berada dalam Mall, setelah dirasa cukup lelah akibat mengelilingi setiap toko yang buka di Mall itu, tapi tidak ada satu barangpun yang kami beli.

Buku menu di bawa kembali pramusaji dengan dirinya yang berlalu meninggalkan meja tempat ku dan Naki setelah dia mencacat pesanan kami.

"Kalo cuma pengen makan spaghetty, aku juga bisa buat di rumah Bi?"  Aku mengedik bahu, oriental chicken spaghetty di tempat ini menjadi favorit ku.

"Aku akui Nam, spaghetty kamu lumayan enak. Tapi yang ini enak banget."

"Lumayan?" Matanya melotot, aku nyengir. "Lagian aku juga bisa kok bikin spaghetty persis kayak gitu di rumah kalo kamu mau."

"Enggak usahlah makasih, kamu dateng kesini kan bukan buat jadi juru masak ku."

Pesanan kami datang berbarengan, satu pan pizza personal, dan satu mangkok spaghetty pesananku. Juga dua minuman berwarna sama.

"Jadi gimana?" Nami tiba-tiba bertanya, membuat kedua aliku menyatu, lalu tersenyum ketika tahu bahasannya.

"Enak." Jawabku. Memang makanan berbahan terigu yang di bentuk memanjang tipis ini sangat enak.

"Kamu tuh ngomong apa sih Bi, apanya yang enak?" Lah bukannya dia menanyakan rasa spaghetty yabg lagi ku makan ini kan? Aku menunjuk piring dibawahku.

"Ini kan?" Kulihat kedua matanya mengguling ke atas.

"Maksudku komunikasi antar kamu dan Adam setelah lamaran semalam?" Aku berhenti mengunyah, mendengar nama Adam di sebutkan membuatku menghela. Aku seakan lupa jika kini statusku sudah dilamar orang, Nami malah mengingatkan.

"Enggak gimana-gimana." Jawabku seadanya

"Dih ko gitu jawabnya. Jadi dia bener dokter?" Aku mengangguk, meski dia tidak memberitahu dari mulutnya langsung. Aku meletakan sedok di atas pirong yang sudah kosong.

"Aku masih enggak percaya dengan semua ini Mi."

"Like a dreams come true?"

"Enggak, mana mungkin aku mimpiin dia jadi suamiku." Nami tertawa.

"Nam, apa ini sudah benar?" Nami berhenti tertawa, dia menatapku tidak mebgerti. "Aku gak ada niat untuk menerima lamarannya." Aku sudah menceritakan semuanya pada Nami, termasuk kesalapahaman kata 'iya' yang akhirnya menjadi pengikat antara aku dan lelaki itu.

"Maksudnya, kamu mau membatalkan pernikahan kamu?"

"Aku juga berpikir begitu." Nami menatap serius padaku.

"Apa kamu masih teringat dengan masa lalu kalian? Maksudku kamu masih sakit hati sama dia?"

"Aku udah berusaha untuk menghilangkan kenangan itu Mi. Tapi entahlah, masih ada sebagian hatiku yang enggak rela jika aku melupakan semua begitu saja. Dan setiap kali melihatnya, ingatan itu selalu muncul lagi dan lagi."

"Itu artinya kamu masih punya perasaan sama dia." Aku membulatkan mataku karena pernyataan Nami.

"Perasaan terintimidasi sih iya."

Kau Adalah... (Sudah Tersedia Di Googleplay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang