Part 12

11.9K 1.1K 19
                                    

"Uncle harus pergi, Ichel tinggal sama Aunti yah." Aku mendengar percakapan Adam kepada keponakannya itu ketika kembali ke meja. Kepala Ichel terlihat mengangguk membuatku heran apa anak itu sama sekali tidak takut di tinggal dengan orang yang bisa dibilang belum terlalu lama dikenal, meski aku juga tidak akan melakukan apapun sama anak iu sih.

"Saya pergi." Sepertinya Adam bicara padaku melihat wajahnya yang menatapku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban, kalo mau pergi ya pergi aja. Tadi kan sudah bilang.

"Ehem."

"Apa?"

"Enggak terlalu buruk."

"Apanya?"

"Kalian berdua." Lalu dia tersenyum menyebalkan.

Mataku teralih kesamping, melihat Michael yang menyuap satu sendok terakhir es krimnya "Mau tambah ga?"

"Enough, kata Momy Ichel jangan banyak-banyak makan ice cream nya. Nanti stomach Ichel sakit."

"Kalo udah, kita pulang aja mau?"

"Kerumah Oma?"

"Ke rumah Aunti."

"Rumah Aunti yang banyak bunganya itu?"

"Iya. Mau kan?" Michel mengangguk secepat ia berdiri. "Come Aunti."

Aku menyuruh Nami untuk berjalan duluan keluar restoran dan menungguku yang akan terlebih dulu menuju kasir untuk membayar.

"Berapa mbak?"

"Meja berapa mbak?"

"Meja 10."

"Sudah di bayar tadi sama masnya." Aku melihat wanita di balik kasir itu dengan kening mengerut.

"Masnya?" Seingatku Nmi bukan mas-mas, dan dia juga belum membayarnya.

"Iya, pacar mbak yang tadi."

"Adam maksudnya?"

"Ya?"

"Oh enggak papa, makasih." Aku memasukan kembali uang yang tadi sempat kukeluarkan dalam dompet, kapan Adam membayarnya? Bukannya tadi dia langsung keluar yah.

"Berapa Bi?"

"Udah di bayar Adam."

"Oh ya? Kalo gitu aku bayar ke kamu aja."

"Gak usah."

"Gak enaklah itukan makananku, masa dibayarin calon suami kamu sih."

"Anggep aja bayaran karena udah mau jagain keponakannya Mi." Ujarku sambil memegang tangan Michael. Tentu saja tidak, nanti jika aku bertemu dengannya akan aku ganti, benar kata Nami ga enak makananku dibayarin Adam. Lagi pula menjaga Michael bukan hal yang berat, dan aku bukan baby sitter yang perlu bayaran.

Michel tertidur sepanjang jalan, dan sama sekali tidak terusik dengan suaraku dan Nami yang berbincang dalam mobil. Mungkin kenyang membuatnya nyenyak, Michel bahkan diam ketika tubuhnya ku gendong untuk ku pindahkan ke dalam kamarku.

"Eh ada Michel. Lah kok tidur." Maya menyingkir, memberiku jalan untuk menapaki tangga.

"Capek dia habis makan seharian." Kudengar Nami menjawab di bawah sana. Setelah meletakan bocah itu dan membiarkannya tidur sendiri disana, aku turun ke lantai bawah karena Nami memanggilku. Aku memegang pinggang yang terasa sakit, anak itu yang lumayan berat ternyata.

"Apaan Mi?"

"Nih Hp kamu dari tadi bunyi."

"Siapa yang nelpon?" Aku menerima ponsel yang diberikan Nami dan melihat nama Tita sebagai si pemanggil.

Kau Adalah... (Sudah Tersedia Di Googleplay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang