"Lan...! Tunggu...!"
Wulan berusaha melangkah lebih cepat mengabaikan panggilan itu.
"Wulan—TUNGGU!" Rama berhasil menarik tangan wanita itu setelah bersusah payah mengejarnya hingga ke halaman kafe restoran yang beralih fungsi menjadi parkiran.
"Kamu nggak dengar panggilan aku?"
Wanita itu langsung menghempaskan tangannya. "Gila kamu ya! Dengan bebasnya berselingkuh didepan umum! Di tempat kerja lagi!"
"Berselingkuh?"
"Ini masih saya yang lihat, kalau klient kamu yang lain gimana? Kamu mau nggak cuma rumah tangga, tapi reputasi dan karir kamu juga hancur hanya karena TIDAK BISA MENAHAN SISI GELAP KAMU ITUH!!!"
Rama terperangah mendengar rentetan kalimat Wulan. Terlebih karena wanita itu mengatakannya penuh amarah. "O-oke, dengar. Pertama, saya tidak sengaja bertemu Dila. Hubungan kami sudah berakhir, tapi dia tidak menganggapnya begitu."
Wulan membung nafas ke samping, sama sekali tidak mempercayai ucapan Rama. "Lalu wanita sebelumnya? Jangan bilang dia juga selingkuhan kamu? Apa satu belum cukup, Ram? Apa SEKALI SAJA MASIH KURANG?!!"
"Dia—KLIENT KU!" Rama menghempaskan tangan di kedua sisi Wulan. mengurung wanita itu di antara mobil pelanggan dan tubuhnya. Dia benar-benar tersinggung karena Wulan terus menuduhnya. Rama pikir berhasil membuat Wulan terdiam, tapi wanita itu mendengus dengan tatapan mencela.
"Menemui klient kamu bilang? Seorang CEO perusahaan kopi terbesar melakukan pertemuan bisnis sendirian tanpa di dampingi sekertaris? Kamu pikir aku percaya?"
Rama menunduk sambil menghela nafas frustasi sekaligus menyesal. Sudah menolak tawaran Rika dan malah menyuruh sekertarisnya itu meng-handle kantor saja karena dia merasa tidak perlu didampingi dalam pertemuan itu. Kalau tahu begini...
"Lihat kan? Kamu bahkan tidak bisa manjelaskan apa pun." Oh, Wanita ini benar-benar menyebalkan.
"Aku bersumpah sedang tidak berselingkuh. Wanita sebelumnya adalah klient ku. Demi Tuhan, Lan. Aku sedang menemui klient dan aku NGGAK TAHU kenapa harus menjelaskannya sama kamu!"
Keduanya saling beradu tatap penuh emosi. Rama benar-benar tidak mengerti dengan wanita di depannya. Baru beberapa saat yang lalu Wulan menegaskan untuk tidak membicarakan masalah pribadi dengannya. Tapi sekarang—wanita itu bukan lagi hanya membicarakan, tapi langsung turun tangan dalam masalah pribadinya.
"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan untuk mengurus masalah pribadi masing-masing?" Tanyanya tanpa mengubah posisi. "Tapi kenapa kamu yang ikut campur urusan pribadiku?"
"Ikut campur?" Wulan mendengus. "Sama sekali tidak berminat. Aku hanya berpikir perlu membantu—"
"Ya. Kenapa kamu membantu padahal aku tidak pernah meminta?"
Wulan mengerjap bingung. Baru menyadari pertanyaan Rama. Ya, kenapa dia membantunya? Wanita itu justru bertanya pada diri sendiri.
Tadi dia baru selesai makan siang dengan mbak Lika saat melihat Rama tengah—bermesraan dengan wanita di restauran yang sama. Awalnya Wulan hanya mengumpati sikap pria itu dan berniat mengabaikannya. Tapi ketika ekspresi pria itu menunjukkan ketidaknyamanan yang cukup jelas saat wanita disampingnya terus menempelkan diri, Wulan mendadak tidak tahan. Karena dia sendiri benar-benar tahu bagaiman rasanya saat kehadiran seorang sangat membebani.
"Wulan?" panggilan Rama menyadarkannya.
"Apa pun alasan kamu, aku tetap berterimakasih kamu sudah membantuku menghindari—mantan kekasih ku." Mantan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
ChickLitMencintainya adalah kesalahan. Itu adalah satu-satunya fakta yang Wulan sadari. Meski terlalu banyak alasan untuk tidak memiliki perasaan itu, meski tahu hanya ada penyesalan ketika rasa semu itu berakhir. Tapi Wulan tidak bisa menghindarinya, kar...