Rama mendengus kesal sambil terus berjalan memasuki coffeshop-nya dengan langkah lebar. Hari ini dia menyudahi pekerjaan lebih awal. Bukan karena lelah bekerja. Tapi hampir sepanjang hari suasana hatinya buruk.
Pasalnya, ibu mertuanya sejak pagi sudah sibuk menghubungi dari luar negri hanya untuk menawari perhiasan terbaru limited edition untuk diberikan kepada isterinya di hari pernikahan mereka. Dan untuk kesekian kalinya mengomel karena dia sama sekali tidak ingat. Ya, Rama memang tidak berniat mengingat hari pernikahan mereka. Kalau saja bisa, dia memilih untuk melupakan hari itu. Hari dimana dia melakukan hal yang disesalinya seumur hidup.
Rama kembali mendengus sambil mempercepat langkah sebelum berhenti dan duduk di kursi bar. Ada Adit teman sekomunitas CRB yang merangkap manajernya, kebetulan menjaga meja bar.
"Oy, pak bos? Kusut amat tuh muka. Kaya kuli bangunan baru pulang kerja aja." Sapa Adit sambil mengelap gelas. Rama hanya mendengus. Tidak berniat menanggapi.
"Yang biasa Dit." Katanya memesan.
"Okee..."
"Kalau gue ajak touring malem ini pada bisa?" tanyanya.
Adit yang baru menekan tombol mesin espresso langsung mematikan. "Gila. Hari kerja gini. Mau pada bolos apa besok?" lalu kembali menghidupkan mesinnya.
Rama hanya menyeringai lalu menggaruk kepala. Dia menyadari apa yang di katakan Adit, tapi tetap saja dia butuh mengalihkan kekesalannya.
Adit yang menyadari Rama terlihat suntuk sekali lantas bertanya. "Kenapa? Kerjaan numpuk banget? Bukannya pekerjaan udah kaya isteri kedua pak bos?" sambil meletakkan segelas kopi pesanan Rama.
Rama berdecak malas. "Nggak, kangen sama isteri ketiga aja."
"Apa??"
"Motor gue."
Adit menatapnya dengan mulut terbuka sebelum terbahak. Rama ikut nyengir. Senyumnya semakin lebar saat menghirup aroma kopi. Setelah seharian, akhirnya suasana hatinya sedikit membaik. Kopi dan anak-anak komunitas CRB memang selalu membantu. Rama lantas segera menyesap kopinya.
"Oh ya, si Tito barusan mampir." Ujar Adit memberitahu.
"Ngapain?"
"Habis meeting di hotel katanya. Kalau memang kebelet banget, coba deh tanya. Kali aja dia bisa. Kalau gue bisa aja, asal lu ngijini besok ngabsen tanpa potong gaji." belum sempat menjawab hape Rama berdering ada panggilan dari Tito.
"Nah, panjang umur tuh orang." Kata Adit ikut melihat layar hapenya.
"Dimana To?" tanya Rama langsung. "Balkon hotel? Oh..oke. Gue kesana." Rama segera memutuskan panggilan.
"Ngapain di balkon hotel?" tanya Adit.
"Paling ngerokok." Jawab Rama lalu menenggak habis kopinya. "Gue cabut sekarang. Nanti kalau jadi touring gue kabari."
"Sip."
Rama segera beranjak keluar cafe menuju lift yang kebetulan terbuka tanpa penghuni. Pria itu menekan tombol lift sambil mengeluarkan hape. Berniat menelepon Mario. Kalau pun tidak bisa touring, setidaknya mereka bisa ngopi bareng. Mumpung rame.
"Iya. Gue sama Tito udah di sini. Kebetulan ada Adit. Lo ajak Didi sekalian..." Rama berjalan keluar lift setelah sampai di lantai teratas. "Yaudah....oke...kita tunggu di cafe gue...oke."
Pria itu memutuskan panggilan dan menyimpan hape di saku. Lalu berjalan sambil mengedarkan pandangan mencari pintu menuju atap gedung hotel Emerald. Rama berhenti begitu melihat sebuah pintu yang setengah terbuka. Sepertinya Tito sudah di sana. Lantas melanjutkan langkah menuju pintu yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair
ChickLitMencintainya adalah kesalahan. Itu adalah satu-satunya fakta yang Wulan sadari. Meski terlalu banyak alasan untuk tidak memiliki perasaan itu, meski tahu hanya ada penyesalan ketika rasa semu itu berakhir. Tapi Wulan tidak bisa menghindarinya, kar...