ENAM

262 15 6
                                    

"Nepi guys, nepii....!" Rama mengerutkan alis melihat Mario, sang ketua geng MOGE CRB (Cross Ride Bike) melambaikan tangan.

"Kenapa?" tanyanya anggota lain setelah mereka berhenti.

"Cuacanya jelek banget. Kita balik ke basecamp aja deh, mumpung belum jauh. Dari pada ntar kehujanan." Jawab Mario menoleh pada anggota lain yang langsung setuju dan segera memutar haluan.

Rama memperhatikan sekilas langit mendung dan kilat yang menyambar di sana-sini tanpa suara petir. "Kayaknya gue langsung balik." Ujarnya menatap ketiga temannya yang belum beranjak.

"Nggak ikut ke basecame?" tanya Mario.

"Katanya bakal deres, men." Didi menunjukkan layar hapenya yang menunjukkan aplikasi cuaca.

"Pasti mau beduaan sama bininya tuh." Sahut Tito tertawa.

"Emang udah gencatan senjata?" kedua alis Didi terangkat. Ketiga temannya itu memang tahu betul bagaimana keadaan rumah tangganya.

Rama mendengus. "Nggaklah. Gue balik ke apartemen. Mendingan ngurus kerjaan dari pada kumpul kebo sama lo pada. Nggak ada untung-untungnya."

"Sialan lo!" ketiga temannya terbahak.

"Yaudah gue cabut." Rama segera menstarter moge-nya lalu memutar haluan. Pria itu melambai pada anggota lain yang terlebih dahulu berjalan sebelum menarik gasnya lebih kencang.

"Kapan tu anak berubah ya? Masih aja ngelampiasin ke kerjaan." Ujar Didi masih memandang ke jalan yang di lalui Rama.

"Mungkin nanti kalau dia bisa cerai. Lu pada kan tahu, bininya yang buat dia begitu." Sahut Mario memandang ke arah yang sama."

"Semoga deh, gue lebih suka dia yang dulu." Sambung Tito dibalas anggukkan kedua temannya.

*

DWAAARRR!!!

Rama spontan menunduk begitu mendengar suara petir menggelegar. Hanya sepersekian detik kilat menyambar di langit dan hujan langsung turun dengan derasnya. Pria itu setengah mengumpat. Kalau tahu langsung sederas ini dia pasti mengikuti saran teman-temannya saja.

Rama mempercepat laju motor sebelum berhenti di depan halte bis. Pria itu buru-buru berteduh. Saat membuka helm, dia baru menyadari ada seorang wanita tengah duduk di belakangnya. Pria itu mengerutkan alis serasa mengenali wanita itu. lantas mendekat untuk melihat lebih jelas.

"Wulan?" wanita itu perlahan mengangkat kepala.

Rama spontas mendengus karena tebakannya benar. Mengingat sikapnya yang selalu sinis, rasanya lebih baik bertemu mantan-mantan gilanya daripada bertemu wanita itu di tengah badai begini.

Wulan masih menatapnya dengan ekspresi tertegun sebelum buru-buru mengalihkan pandangan sambil mengusap pipi. Saat itu Rama baru menyadari mata Wulan yang sembab. Apa wanita itu menangis? Di tengah hujan begini? Pikirnya mengernyit.

Rama menatap sekeliling halte yang sepi. Mendadak tidak tahu mau bagaimana bersikap. Saat kembali menoleh, Wulan masih sibuk mengusap pipi dengan ekspresi tidak nyaman. Lantas mengatakan, "Lanjutkan saja kalau masih mau menangis. Saya akan jadi rekan bisnis profesional yang tidak akan mengurusi masalah pribadi. Jadi anggap saja tidak ada."

Wanita itu hanya mendengus. Rama bersyukur Wulan tidak menjawab ucapannya dengan sinis. Pria itu lantas beranjak duduk sedikit lebih jauh di samping kiri Wulan dan meletakkan helm di sisi lainnya. Tidak ada yang memulai percakapan. Keduanya hanya diam memperhatikan hujan yang perlahan mereda dengan pikiran masing-masing. Rama yang sedikit kesal karena kehujanan membuatnya tidak bisa melanjutkan pekerjaan kantornya. Sementara Wulan—Rama perlahan menoleh ke samping. Dia tidak tahu apa yang wanita itu pikirkan dengan raut nyaris tanpa ekspresi itu. Sorot sendu di mata Wulan tanpa sadar membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangan.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang