DUA BELAS

359 20 13
                                    

Sudah greget ngasih komen? monggo, di part ini kamu boleh nulis apa aja. unek2? boleh, seberapa geregetnya kamu sama cerita ini? boleh, komen koreksi utk affair? boleh bangeeeet.  :O :D

Hope u enjoy it ^^

Wulan berjalan melintasi lobi hotel Emerald sambil menenteng satu paper bag berisi jas Rama dengan logo salah satu tempat loundry. Dia baru saja selesai menghadiri beberapa meeting sejak pagi hingga sore itu. Tapi bukannya langsung naik ke kantornya, wanita itu malah berbelok menuju coffeshop Rama. Berniat mengembalikan jas pria itu. Tadi pagi dia sudah ke sana, tapi Rama tidak ada. Dia bisa saja menitipkan kepada karyawannya, tapi tidak nyaman karena dia belum berterimakasih dengan benar.

Begitu memasuki cafe, telinganya langsung menangkap suara Chris Martin menyanyikan lagu hymne for weekend. Mengingatkannya kalau ini adalah akhir pekan. Ah, pantas saja tempat ini ramai pengunjung menjelang malam. Gumamnya sambil memperhatikan sekeliling cafe. Tatapannya berhenti di meja bar. Di sana berdiri sesosok pria tengah mengaduk segelas kopi sementara tangan yang lain bertengger di pinggangnya.Terlihat akrab dengan apa yang dilakukan. Sosok berkemeja putih dan celemek hitam sepinggangnya itu adalah orang yang ingin ditemuinya. Wulan lantas mempercepat langkah dan duduk di salah satu kursi meja bar.

Pria itu meliriknya sekilas. Lalu memberikan gelas kopi yang diaduknya pada salah satu pelayan. "Meja nomor enam." Sebelum bergeser ke samping untuk berdiri di depannya.

"Bagaimana kabar kamu?"

Wulan nyaris tersenyum. Pria itu langsung bertanya tanpa basa-basi sembari melepas celemek lalu menyanggah kedua telapak tangan di atas meja bar.

"Saya baik." Jawabnya singkat.

"Dan perasaan kamu?" kali ini pria itu bertanya dengan tatapan intens. Seolah memastikannya mengingat kejadian semalam.

Wulan mendesah risih. "Sudah... sangat baik." Katanya menurunkan pandangan. "Saya bahkan—" ucapannya terhenti. Tanpa sengaja melihat memar di punggung jemari Rama. "Saya sudah tidak terlalu memikirkan kejadian itu." lanjutnya mengerutkan alis. Kira-kira sekuat apa pria itu memukul Arga hingga menimbulkan bekas seperti itu?

"Secepat itu?" tanya Rama kembali membuatnya menoleh.

Wulan memperhatikan pria itu beberapa saat. Menilai reaksi Rama yang menatapnya dengan kedua alis terangkat. "Yah. Seperti yang kamu tahu, beberapa kali mengalami hal yang sama... membuat saya tidak kesulitan mengatasi akibatnya."

Pria itu mengerjap terhenyak. "Beberapa kali..." ucapnya setengah bergumam.

"Hm." Wulan memaksakan senyum sebelum kembali mengalihkan pandangan.

Rama sebenarnya masih ingin bertanya, tapi urung menyadari reaksi tidak nyaman wanita itu. Lantas mengganti pertanyaan. "Apa kamu dengar kabar pria itu?"

"Arga?" Wulan balik bertanya.

"Ya, namanya Arga?"

Wulan segera menggeleng. "Tidak. Saya juga tidak berniat mencari tahu." Wulan mengangkat bahu dengan enggan.

"Tapi saya tahu." Ujar Rama hati-hati.

Wanita itu hanya mengalihkan pandangan sambil menghela nafas, lantas melanjutkan, "Dia baru ditemukan dalam keadaan sadar sekitar pukul delapan dan baru tiga jam yang lalu dibawa kerumah sakit. Sepertinya karena dehidrasi."

Wulan spontan menoleh dengan ekspresi terkejut. Dan kembali menurunkan pandangan dengan bola mata bergerak gelisah. Dia memang sangat ingin membuat Arga mendapat ganjaran atas apa yang dilakukannya. Tapi setelah mendengar pria itu benar-benar mendapat kesulitan, dia merasa sudah keterlaluan. Wulan lantas kembali mengangkat kepala. Berniat menanyakan di rumah sakit mana Arga dirawat.

AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang