X. Pengakuan

148 18 0
                                    

Ini adalah hari ke-10 dia berada di sini, di hutan ini. Kejadian semalam benar-benar membuatku terkejut, karena setelahnya dia mengusirku dengan garang.

"Apa sebaiknya aku tidak ke sana hari ini ya?" gumamku saat sedang menuju ke gubuk Nenek Oliv.

"Iya deh, sebaiknya jangan," aku menjawab pertanyaanku sendiri dan mengambil arah yang berlawanan.

"Tapi kalo dia membuat masalah lagi gimana yah?" gumamku lagi dan berhenti sambil menopang daguku.

Aku memetik jari dengan mantap.
"Sudah kuputuskan!" ucapku lalu beringsut ke gubuk Nenek Oliv.

***

Sesampainya di sana, seperti biasa aku mengecek, apakah ada orang atau tidak dengan membuka pintu perlahan.

"Eh? Kau sendirian?" tanyaku pada Nenek Oliv setelah memerhatikan isi gubuk ini.

"Iya, kalau kau mencari Rinka, dia pergi sejak pagi tadi. Katanya dia ingin memancing," jawabnya sembari memotong buah.

"Baiklah, aku akan mencarinya." ucapku kemudian beringsut pergi.

***

"Ikannya tidak akan muncul kalau kau melempar batu ke dalam sungainya," ucapku begitu sampai di sungai.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya tanpa melihat kepadaku.

"Tak ada, hanya ingin melihatmu." jawabku sambil memerhatikan gelombang di permukaan sungai.

Keadaan begitu canggung, tak ada dari kami yang berbicara ataupun memulai percakapan, hingga aku bertanya.

"Kenapa kau tidak mau menuruti keinginan orang tuamu?" tanyaku dan tidak dijawab olehnya.
"Um, maksudku kenapa kau tidak menikah saja dengan bangsawan itu?" sambungku, karena aku merasa pertanyaanku sebelumnya akan merusak perasaannya.

"Itu karena aku tidak menyukainya," jawabnya pelan, yah wajar saja mereka kan belum pernah bertemu.

"Lalu apa yang kau suka?" tanyaku, percayalah bibirku bergerak sendiri dan aku tidak bermaksud menanyakannya.

"Yang aku suka..," ucapnya seperti memikirkan sesuatu. Sepertinya dia tidak ingin aku tahu apa yang dia suka.

"Lupakanlah kalau kau merasa sulit untuk menjawab," sanggahku.

"Ya, kalau kau?" tanyanya, kemudian melihatku. Sedari tadi baru sekarang dia melihatku.

"Aku? Maksudmu yang aku suka?" tanyaku kembali, dan dia menganggukan kepalanya.
"Kalau aku sih, sesuatu yang pernah aku sebut dengan gadis apel," ya itu sangat bodoh aku kelepasan.

"Eh, aku tak bermaksud menjawab itu! Sungguh! Percayalah padaku! Aku tak bermaksud menjawab itu!" ucapku panik kemudian aku berbalik, agar tak melihatnya. Sudah dipastikan wajahku memerah.

"Hahahaha, tak apa," dia tertawa, padahal tadi aku yakin dia pasti sangat kesal denganku. Aku masih tak berani membalikkan tubuhku.

"Kau tak marah?" tanyaku ragu.

"Tidak," jawabnya pelan.

"Hah? Tak biasanya ka-"
"Aku juga," dia memotong ucapanku.

"Juga?" apa maksudnya juga?

"Aku juga, menyukaimu," suaranya terdengar sangat kecil. Saat ini jantungku dibuat tak karuan olehnya.

Jujur, saat ini rasanya aku ingin memeluknya, ataupun menciumnya, ataupun mencubitnya, ataupun apapun itu. Tapi kata-kata yang keluar malah...
"Kau serius? Tapi aku ini werewolf dan kau manusia."

"Lalu kenapa kalau kau werewolf? Aku tidak takut padamu," ucapnya, lalu dia memelukku dari belakang.
"Lihat, aku tak takut padamu."

"Hentikan," ucapku lalu melepaskan pelukannya.

"Kenapa?" tanyanya pelan.

"Karena, aku tidak bisa masuk ke duniamu dan kau tidak bisa masuk ke duniaku. Memang kita saling menyukai, tapi alam tidak mengizinkan itu. Aku tidak ingin membuatmu menderita bersamaku. Di hutan ini." jawabku lalu berbalik dan menatap matanya dengan lekat.

Setelah aku mengucapkan itu, lalu dia berlalu melewatiku dan pergi meninggalkanku.

«¤»

Senin, 29 April 2019

15 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang