XV. Pernikahan

139 18 3
                                    

Suara lonceng gereja berdentang dengan keras tetapi terdengar lembut. Dapat kulihat orang yang akan menikahi Rinka. Dia lebih tinggi sedikit dariku, memiliki badan berwibawa, dan tidak jelek juga menurutku. Dia murah senyum, terlihat baik dan memakai setelan pernikahan berwarna putih.

Aku datang dengan teman baruku, namanya Roby. Berambut coklat, bermata biru, dan tubuhnya sedikit lebih kecil dariku.

Tak lama kemudian, pintu utama gereja terbuka lebar dan menampilkan sesosok pengantin wanita dengan pria paruh baya di sampingnya.

Mereka perlahan melewati kami, para tamu yang berdiri dari tempat duduk.

Saat melewatiku, pengantin wanita itu melihat ke arahku dan melambaikan jarinya pelan.

Saat pengantin wanita sampai di hadapan pendeta, mereka berdiri menghadap pendeta dan menundukkan kepala. Kami semua berdoa.

Setelah berdoa kedua pengantin berdiri saling berhadapan dan mengucapkan sumpahnya kemudian pendeta mengumumkan bahwa mereka telah menjadi keluarga.

Suara tepuk tangan dan sorak-sorai mengisi ruangan gereja. Rinka terlihat bahagia, dan akupun juga bahagia.

Setelahnya kami menghadiri jamuan yang diadakan di taman kediaman Christoper

Aku tengah berbincang dengan Nenek Olive dan memperkenalkan Roby padanya.

Aku merasakan ada yang menyentil telinga serigalaku pelan, Rinka berdiri di belakangku dengan buket pengantinnya. Dia terlihat jauh lebih cantik.

"Hai..." sapanya pelan dan memalingkan wajahnya malu.

"Hai, bagaimana dia?" Balasku. Aku menggaruk kepalaku karena merasa sedikit canggung.

"Dia pria yang baik," ucapnya lalu mendekatkan bibirnya pada telingaku dan berbisik, "Tentu tak sebaik dirimu, hehehe."

"Kau tidak boleh seperti itu." ucapku lalu menyentil dahinya, kemudian pengantin pria, maksudku suami Rinka menghampiri kami.

"Terima kasih telah menjaga Rinka selama dia bersama dengan Nenek Olive." ucapnya dengan senyum lembutnya. Rinka pasti akan bahagia dengannya.

"Ahh, umm, iyaa hehehe.." jawabku canggung menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Jangan sungkan-sungkan, nikmatilah pesta kami. Jika ada apa-apa, katakanlah." ucapnya melempar senyum sembari merangkul Rinka lembut.

"I-iyaa.. hehe.." balasku lebih canggung dan mengalihkan perhatianku dari Rinka.

***

Pesta terasa begitu cepat berakhir, aku berjalan pelan ke rumah bersama Roby dengan tangan memegang buket yang berhasil kutangkap saat acara melempar buket.

Aku menaruh buket di atas meja ruang tamuku dan beranjak ke kamar lalu merebahkan tubuhku.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Roby yang duduk di ranjangku. Biasanya dia selalu bermalam di rumahku.

"Entah, mungkin aku akan menunggu kehidupan selanjutnya." jawabku lalu beranjak duduk, menyandar pada dinding di ranjang.

"Ayolah, masih banyak gadis di dunia ini. Jangan menyerah seperti itu." sanggah Roby dengan wajah sedikit cemas.

"Aku tidak tau apakah aku bisa jatuh cinta kepada gadis lain, Roby. Rinka adalah gadis pertama yang aku cintai." jawabku terhanyut pada memory pandangan pertamaku dengan Rinka.

"Bagaimana dengan Nenek Olive? kau bilang bertemu dengannya saat usianya masih 18 tahun?" tanya Roby, membuatku bernotstalgik.

"Ayolah, saat itu aku masih sekitar 9 tahun untuk usia manusia. saat ini aku baru 19 di usia manusia." jawabku dengan sedikit tersenyum jengkel.

"Sepertinya aku akan mendahuluimu, hahaha. Menikahlah sebelum aku tiada, Rolend." candanya, lalu berbaring dan membelakangiku.

Dia benar, saat Roby tiada mungkin usiaku sudah 250 tahun.

Ahhh, seandainya aku bisa bertemu betina lain...

Aku pun bertanya-tanya, masih adakah werewolf selain diriku di dunia ini?

«¤»

Next sekitar 1 atau 2 chapter lagi cerita ini akan tamat. Terima kasih sebanyak²nya kepada kalian yang mau membaca cerita ini :)

Senin, 18 Juli 2019

15 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang