Esoknya, rumah tampak sepi karena tidak ada kecerewetan Sakura di sini. Namun Sasuke tidak peduli, ia lebih memilih mencari keberadaan Ino setelah kejadian tadi malam dan berniat untuk memperbaiki semuanya.
"Mau ke mana, Sasuke? Pokoknya jangan pulang sebelum kau berhasil menemukan Sakura!" Hadang Izumi saat Sasuke hendak keluar dari rumah.
"Memangnya dia siapa? Anak kucing? Harus ya, aku cari dia?" balas Sasuke tidak peduli sama sekali. Izumi menggeram kesal.
"Dia tamu kita, Sasuke! Tamu! Ibunya menitipkannya di sini! Ingat, dia punya keluarga. Jangan gila seperti ini, Sasuke!"
"Tapi aku memang sudah gila karenanya." Sasuke menyalakan mesin motornya. "Kalau kau ingin mencarinya, cari sendiri. Aku tidak peduli."
Andai Izumi mampu, pasti sekarang juga ia akan membanting motor Sasuke. Namun ia perempuan, tidak punya tenaga sebesar itu.
Tak lama, Sasuke menghilang dari hadapannya. Meninggalkan Izumi dengan berbagai cara di otaknya untuk menemukan Sakura hari ini juga.
***
"Aduh, Nek. Kuenya belum habis. Bagaimana?" tanya Sakura melihat sisa kue jualan nenek yang tidak begitu banyak.
"Jangan panggil saya 'Nek'! Saya masih muda! Masih 59!" gerutu Nenek itu tidak terima dipanggil 'Nek' oleh Sakura.
Padahal nenek-nenek itu sudah jelas berkeriput, pipinya juga sudah kempot, belum lagi dengan uban putihnya yang membuat semua orang juga tahu, kalau dia adalah nenek-nenek.
Sakura memutar bola matanya kesal, ia pun mengalah. "Iya, iya. Terserah Nenek."
"Kau panggil saya apa barusan?!"
"Bibi, hehe," balas Sakura sambil nyengir. Nenek itu tersenyum puas.
"Ya sudah, sana pulang. Pasti ibumu sedang mencarimu."
Sakura mendengus, ingat kalau dirinya tidak punya tempat tinggal saat ini.
"Aku diusir dari rumah, Nek. Eh, Bibi."
"Diusir? Diusir ibumu sendiri? Mungkin kau durhaka, jadinya diusir."
Sakura langsung cemberut. "Bibi kok tega? Aku ini anak baik-baik tahu!"
"Terus kenapa kau bisa sampai diusir?" tanya nenek itu dengan serius.
"Sebenarnya aku sedang menumpang di rumah kenalan ibuku. Tapi aku diusir oleh anaknya. Kejam, 'kan?" Sakura tersenyum getir mengingat kejadian semalam. "Dan akhirnya, Nenek menemukanku di jalan. Tamat."
"Bibi! Bukan Nenek!"
"Iya, Bibi. Hehe."
Nenek itu menghela napas, merasa kasihan dengan Sakura. Meski rasanya ia ingin menertawakan nasib anak malang itu.
"Ya sudah, kau tidur di rumah saya dulu."
"Bibi serius?!" tanya Sakura dengan mata berbinar-binar. Nenek itu mendengus geli.
"Iya lah, ayo kita pergi."
***
"Brengsek! Jangan sentuh pacarku!" Sasuke memukul babak belur seorang laki-laki berkulit pucat yang tengah berduaan dengan Ino di sebuah bar.
"Pacarmu? Aku tidak salah dengar?" geram laki-laki itu seraya membalas pukulan Sasuke. "Kau bilang, dia pacarmu?!"
Berkat pukulan itu, Sasuke terjungkal dan tubuhnya menghantam sebuah meja di belakangnya.
"Iya! Dia pacarku!" Sasuke terbangun dengan tertatih. Ino hanya menatapnya datar seraya melipat kedua tangannya di dada. "Aku sudah berpacaran dengannya selama dua tahun!"
"Haha, dua tahun? Kasihan sekali kau, hanya dijadikan pacar cadangan oleh Ino," ujar orang berkulit pucat itu yang kemudian meraih kerah Sasuke, lalu meninju muka Sasuke bertubi-tubi. "Jangan sok berlagak! Kau hanya dijadikan cadangan olehnya!"
Sasuke mendesis tajam, dihapusnya dengan kasar darah segar yang mengalir di sudut bibirnya. Ia pun kembali bangkit, hendak membalas tinjuan orang itu.
Namun suara tajam Ino membuat Sasuke membeku.
"Dia benar, kau hanya kujadikan cadangan, Sasuke."
"K-kau?!"
"Ya, seharusnya kau mendengarkan kakakmu yang bodoh itu. Kakakmu benar, aku perempuan yang tidak jelas." Ino tersenyum sarkastik, lalu meraih kerah Sasuke dan menariknya. "Dan lihat apa yang terjadi? Hubungan kalian retak, tidak bisa diperbaiki lagi! Itu semua karena apa? Karena cinta monyetmu yang bodoh itu!"
Bahu Sasuke merosot, kakinya tiba-tiba melemas seperti jelly. Ia masih belum bisa mempercayai semuanya. Mengingat semua yang ia lakukan selama ini terhadap Izumi dan keluarganya, dada Sasuke terasa sesak. Sesak karena penyesalan.
Ino mendekatinya dengan senyum mengejek. Lalu berjongkok dan membelai wajah Sasuke lembut.
"Kau dengar, 'kan? Kau buta. Buta karena hati bodohmu itu," bisik Ino di telinga kanan Sasuke. "Coba kita lihat, apakah kau bisa perbaiki semuanya? Keluargamu yang kau tinggalkan, bisakah kau mendatangi mereka lagi?"
Belum Sasuke menjawab, suara Ino lagi-lagi menusuk telinganya.
"Ah, apakah mereka juga akan menerimamu lagi? Menarik. Kita lihat saja, Sasuke, kesayanganku. Dibuang atau membuang, itu pilihanmu sekarang."
***
Sebenarnya aku pengen update dari kemarin-kemarin. Tapi karena banyak yg bilang kalo wattpad lagi error, jadinya aku undur deh. Hehe.
Oke, selamat membaca, guys!
-Maul