5

5.7K 471 33
                                    

"Suatu hari, ada seorang perempuan yang mencoba memasak. Tapi saking payahnya, dia tidak bisa menyalakan kompor sama sekali. Akhirnya, kompor itu meledak. Tamat."

Sakura mengernyitkan alisnya hingga berkedut. Merasa janggal dengan dongeng yang dibawakan Sasuke barusan.

"Kau yakin itu dongeng Cinderella? Kenapa terdengar beda, ya?" tanya Sakura seraya merebut buku dongeng itu dari tangan Sasuke. "Kau menyindirku, hah?!"

Sakura langsung menggebuki Sasuke dengan buku dongeng Cinderella itu kesetanan.

"Mana ada Cinderella yang meledakkan kompor?! Kau ini ya, menyebalkan! Dasar robot aneh!"

Sasuke menahan senyumnya sambil berusaha meloloskan diri dari gebukan maut Sakura.

"Kau minta dongeng, 'kan? Nah, itu dongeng." Sasuke tersenyum mengejek, membuat Sakura makin histeris.

"Dongeng macam apa itu, hah? Pengantar tidur? Yang ada malah aku tidak bisa tidur!"

"Don't care."

"Dasar robot sialan!" Sakura memukul Sasuke lagi, namun Sasuke berhasil menangkap tangan Sakura, membuat perempuan itu langsung terdiam.

"Tidur, sudah malam," ujarnya datar, namun Sakura percaya kalau Sasuke berusaha lembut padanya.

"Tapi banyak petir."

"Tidur di sini."

Sakura sukses melongo karena ucapan penuh makna Sasuke tersebut. Serius Sasuke mengajaknya tidur sekamar? Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagaimana? Sakura tidak ingin jadi mama muda di usia 17 ini.

"Kau ... serius? Kita tidur sekamar?" tanya Sakura berhati-hati. Sasuke malah mendengus pelan.

"Iya, sekamar. Tapi tidak seranjang. Jangan berpikir yang aneh-aneh." Setelah mengatakan itu, Sasuke mendorong jidat lebar Sakura.

Sakura merengut. Kenapa setiap berbicara dengan Sasuke, ia terlihat seperti orang bodoh? Sialan.

"Oke. Aku tidur di sofamu saja," tukas Sakura.

"Terserah." Sasuke duduk di tepian kasurnya.

"Terima kasih, ya? Maaf merepotkan," ucap Sakura yang sudah tiduran di sofa empuk Sasuke.

"Hm." Sasuke hanya menggumam seraya mencari posisi yang nyaman untuk tidur di ranjangnya.

Sakura tersenyum. Ia maklum dengan sifat Sasuke yang terlalu cuek padanya. Meski tanpa selimut dan dengan adanya Sasuke di sini, Sakura tidak takut lagi.

"Selamat malam, Sasuke."

***

Sakura menggeliat seraya menguap lebar. Ia mengucek matanya perlahan, lalu menguap lagi untuk kedua kalinya.

Setelah setengah sadar, Sakura menyingkirkan selimut yang terbalut di tubuhnya, lalu duduk di tepian kasur.

Tunggu, kasur? Sekarang ia tengah duduk di tepian kasur? Sakura membelalak kaget. Bagaimana bisa tiba-tiba dia ada di kasur Sasuke?

"Bagaimana bisa aku di sini? Tadi malam aku tidur di sana." Sakura menunjuk ke arah sofa di depannya dengan linglung. "Dan tiba-tiba sekarang aku ada di kasur? Mana mungkin."

Pandangan Sakura kemudian teralih pada sebuah selimut yang tergeletak di sampingnya.

"Dan aku pakai selimut? Tidak, tidak mungkin! Pasti aku bermimpi."

Sakura kembali membaringkan tubuhnya, lalu berusaha tertidur kembali. Namun ketika ia membuka matanya kembali, ia baru percaya kalau ini bukanlah mimpi.

"Apa yang terjadi tadi malam?" Sakura mencoba mengingat kejadian tadi malam. Ia tidak ingat apapun selain dongeng sindiran yang Sasuke bawakan. "Atau jangan-jangan ... Sasuke melakukan sesuatu di saat aku tidur?! Ya ampun, bagaimana ini?"

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan munculah si pemilik kamar yang sudah rapih dengan seragam sekolahnya.

"Apa?" tanya Sasuke keheranan saat ditatap horor oleh Sakura.

"Kau! Apa yang kau lakukan pada tubuhku saat aku tertidur?" tanya Sakura dengan nada penuh selidik. "Ternyata kau sama saja, ya? Brengsek."

"Apa sih?" Sasuke makin keheranan dituduh yang tidak-tidak oleh Sakura.

"Jangan pura-pura tidak tahu!" Sakura mulai melemparkan bantal ke arah Sasuke.

"Pura-pura apa?" Sasuke merunduk dan melindungi kepalanya. Sibuk menghindar dari lemparan bantal Sakura.

"Kau menyentuhku, 'kan? Kenapa tiba-tiba aku bisa ada di kasurmu? Pasti kau telah melakukan sesuatu padaku!"

"Kau ini mengigau, ya?" Sasuke mendecih kesal. "Tahu begini, lebih baik aku membiarkanmu tidur di luar."

"Oh, ya?" Kini Sakura berdiri berhadap-hadapan dengan Sasuke, menatap laki-laki itu nyalang. "Kalau tahu begini jadinya, lebih baik aku tidak tidur semalaman!"

"Susah ya? Bicara dengan perempuan gila." Sasuke menggumam malas. Tidak ingin melanjutkan perdebatan, ia pun keluar dari kamarnya lalu mengambil kunci motornya.

"Hei! Mau kemana kau?!"

"Sekolah," jawab Sasuke singkat.

Sakura melotot seraya melihat jarum jam. "Jam enam? Mau apa kau ke sekolah jam enam? Mau mengepel? Jangan coba-coba kabur!"

Tidak menjawab, Sasuke malah menyalakan mesin motornya dan menjalankannya keluar komplek. Tidak peduli meski Sakura berteriak kesetanan, Sasuke tetap pergi.

"Sakura? Kenapa teriak-teriak? Ya ampun." Izumi menghampiri Sakura yang sudah mirip seperti orang gila itu.

"Sasuke!"

"Kenapa Sasuke?"

"Dia menyentuhku, Kak!" Sakura menatap horor Izumi, membuat kakak Sasuke tertawa geli.

"Menyentuhmu? Haha, tidak mungkin. Dengar, Sasuke tidak akan berani menyentuhmu. Kecuali kalau kalian sudah menikah, itu beda lagi." Izumi menepuk-nepuk bahu Sakura.

Sakura menggeleng kuat. Ia sangat yakin, Sasuke pasti menyentuhnya tadi malam.

"Tapi kenapa aku tiba-tiba ada di kasurnya saat bangun? Padahal tadinya aku tidur di sofa, Kak. Pasti Sasuke melakukan sesuatu padaku." Mata Sakura mulai memanas. Karena ini, ia jadi teringat pada Mebuki. Ia sudah melakukan dosa besar padanya.

"Kau bicara apa sih, Sakura?" Tawa Izumi makin menjadi-jadi. "Tadi malam, Sasuke yang memintaku untuk memindahkanmu ke kasur. Sasuke pindah ke sofanya. Kebetulan aku tidak jadi pulang hari ini. Jadi, yah, kau tahu kelanjutannya."

Hati Sakura langsung mencelos. Apa benar dengan yang dikatakan Izumi barusan? Kalau iya, berarti ia telah menuduh Sasuke tidak-tidak.

"Oh, begitu. Aku minta maaf, Kak." Sakura tertunduk malu, benar-benar malu saat ini. "Padahal Sasuke sudah berbaik hati membagikan kamarnya denganku. Tapi aku? Aku malah-"

"Kau sekolah, 'kan? Cepat bersiap-siap. Nanti aku yang mengantarmu ke sekolah."

Wajah Sakura mendongak, menatap haru orang berhati malaikat di hadapannya itu.

"Serius, Kak?"

Izumi mengangguk seraya tersenyum lembut. "Iya, ayo cepat. Nanti kita terlambat."

"Siap!"

***

Fyi, sebenernya fic ini hampir selesai kubuat. Tinggal endingnya. Total part fic ini sekitar belasan atau dua puluhan.
-Maul

Eleven Days With You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang