"Bibi, setiap hari Bibi lewat sini? Tidak takut?" tanya Sakura melihat keadaan sekitar. Menyeramkan, pikir Sakura.
"Ah, tidak. Aku sudah biasa lewat sini. Tidak pernah terjadi apapun. Aish, anak muda jaman sekarang memang penakut, ya?"
Sakura tidak menjawab, karena tidak membenarkan perkataan Tsunade. Alasan ketakutannya sangatlah jelas, ia merasakan sesuatu yang menusuk di punggungnya.
"Ehm, Bi? Di sini banyak preman, tidak?" Lagi-lagi Sakura melihat sekeliling. Bahkan ia sampai menengok ke belakang.
"Preman? Ada-ada saja kau ini. Tidak ada preman."
"Bibi yakin?"
"Sangat yakin! Ayo cepat, sudah malam."
Sakura mengangguk nurut, kemudian mengikuti Tsunade dari belakang. Padahal tadinya Sakura berjalan di samping Tsunade.
"Bi, sebentar. Aku ingin menghubungi seseorang," ujar Sakura dengan raut gelisah. Tsunade malah tertawa kecil.
"Mau menghubungi siapa? Sinyal di sini agak sulit. Aku jamin, pasti pesan yang kau kirimkan akan terlambat sampai."
"Sebentar saja. Yang penting aku menghubungi orang itu." Kemudian Sakura mencari kontak Sasuke sambil mengawasi arah belakang.
"Aish, anak ini. Sangat susah untuk dinasehati. Pantas saja kau diusir oleh ibumu. Ckck."
Sakura memilih untuk tidak mengirimkan Sasuke lewat chat, malah ia lebih memilih untuk mengirimkan pesan suara.
"Sasuke? Kau dengar aku? Aku Sakura. Aku tidak bisa berlama-lama, sinyal di sini juga cukup susah. Aku tidak bisa bersuara keras sekarang, aku hanya bisa berbisik-bisik. Jadi tolong, dengarkan aku baik-baik."
Tsunade hanya geleng-geleng melihatnya. Tidak habis pikir dengan kelakuan Sakura saat ini.
"Aish, anak ini."
"Jika dalam 15 menit aku tidak menghubungimu, tolong ke tempatku secepatnya. Sekarang aku di jalan dekat Sungai Konoha, pukul 22:10. Ada seorang nenek bersamaku."
Tsunade melotot. Nenek? Sakura baru saja memanggilnya ... nenek?! Tidak bisa dibiarkan!
"Jangan memanggilku nenek!" geram Tsunade dengan muka sangar di hadapan Sakura.
Sakura meringis, kemudian melanjutkan pesan suara itu.
"Oh ya, satu lagi. Aku minta maaf atas kejadian akhir-akhir ini," ucap Sakura sebagai penutup dari pesan suara itu.
Setelah itu, Sakura menghela napasnya pelan. Kemudian menatap Tsunade lembut.
"Ayo, Bi. Kita pulang. Bibi di depan, ya? Aku di belakang."
"Aish, terserah kau saja lah," gerutu Tsunade untuk kesekian kalinya. Ia pun berjalan mendahului Sakura.
"Oh ya, nama bibi siapa?"
"Tsunade." Nenek itu tersenyum di sela-sela jawabannya. Setelah itu, keduanya saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing.
Tidak terasa, Tsunade tidak menyadari kalau Sakura tertinggal jauh di belakangnya.
Sakura tersenyum melihat punggung Tsunade. Kemudian senyumnya luntur ketika mendapati seorang pria tengah berdiri di belakangnya.
"Ternyata benar, ada yang menguntit kami," ujar Sakura setenang mungkin.
Orang itu tertawa, memperlihatkan gigi putihnya yang bersinar di gelapnya malam.
"Haha, ternyata kau menyadarinya, eh? Hebat juga, kau menyelamatkan nenek itu."
Tangan Sakura gemetar, namun ia tidak boleh lengah. "Apa maumu?"
"Uang, itu saja."
"Kalau begitu, kau bisa cari uang itu, 'kan?"
Pria itu malah tertawa kesetanan mendengar saran Sakura. "Aku sedang mencari uang, dan aku sudah menemukannya ... di nenek itu."
Sakura menggerutukkan giginya kesal. Ini tidak bisa dibiarkan! Ia harus bertindak, atau nyawa Tsunade akan melayang.
"Eh? Kemana anak itu?" gumam Tsunade menyadari Sakura tidak mengikutinya. Akhirnya, Tsunade berlari ke belakang untuk mencari Sakura.
Di saat pencarian, Tsunade terkejut bukan main ketika melihat seorang pria tengah memeluk Sakura.
"Hei! Apa yang kau laku-"
Pria itu pun melepas pelukannya dari Sakura. Bersamaan dengan itu, Sakura langsung ambruk begitu saja. Pria itu langsung kabur.
Tsunade berteriak dan berlari menghampiri tubuh Sakura yang terkulai lemah di jalanan. Darah dari tubuh perempuan itu mulai menjalar kemana-mana.
Mata Tsunade membelalak, ketika menyadari sesuatu yang buruk terjadi pada Sakura.
Sakura tidak dipeluk pria itu, Sakura tidak dilecehkan pria itu. Tapi Sakura baru saja ditikam oleh pria itu.
***