"Ini diminum obatnya! Susah payah aku membelinya. Rumah saja yang besar, tapi cari apotek saja susahnya minta ampun," omel Sakura pulang-pulang dari apotek.
"Suruh siapa beli obat?" tanya Sasuke yang sebenarnya terbangun gara-gara suara toa Sakura.
"Ck, minum! Butuh perjuangan tahu membelinya."
"Belum makan."
"Kenapa belum makan?"
"Dia sudah kusuruh makan, tapi tidak mau," ujar Izumi menimpali. "Coba kau yang suapi, Sakura. Siapa tahu dia mau."
Sakura tertawa geli. "Disuapi Kak Izumi saja dia tidak mau, apalagi kusuapi."
"Kau 'kan pawangnya, Sakura. Pasti dia menurut. Percayalah," celetuk Izumi. Sakura malah senyum-senyum tidak jelas.
"Oke, aku akan buatkan makanan."
"JANGAN!" teriak Uchiha bersaudara bersamaan.
***
"Ayo dibuka mulutnya! Aaa ... pesawat datang!" Sakura menggerak-gerakkan sendok yang berisi bubur ke atas-bawah.
Sasuke menatap sendok itu jengah. "Ck, apa-apaan itu?! Aku bukan anak kecil lagi!"
"Kalau kau lagi sakit, mirip seperti anak kecil tahu. Makan saja susahnya minta ampun. Mau sok-sokan diet, hah?"
"Ck, tapi ini suapan terakhir."
"Iya, suapan terakhir. Buka dulu mulutnya!"
"Tidak ada pesawat-pesawatan!"
"Iya, cerewet! Cepat buka mulutnya!"
Dengan terpaksa, Sasuke memakan suapan terakhir bubur itu dan menelannya begitu saja. Sakura tersenyum puas.
"Habis ini minum obat, ya? Sirup, tapi agak pahit."
"Hm."
Sakura membuka dan menuangkan obat itu ke sendok. Tanpa ia sadari, Sasuke memperhatikan gerak-gerik Sakura. Entah mengapa, hatinya jadi menghangat ketika mendapat perlakuan seperti ini.
"Ini diminum. Mau pakai pesawat lagi?"
Sasuke mendengus geli, kemudian merebut sendok itu dari Sakura. "Tidak usah."
"Habis ini istirahat, jangan jalan-jalan. Pokoknya kau harus tetap tiduran di sini!"
"Ck, iya. Kau ini kenapa cerewet sekali, sih?"
Sakura tersenyum, kemudian berkacak pinggang. "Cita-citaku ingin menjadi perawat. Aku harus latihan dari sekarang. Dan kau ... adalah objek latihanku!"
Sasuke tidak kesal, justru ia malah tertawa geli saat ini. "Haha, jadi aku ini objek percobaan? Jahat."
Tentu saja Sakura terkejut karena baru pertama ini Sasuke tertawa seperti itu.
"Oh, kau bisa tertawa juga, ya? Sudah kubilang, 'kan? Aku ini orang yang menyenangkan." Sakura tertawa puas.
Sasuke tertohok, lalu diam. Benarkah barusan ia tertawa? Sasuke tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
"Aku tidak tersenyum. Kau salah lihat." Sasuke memalingkan wajahnya yang masih memanas karena suhu tubuhnya yang tidak normal itu.
"Aku tidak salah lihat! Kau tersenyum, seperti ini!" Lalu Sakura memeragakan cara Sasuke tersenyum.
"Kau salah lihat."
"Aku tidak salah lihat!"
"Mau aku gelitiki, hm?"
Raut wajah Sakura langsung jadi horor. "Tidak mau! Awas jangan dekat-dekat! Aku macan! Kugigit kau!"
Terlambat, sebelum Sakura kabur, Sasuke sudah menariknya lebih dulu ke kasur. Lalu menggelitiki perut Sakura habis-habisan.
"Mana macan, hm? Katanya macan." Sasuke tetap menggelitiki Sakura, meski perempuan itu menjerit minta ampun.
"Ampun, haha! Geli, sialan!"
"Coba lawan aku, katanya macan."
"Macan bohongan maksudku. Masa macan asli. Aduh, geli, Sasuke!"
Adegan membahagiakan itu tidak berlangsung lama. Karena tidak ada yang menduga, ada seseorang yang memasuki kamar Sasuke saat ini.
"Oh, ini ya, yang katanya sakit? Bukannya tidur malah main-main di kasur," ujar Ino dengan sinis. Sasuke langsung terlonjak kaget dan mendorong tubuh Sakura hingga terjungkal.
"I-Ino? Kau di sini?" tanya Sasuke kikuk. Ia pun berdiri dan mendekati Ino yang terlihat menyeramkan saat ini. "Kenapa tidak telpon dulu?"
"Memangnya kenapa kalau aku tidak telpon? Takut ketahuan 'bermain' dengan pacar gelapmu itu?" Ino menunjuk Sakura yang tidak tahu apapun.
"Dia bukan pacarku! Pacarku itu hanya kau! Kau, Ino!"
"Bohong! Dia sendiri yang bilang kalau kalian pacaran!" bentak Ino habis-habisan. Sasuke menatapnya tak percaya.
"Kau dengar dari siapa? Kami tidak pacaran!"
"Perempuan ini yang mengatakannya pada Naruto! Dia bilang kalau dia adalah pacarmu!"
"Hah?" Kini giliran Sasuke yang menatap Sakura tak percaya. "Benar apa yang Ino katakan? Kau mengaku sebagai pacarku pada Naruto?"
Sakura menggigit bibirnya keras. Ini semua salah paham. Padahal niatannya hanyalah untuk bercanda saja. Tapi kenapa malah jadi seperti ini?
"Y-ya begitu. Tapi aku hanya bercanda. Haha."
Ino mendecih, menatap jijik Sakura. "Sudah kubilang, 'kan? Jangan dekat-dekat dengan perempuan lagi, Sasuke! Tapi apa ini?"
"Tapi itu cuma salah paham, Ino," ujar Sasuke berusaha membuat Ino mengerti.
"Iya, kesalahan!" timpal Sakura.
"Diam kau!" teriak Ino pada Sakura. "Aku tidak memintamu untuk berbicara, dasar PHO!"
"PHO?!" Mata Sakura langsung melotot, marah bukan main. "Hey! Aku bukan PHO!"
Ino berjalan mendekati Sasuke, kemudian tersenyum padanya. "Pokoknya aku mau putus denganmu, Sasuke."
"Apa? Putus?! Tidak! Tidak ada kata putus dalam hubungan kita!" Sasuke berusaha menggenggam tangan Ino, namun perempuan itu malah menolaknya.
"Aku pergi, Sasuke. Berbahagialah dengan perempuan itu." Setelah mengatakan itu, Ino berlari keluar dari rumah Sasuke dengan tangisan yang menggema.
"Tidak, Ino! Jangan pergi! Tunggu!" Sasuke berusaha mengejar Ino, tapi terlambat. Perempuan itu sudah pergi dengan mobilnya.
"Dia sudah pergi?" tanya Sakura berhasil menyusul Sasuke.
"DIAM!" Sasuke membentak Sakura habis-habisan, lalu menyalahkannya dengan membabi buta. "Semuanya jadi kacau! Gara-gara kau, semuanya jadi kacau!"
"Maaf, Sasuke. Tapi semua ini memang murni kesalahan."
"Iya, kesalahanmu! Kau hancurkan semuanya! Puas?"
"Tapi-"
"Keluar! Keluar dari rumahku! Dan jangan pernah kembali lagi!" teriak Sasuke. Sakura hendak protes, namun tangannya digeret Sasuke keluar dari rumahnya.
"Kau gila, ya?! Kau mengusirku?"
"Iya, aku mengusirmu!"
"Hei, ada apa ini?! Kau tidak bisa mengusirnya, Sasuke!" ujar Izumi yang kemudian menarik Sakura ke pelukannya. Dan Sakura sedikit terisak di pelukan Izumi.
"Aku tidak mau tahu. Izumi, ayo masuk." Sasuke menarik masuk Izumi. Tadinya Izumi berontak, namun kekuatan Sasuke yang sedang sakit itu tidaklah lemah sama sekali.
Dan kini Sakura termenung di luar kediaman Uchiha. Bingung harus berbuat apa. Bingung harus ke mana. Karena ia tidak punya tempat pulang selain di sini.
***