Shall I stay would it be a sin?... If I can’t help falling in love with you...
Like a river flows to the sea, so it goes something are meant to be...Buuk. Nindi menjatuhkan buku yang dipegangnya dengan keras. Konsentrasinya buyar sudah. Emosinya meluap, tumpah, sebentar lagi pasti membanjiri kantornya dan menenggelamkan semua yang ada di dekatnya. Lagu lawas yang sangat indah memang, tapi sayangnya anak-anak itu menyetel volume terlalu keras, dan versi lagu yang dipilih adalah versi A-Teens. Bukan lagu yang cocok untuk berdansa melainkan lagu yang lebih pas untuk jejingkrakan.
Terlebih lagi Nindi jengkel mendengar liriknya, saat ini. Saat dia berharap bisa merasakan jatuh cinta lagi setelah setahun lebih hatinya terasa kebas. Sepertinya murid-muridnya memang sengaja menyetel lagu itu untuk menyindir nya.
“Keterlaluan anak-anak itu.” Dengan muka memerah menahan amarah, Nindi mengepalkan tangannya dan berjalan kaku meninggalkan mejanya tanpa menghiraukan panggilan dari rekan-rekannya.
“Bu Nindi, mau kemana?.”
“Nin, kamu mau nyamperin mereka?.”
“Mba Nin, eling mba... Jangan gegabah.” Semua seruan tak dihiraukannya, Nindi terus berjalan dengan sorot mata yang menakutkan, bahkan kucing kesayangan pak Mulek sang Raja Sekolah sampai ngibrit melihat ekspresi Nindi yang seperti akan menelan hidup-hidup semua yang menghalanginya.
“Anak-anak pengacau. Dasar berandalan.” Dengan satu dobrakan kasar, pintu jati di depannya terbuka lebar. Semua yang di dalamnya menatap Nindi dengan wajah datar tanpa merasa bersalah. Dengan menarik nafas berat, dan menghembuskan nya kencang. Nindi menatap satu persatu wajah-wajah sok suci di hadapannya sebelum satu auman singa kelaparan keluar dari mulutnya.
“SIAPA YANG SETEL MUSIK KERAS-KERAS DI JAM PELAJARAAAAAAAAAAAN???.”
**
Dooor. Dooor. Dooor. Suara bising yang keluar dari pelatuk berjenis Pindad G2 Elite saling bersahutan. Bidikan yang teratur dan terampil membuat sasaran bulat dari plat besi di kejauhan 20 meter tersebut bolong di satu titik. Tepat di tengah. Sang penembak seakan tidak pernah puas dengan satu tembakan saja, berkali-kali plat besi tersebut harus menerima tembakan tepat sasaran yang penuh dengan emosi terarah. Sampai puas dan keringat mengalir di pelipisnya, pria berdada tegap itu menghela nafas pendek dan menyarungkan kembali senjatanya.
Plok. Plok. Plok. Suara tepuk tangan dari arah belakang nya membuat Evan menoleh cepat. Sepasang wajah riang dengan senyum lebar sudah menunggu di sana.
“Makin hari skill nembak loe makin ganas ya.”
“Ngapain loe disini? Bukannya loe masih dalam masa hukuman?.” Ucapan Evan membuat senyum di wajah Aldi mengendur. Evan terbahak melihat wajah temannya mengkerut.
“Hahaha... Kenapa loe cemberut macam nenek-nenek kehilangan sirih begitu.”
“Hah, sial loe. Seneng banget rupanya ngejek gue.”
“Siapa yang ngejek bro, gue kan nanya apa adanya aja. Kayaknya loe menggunakan koneksi loe lagi buat kabur ya.” Kilah Evan sambil membuka kacamata dan memasukkan penyumbat telinga nya ke dalam ransel hitamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Find a Way
General FictionEvan mengamit jemari Nindi dan membawa ke dadanya. "Nin... Aku tahu aku salah udah berbohong sama kamu. Please, maafin aku Nin... aku cuma nggak ingin membuat kamu khawatir." Terlambat. Nindi menarik jemarinya dari genggaman Evan. "Van... Aku pal...