6. No doubt it's look so beautiful

79 5 4
                                    

Pasir putih, kicauan burung, semilir angin, dan hamparan lautan biru seluas mata memandang di suasana yang sunyi dan tenang. Apalagi yang ia butuhkan selain semua kombinasi sempurna ini yang diberikan alam padanya?.

Tiga hari ini Nindi masih sering mencubit dirinya tiap bangun tidur, ketika pagi ia membuka mata, suara deru ombak terdengar jelas dari dalam kamarnya, dan saat membuka jendela, pemandangan yang sangat indah terbentang di depan mata.

Nindi pikir ia bermimpi, mimpi yang sangat indah. Namun rasa sakit cubitan di kulitnya selalu mampu menyadarkan nya bahwa ini adalah nyata. Ia berada seorang diri tanpa sanak keluarga, tanpa sahabat-sahabatnya, jauh dari rumah dan semua kehidupan sosialita nya.

Nindi sangat menikmati waktu sendirinya seperti ini. Terisolir dari dunia metropolitan yang hingar bingar ternyata sangat menyenangkan. Tidak perlu memusingkan apapun. Just enjoy your time... Enjoy your life as you want...

“Sruuuutt.” Nindi menyeruput kelapa muda kedua nya siang ini. Ia kini sedang berjemur sambil mendengarkan mp3 di telinganya. Sedikit hiburan dari dunia modern yang masih bisa dinikmatinya di pulau ini.

“Ternyata berjemur menyenangkan. Aahhh...” Ujar Nindi seraya membentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Merasakan hembusan angin yang menerpa kulitnya. Sangat menyejukan. Sejujurnya ia tidak benar-benar berjemur, terbukti sebelum ke pantai, ia mengoleskan banyak sekali sunblock ke seluruh tubuhnya, tidak terlewatkan satu inci pun. Ia masih mencintai kulit kuning langsatnya. Alas tikar yang ada di ruang tengah pondok nya ia bawa ke pantai sebagai alas tidur siangnya. Ya, sejak kemarin, Nindi mengharuskan dirinya tidur siang di tepi pantai atau laguna. Ia menyukai udara yang tidak terik namun banyak angin, hingga ia seperti dinanabobokan.

“Whooaaa...” Kantuk kembali datang. Bila di Tangerang, ia tidak bisa semenit pun punya waktu untuk tidur siang, memikirkannya saja tidak. Aahh andai hidupnya bisa terus setenang dan senyaman ini. Batin Nindi.

Tidak perlu waktu lama bagi Nindi untuk bisa larut dalam kantuk, dan beberapa menit kemudian ia telah tertidur pulas. Dengan kacamata rayben dan topi lebar dengan pita besar yang tersangkut di kepalanya, Nindi terlelap ke dalam dunia mimpi. Hingga tanpa terasa hari sudah menjelang sore dan sesuatu mengguncang badannya. Nindi terjaga dari tidurnya. Ia menoleh ke samping. Dua orang anak kecil tersenyum lebar padanya.

“Kalian?.” Nindi mencoba menebak wajah asing yang ada di depannya itu. Mungkin saja salah satu dari bocah-bocah yang sering mengikutinya bila ia berjalan dari pantai ke pondok ataupun sebaliknya. Namun saat sudah di pantai, bocah-bocah itu seakan mengerti dan berlarian meninggalkan Nindi yang memang sangat ingin menyendiri.

“Halo bu Nindi. Saya Ratna.” Ujar anak perempuan dengan lesung pipi. “Saya Rio bu guru.” Ujar anak lelaki yang bergigi kelinci di depannya itu. Nindi memandang keduanya dengan bingung. Tahu darimana mereka nama ku? Dan mau ngapain mereka disini?.

“Maaf ganggu tidur siang bu guru.” Suara Bahri yang sudah akrab di telinga menyusul, menjelaskan semua. “Mereka anak-anak saya. Ratna dan Rio. Mereka sedang liburan disini.” Jelas Bahri lalu menggandeng tangan putra-putrinya tersebut. ‘Oohhh...” Nindi ber-O lebar. Jadi ini anak-anak pak Bahri yang diceritakannya itu. Bahri memang berdagang di Lebayah, tapi istri dan anak-anaknya semua ada di Tarempa. Karena fasilitas umum di Tarempa lebih lengkap. Bahri sendiri pulang kerumahnya hanya seminggu sekali.

“Memangnya Ratna dan Rio sudah selesai ujian?.” Tanya Nindi mengalihkan pandangannya kepada dua bocah yang masih asyik mengamatinya. Keduanya mengangguk berbarengan. “Ya Bu.” Nindi tersenyum manis.

“Bagus. Semoga hasilnya memuaskan ya.”

“Mereka selalu rajin belajar bu, tapi mereka selalu nggak sabar nunggu hari libur.” Ujar Bahri.

Love Will Find a WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang