23: Yang Bisa Membatalkannya

2.1K 509 73
                                    

"Dua mata saya, yang makin memanas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dua mata saya, yang makin memanas. Dua kaki saya, ingin segera berlari. Dua kuping saya, yang kiri dan kanan. Satu mulut saya, sangat ingin mengumpat!"

 Satu mulut saya, sangat ingin mengumpat!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


HENING.

Sudah lima menit lewat dan masih saja hening. Tidak Zena, tidak ayahnya ataupun Mas Daniel mau buka suara. Terlebih untuk Zena yang sebetulnya masih kaget dan kesal dengan perkembangan ini.

Zena menarik napas dalam-dalam. Ia melirik Mas Daniel yang sialnya terlihat berlipat-lipat lebih tampan dibalut kemeja putih sederhana dan celana hitam.

See? Betul 'kan intuisinya kalau Mas Daniel bisa jadi Daniel Altezza Putra yang mbah Google maksud sebagai kepalanya Putra Construction? Persetan dengan argumen Yuli kalau Tuhan itu adil. Tuhan memang adil, tapi kapan sih dunia itu adil?

Jadi teringat waktu di mana ia blak-blakan mengatai yang punya Putra Construction adalah om-om buntel berewokan bin jelek di depan Mas Daniel. Memalukan!

Zena memejamkan matanya perlahan sambil menggigiti bibirnya.

Sekarang semuanya masuk akal. Mas Daniel yang bekerja di Putra Construction, Mas Daniel yang lulus kuliah, Mas Daniel yang tak pernah bisa menemaninya fitting baju pengantin, Mas Daniel yang mau nikah, dan Mazda malam itu. Sekarang Zena mengerti.

Dari awal Mas Daniel pasti sudah bersekongkol dengan ayahnya. Lalu dengan cermatnya mereka membuat seakan-akan pertemuan keduanya adalah sebuah kebetulan.

Ya Tuhan, begitu banyak umpatan yang ingin Zena lampiaskan di depan muka Mas Daniel. Bukan karena ia sudah ditipu, well, partly karena itu juga, tapi lebih lagi karena ia merasa bahwa hati dan perasaannya sudah dipermainkan.

Sialan. Rasanya skenario tunggal yang ia sutradarai selama ini seperti drama anjlok murahan dibanding suntingan dua cumi-cumi di depannya.

Tanpa basa-basi lebih dulu, Zena langsung mengeluarkan dokumen beasiswa pemberian Donghan kemarin, mengentakkannya dengan sengaja di atas meja. Lalu ia menarik napas dalam-dalam sebelum buka suara.

Selengean ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang