31: Es Campur

2.1K 454 56
                                    

"Gelang sipaku gelang gelang si ramai ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gelang sipaku gelang gelang si ramai ramai. Mari pulang marilah pulang marilah pulang bersama-sama"

 Mari pulang marilah pulang marilah pulang bersama-sama"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iya, bagus. Terus, lanjutkan. Senyum saja lagi. Tidak perlu yang tipis malu-malu begitu, sekalian saja yang lebar, kalau perlu sampai gigi-giginya terlihat semua.

Zena melemparkan pandangannya dan seterusnya mendengus saking jengkelnya. Dasar Mas Daniel genit! Senang ya, dikelilingi cewek-cewek muda yang parasnya wow sekali. Belum lagi mereka dibalut pakaian serba terbuka begitu. Permisi deh, mbak, situ mau ngampus atau mau lelang badan? Sedangkan Zena jelas-jelas dibungkus sweater dan celana gombrang, sudah persis ondel-ondel di tanah abang. Heran. Mereka tidak takut masuk angin kah?

"Hei, ngelamun aja." Teguran Daniel membuyarkan pikiran Zena. "Seminarnya udah selese, loh. Nggak jadi jalan-jalan liat kampus?" tanya Daniel dengan semangat.

Sialan. Kenapa Mas Daniel terlihat semangat sekali? Ini pasti gara-gara cewek-cewek. Huh, dasar!

Zena kembali mendengus lalu beranjak dari kursi, mengabaikan Daniel yang buru-buru berlari menyamakan tapak kaki mereka.

Kalau menurut rencana awal nih, harusnya hari ini ia menjelajahi kampus bersama Donghan. Tapi entah kenapa Mas Daniel bersikeras kalau dia yang akan menemaninya hari ini.

Senang? Well, iya sih.

Sebal? Sangat!

Zena sudah mewanti-wanti kalau nantinya pasti akan begini. Muka-muka jenis Mas Daniel mana mungkin lepas dari radar cewek-cewek modis di sini. Mana gadis- gadis di sini ganasnya sebelas duabelas dengan singa kelaparan pula.

"Kalo ngeliat denah sih, studio kamu nggak terlalu jauh dari campus centre... terus seberangnya langsung-oh hi!"

Rem cakram di kaki Zena lagi-lagi seperti aktif dengan sendirinya. Leher Zena pun sudah menoleh secara otomatis ke arah suara barusan.

Tuh 'kan si kampret malah senyum lagi!

Iya, iya. Zena mengerti kalau senyum itu ibadah. Tapi ayolah, sebatas senyum saja seharusnya, tidak perlu sampai berbincang-bincang panjang lebar begitu!

Selengean ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang