"Dengan sabar aku menunggu perubahanmu."
-Patiently-
❤ ❤ ❤
Sheila berlari dari ruang satu ke ruang dua mencari ruangan yang akan ditempatinya mengisi soal OSN. Di SMP yang luas itu, ia tak tahu akan pergi ke ruangan yang mana lagi karena ia sudah panik dan hanya tinggal ialah yang masih berlari-larian di koridor sedangkan yang lainnya sudah masuk ke ruangan dan mengisi soal.
Gadis dengan rok biru sependek mata kaki itu sudah berulang kali melihat kertas berisikan nama peserta yang ditempel di setiap jendela kelas yang ada.
"Haduh ruangan ku di mana sih?" tanya Sheila pada dirinya sendiri sambil berjinjit untuk membaca nama peserta di kertas yang tertera di jendela.
Kemudian gadis itu berlari lagi ke kelas sebelah, melakukan hal yang sama. Ada beberapa hal yang membuatnya terlambat mencari ruangannya, termasuk karena menemani sahabatnya, yakni Ardiaz sampai masuk ke ruangan pengisian soal OSN bidang study matematika, padahal Sheila bidang study IPA.
"Nah, ini ada!" Akhirnya Sheila menemukan namanya di urutan ke sebelas di kertas itu. Dengan sigap ia melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas tersebut untuk segera mengisi soal karena sudah lebih dari sepuluh menit ia terlambat.
Sheila pun masuk dengan berlari sangat kencang. "Assalamu'alaikum pak pengawas, saya Sheila, anak yang belum masuk ke kelas in--"
Buk!
Ucapan Sheila terpotong begitu dirinya menabrak seseorang yang hendak keluar dari ruangan kelas. Gadis itu sudah berusaha untuk menghentikan langkahnya hingga hampir terpeleset namun percuma.
"Eh-mp!"
Sheila menabrak laki-laki di depannya dengan badan yang sedikit condong ke samping serta kedua tangan yang menahan bahu laki-laki itu agar tubuh mereka tidak bersentuhan.
Untungnya yang dijadikan tumpuan tidak terhuyung ke belakang, sehingga keduanya tetap berdiri. Tetapi di detik setelahnya, rambut panjang Sheila yang tergerai tiba-tiba terhempas ke depan dan mendarat di mulut laki-laki beralis tebal itu.
"Iiiiih!" seru semua peserta di dalam ruangan yang menyaksikan sekilas peristiwa itu.
"Hppeh!" Laki-laki yang ditabrak itu segera menghempaskan rambut Sheila yang sempat mendarat di mulutnya. "Punya mata nggak?" tanyanya, tegas. Tatapan matanya begitu tajam nan mengerikan bagi Sheila.
"Aduh, maaf tadi saya buru-buru banget nyari ruangan sampai masuk pun nggak liat baik-baik kalau ada orang yang baru aja mau keluar," ujar Sheila, refleks mengusap pipi laki-laki di depannya dengan kedua tangan, cukup kasar.
Sang pemilik wajah berpaling. "Minggir!" Ia mendorong bahu Sheila agar segera pindah dari hadapannya.
"Maaf ya!" seru Sheila bertepatan dengan keluarnya cowok itu dari ruangan.
Saat itu juga mata Sheila langsung tertuju ke benda kecil di samping kakinya. Itu sebuah pulpen yang baru saja jatuh dari dalam tas milik laki-laki tadi.
"Hm...." Ia sempat bingung harus memanggil anak itu dengan sebutan apa. "Kak, pulpennya ketinggalan!" pekiknya sambil melangkahkan kaki keluar kelas, berniat untuk memberikan pulpen itu.
"Diam woy!" sahut seluruh peserta ke Sheila yang hendak keluar.
Sang pengawas pun menghampiri Sheila. "Kasihnya nanti aja, sekarang kamu kerjakan soal OSN dulu."
Perkataan pengawas membuat Sheila megurungkan niatnya. Dengan jari yang tetap menggegam pulpen tersebut, ia berjalan menuju kursi, hendak mengerjakan soal. Saat ini, meraih gelar juara OSN lebih penting ketimbang harus mengembalikan pulpen itu. Lagipula, anak laki-laki tadi seolah tak peduli dengan pulpennya karena ketika Sheila teriak, ia sama sekali tidak menoleh.
"Sebentar." Sheila melihat peraturan untuk mengerjakan yang tertera di lembaran soal. "Loh, harus pake pulpen ya pak?" tanyanya pada pengawas, membuat seluruh peserta dalam ruangan terganggu.
"Kalau ada perintahnya di situ, berarti iyalah!" sahut salah seorang siswa dari belakang.
Ada hal yang membuat Sheila gelisah, ia sama sekali tak membawa pulpen. Ia kira, soal OSN ini dikerjakan menggunakan pensil. Bagaimana bisa ia seceroboh ini sampai lupa untuk membawa pulpen?
Sheila ragu untuk meminjam pulpen, takut jika ia akan dimarahi untuk ke sekian kalinya dalam ruangan ini.
Tiba-tiba, ia teringat dengan suatu barang.
Pulpen cowok tadi! batinnya.
Tak ada jalan lain, yang bisa Sheila lakukan hanyalah menggunakan pulpen laki-laki yang ia tabrak tadi. Saat mengerjakan, Sheila menyadari bahwa pulpen itu adalah pulpen yang tintanya tebal dan cukup mahal.
Daniyal.
Itulah nama yang tertera di pulpen tersebut. Sehabis mengerjakan soal Sheila berjanji akan mengembalikan pulpen itu ke pemiliknya.
Jika mereka kembali bertemu.
Hehehe, pinjam dulu ya, batin Sheila saat mulai mengerjakan soal.
= Patiently =
Semoga kalian suka, Aamiin. Kurang lebihnya mohon maaf ya🙏.
Pastikan follow aku dulu sebelum masukkan ke library, nanti kena masalah selama baca loh.
InsyaAllah baca 10 bab baru kalian tertarik. Jangan lupa tinggalin vote dan komennya yo, ditunggu :)
Ps. published first time: 02-02-2018
republish: 12-06-2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patiently
Teen FictionBagaimana jika orang yang kau cintai, tiba-tiba menusukmu dari belakang? Bersikap manis di saat ada maunya, lalu menjatuhkanmu ketika kau masuk dalam perangkapnya. Sakitnya pasti tidak bisa dijelaskan. Seperti Sheila yang menghadapi banyak hal baru...