Gladis mengetuk pintu rumah bernuansa jingga itu. Senyuman semringah mengembang di wajahnya karena sangat bersemangat untuk bertemu dengan Sheila dan menceritakan semuanya. Namun, ia sama sekali tidak mendengarkan suara siapapun dari dalam.
Gladis mengetuk pintu memanggil nama Sheila lagi. Sesekali ia mengintip ke jendela tepat di samping pintu, memastikan rumah ini masih ada penghuninya. Tapi, suara respons seseorang yang Gladis harapkan tak kunjung terdengar. Gadis itu pun berjalan menuju toko alat tulis samping rumah Sheila.
Namun, toko tersebut tutup. Gladis mengangkat ponselnya dari saku dan mulai mengetikkan sebuah pesan yang ia kirim ke Sheila.
La, lo di mana? Gue di depan rumah lo sekarang.
Suara motor terdengar dari kejauhan dan berhenti tepat di depan toko alat tulis Sheila, membuat Gladis mendongakkan kepalanya. Ia menatap Daniel yang baru saja membuka kaca helmnya dengan tatapan tidak percaya.
"Dis!"
Gladis mulai deg-degan. Pasalnya, ini kali pertama Daniel menyebut namanya. Bagaimana bisa kakak kelasnya itu tahu namanya? Apakah Sheila pernah cerita? Atau Daniel sudah tahu bahwa Gladis sering memata-matainya?
"Dis!" panggil Daniel lagi disertai dengan helaan napas gusar.
Gladis membuyarkan lamunannya dan kembali fokus menatap Daniel. Ia pun tersenyum canggung. "Iya?"
"Tuh rumah, ada orangnya?"
MasyaAllah suaranya....
Gladis menoleh ke rumah Sheila, memastikan bahwa pemilik rumah itu sedang pergi. "Kayaknya pergi deh kak."
"Oh." Daniel kembali menutup kaca pada helmnya dan hendak menjalankan motornya.
"Emang ada ap––" Baru saja Gladis hendak bertanya, motor Daniel sudah melaju meninggalkannya. Gadis itu memasang wajah melasnya sambil berjalan menjauh dari pekarangan rumah Sheila.
Tiba-tiba sebuah mobil datang dari arah luar, itu mobil milik ayah kandung Sheila. Gladis pun tersenyum semringah karena untungnya ia belum beranjak jauh dari sana. Ia pun menghampiri mobil tersebut dan menunggu Sheila keluar.
"Eh Dis," ujar Sheila ketika baru saja keluar dari mobil, "udah lama nunggunya?"
"Mayan."
Entah mengapa dibenak Sheila terselip suatu pertanyaan yang tidak mungkin terjadi. Tapi, karena menurutnya pertanyaan tersebut tidak nyambung dan mustahil, Sheila pun mengubah pertanyaannya menjadi, "Tadi ada orang ke sini?"
Gladis menggeleng. "Enggak." Ia tidak mau temannya itu tahu, karena menurutnya tidak penting.
"Ada apa ke sini?" Sheila mengarahkan Gladis untuk melangkah masuk ke dalam rumah setelah menyalimi ayahnya yang akan pulang ke rumahnya sendiri.
"Gue cuma mau cerita seputar pacar aja," ujar Gladis yang setelah masuk ke rumah langsung berjalan menuju tangga menuju kamar Sheila tanpa dipersilakan.
Sheila yang terlihat heran itu tidak terlalu memikirkan kelakuan Gladis, hal itu sudah biasa terjadi. "Pacar?"
"Seputar Bang Manu."
"Hah? Bang burung?"
"Manu Rios, lah!" Gladis langsung membuka pintu kamar Sheila seakan dialah pemiliknya. "Ayo masuk La! Gua bakal anggap kayak kamar sendiri."
Sheila hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan senyuman mengembang di wajahnya. "Dasar lo, Dis!"
Sheila membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi telungkup sedangkan Gladis duduk di tepi kasur seraya memeluk boneka panda Sheila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patiently
أدب المراهقينBagaimana jika orang yang kau cintai, tiba-tiba menusukmu dari belakang? Bersikap manis di saat ada maunya, lalu menjatuhkanmu ketika kau masuk dalam perangkapnya. Sakitnya pasti tidak bisa dijelaskan. Seperti Sheila yang menghadapi banyak hal baru...