14. Perubahan

3.2K 242 6
                                    

Sheila berjalan masuk ke kelas seraya menghela napas berat. Di saat sudah mulai menyesuaikan dengan keadaan dan mulai semangat untuk ikut lomba, Sheila malah dikeluarkan.

Ia kecewa. Kejadian yang dialaminya sama seperti pepatah 'Ditinggal saat lagi sayang-sayangnya'. Tetapi kasusnya kali ini Sheila yang sudah nyaman masuk tim, malah dikeluarkan.

Gladis menyambut Sheila dengan alis menaut. Gadis itu tersenyum miring seraya menghela napas kasar. Tak lama, ia mengusap punggung sahabatnya itu.

"Yang sabar La."

Sheila hanya mengangguk seraya mendudukkan dirinya di bangku. Badmood, sekiranya itulah alasan Sheila terlihat lesu hari ini. Ia pun mulai meraih novel di dalam lacinya yang selalu dibacanya di saat dalam keadaan darurat seperti sekarang.

Tak lama, Ardiaz kembali duduk di bangkunya yang bersampingan dengan Sheila. Ia terlihat rileks, mungkin karena tim futsalnya menang di pertandingan antar sekolah kemarin.

Pandangan matanya teralihkan begitu mendengar beberapa helaan napas Sheila. Dalam satu menit, gadis itu bisa lima kali menghela napas.

Ardiaz mulai merasa sedikit iba dengan mantan pacarnya ini. Di saat gadis itu membutuhkan seseorang, Ardiaz malah memutuskan hubungan mereka.

Tanpa disadari Ardiaz tersenyum miring menatap Sheila dengan tatapan kosong. Ia merasa seperti tokoh antagonis dalam kehidupan Sheila sekarang.

Tiba-tiba terdengar tawa Sheila. Ia tertawa bukan karena membaca salah satu bab dalam novel tersebut. Ia pun melambaikan tangan di depan wajah Ardiaz, membuyarkan lamunannya.

"Lo kenapa?" tanya Sheila dengan tawa yang tertahan. "Mirip kayak Aldo pas lagi ngayal aja."

Aldo adalah adik sepupu Sheila yang dulunya sering berkunjung ke rumah. Anak itu menggemaskan. Bahkan Diaz adalah orang yang paling usil ke Aldo. Mulai dari merebut mainan, mengacak rambut, hingga mempelorotkan celananya. Minta disleding memang.

Ardiaz pun tertawa begitu mendengar nama Aldo. "Kenapa mirip? Apa karena gue yang keseringan usil ke dia, makanya mirip?"

Sheila tertawa lagi. "Mungkin."

"Ke mana anak itu sekarang? Tumben nggak ke rumah. Gua kangen jadinya."

"Cie kangen. Sibuk katanya, dia 'kan baru masuk sekolah," ujar Sheila.

"TK doang padahal, bukan SMA." Keduanya pun tertawa lagi.

Pembicaraan ini mulai berlanjut dan semakin lancar. Keduanya perlahan tenggelam dalam pembicaraan yang sudah lama tak pernah dilakukannya. Tenggelam semakin ke dalam, hingga mereka tak menyadari status mereka sekarang.

Dan tentunya tidak menyadari keadaan Gladis juga. Gadis itu bersusah payah untuk tidak berteriak ataupun menggoda. Ingat hal tersebut justru membuat orang akan merasa canggung untuk sekedar berbicara.

* * *

Daniel bersandar pada dinding di belakang bangku panjang yang didudukinya. Tepat di halaman belakang, tak jauh dari ruang tata usaha, Daniel dan teman-temannya berkumpul. Lebih tepatnya bolos pada jam pembelajaran Pak Arshad.

Ini bukan pertama kalinya mereka bolos. Tapi untuk pertama kalinya, Daniel yang lebih dulu mengajak teman-temannya bolos. Padahal yang biasanya pertama kali mengajak adalah Vizay atau Satria.

"Dan!" panggil Satria.

Daniel dan Danial serempak menoleh dan bertanya, "Siapa?"

PatientlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang