Tiga hari sudah berlalu dan tiga hari sudah Sheila bergabung ke dalam tim basket. Ia juga semakin dekat dengan Daniel dan Syifa yang sering melatihnya langsung.
Daniel akui, Sheila memang memiliki kemampuan untuk bermain basket. Ia tidak salah memilihnya.
Suasana kelas hening di pagi itu. Hanya ada Daniel dengan pacarnya. Siapa lagi kalau bukan buku fisika? Tugas yang menumpuk ini membuat dirinya seakan berpacaran dengan buku. Ke mana pun Daniel selalu membawanya. Hingga pagi itu.
"Gua nyerah!" gumam Daniel seraya mengusap wajahnya dan menghela napas berat.
Suara langkah kaki dari depan koridor kelas sudah terdengar. Kali ini Daniel mencoba menebak siapa yang baru saja datang. Ia pun berjalan ke samping pintu kelas, hendak membuat kaget orang itu.
Kalau bukan Satria yang datang, pasti Vizay. Dan keduanya pun sama-sama orang yang latah. Daniel sangat ingin mendengar kalimat apa yang akan meluncur mulus dari bibir mereka nanti.
Daniel bersembunyi di balik dinding samping pintu. Sesekali ia mengintip ke jendela untuk melihat siapa yang datang. Namun, ia tidak melihat jambul tebal milik Satria atau Vizay yang sudah dapat di lihat dari jendela.
Secara tak sadar ia terus melirik ke jendela, hingga orang yang baru saja datang itu melangkahkan kaki masuk ke kelas.
"Hai Daniel!"
Daniel menoleh dan refleks melangkahkan kaki mundur hingga pinggangnya terbentur ke salah satu meja. Niatnya mau mengangetkan seseorang, justru tergagalkan. Sekarang malah ia yang kaget. Untung mulutnya tidak menyebutkan nama binatang di kebun binatang.
"Eh?" Daniel memerhatikan gadis yang berdiri di sampingnya ini. "Lo siapa?"
Gadis itu membulatkan matanya. "Ini gue lah! Ke––"
Daniel menegapkan tubuhnya. "Siapa? Gua nggak kenal perasaan," potongnya, cepat.
Kezia menggeleng ragu. Napasnya pun memburu. "Daniel, gue––"
"Maaf, gue nggak mau berurusan sama orang yang sok kenal," sela Daniel yang kemudian melangkah keluar dari kelas, meninggalkan gadis kelas sebelas itu sendirian.
Air mata mengembang di pelupuk mata gadis itu. Napasnya memburu seketika. Tidak bisa dijelaskan rasanya di saat orang yang berarti bagimu tiba-tiba bersikap tidak mengenalmu.
Dan ia kini sering merasakan itu.
* * *
Sheila merebahkan kepalanya ke atas meja. Ia masih mengantuk lantaran begadang sampai larut malam untuk menonton video klip Mario Novembre terbaru berulang-ulang. Entah mengapa, ia sama sekali tidak bosan untuk menontonnya. Lagunya pun sudah ia hapal di luar kepala.
Yah, begitulah Sheila. Lirik lagu cepat hapal sedangkan rumus fisika dan matematika susah sekali untuk dihapal. Ada yang seperti ini? Banyak. Gladis juga seperti itu.
"La!" itu suara Gladis, namun Sheila tak kunjung menegakkan tubuhnya. Baru saja dibicarakan sudah muncul saja.
"La! Ih!" Gladis mengguncang badan Sheila.
"La!"
Sheila pun menegapkan kepalanya. "Apa?"
"Pinjam buku catatan matematika. Gue ada yang kurang. Kepikiran Bryce Hall terus akhir-akhir ini soalnya," ujar Gladis sangat jujur.
Sheila mengeluarkan buku catatan dari dalam tas lalu memberikan ke Gladis dengan sukacita. Untuk mengusir rasa kantuk dalam diri, Sheila mengeluarkan ponsel lalu mulai men-stalking akun media sosial seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patiently
Teen FictionBagaimana jika orang yang kau cintai, tiba-tiba menusukmu dari belakang? Bersikap manis di saat ada maunya, lalu menjatuhkanmu ketika kau masuk dalam perangkapnya. Sakitnya pasti tidak bisa dijelaskan. Seperti Sheila yang menghadapi banyak hal baru...