Seperti perkataan Gladis tadi malam. Bahwa ulangan semester ganjil akan dilaksanakan tiga hari lagi. Ya, tidak masalah bagi Sheila. Gadis itu sudah siap, meskipun sekarang dirinya sedang dalam keadaan terjepit antara mempelajari materi kelasnya dan materi OSN.
Tapi, OSN akan dilaksanakan cukup lama. Bulan Maret. Sheila masih punya banyak waktu untuk belajar. Karena itulah, Sheila tidak terlalu memprioritaskan untuk mempelajari materi OSN. Yang perlu diprioritaskan sekarang adalah mempelajari materi semester ganjil agar nilainya bagus dan tidak mengecewakan orang tuanya.
Pertemuan anak OSN yang akan dilaksanakan di rumah Annisa pada keesokan hari setelah Sheila jalan bersama ayah kandungnya, resmi dibatalkan. Itu semua karena perintah Daniel. Ia tidak setuju bila pertemuan dilaksanakan pada saat dua hari sebelum ulangan semester ganjil. Yang benar saja, OSN masih lama sedangkan ulangan semester sudah ada beberapa jarak di depan mata. Ia tidak ingin ada pertemuan yang menganggu waktu belajarnya dan waktu belajar adik kelasnya.
Berkat perintah Daniel, akhirnya pertemuan antar anak OSN akan dilaksanakan setelah ulangan semester ganjil berakhir.
Sheila kini sedang menatap rentetan huruf yang tertera di buku paket dalam pangkuannya sembari menunggu bel masuk berdering. Kali ini ia belajar di bangku panjang depan kelas dengan Gladis tentunya.
Di SMA Harapan Bangsa, setiap ulangan mid ataupun semester, kelas harus selalu ditutup sebelum bel masuk berdering dan baru akan dibuka ketika pengawas ruangan datang. Hal ini dilakukan agar tidak ada kecurangan yang sudah direncanakan siswa sebelum ulangan. Misalnya, menyimpan beberapa kertas contekan di dalam laci atau menyimpan buku paket sekaligus di laci.
Selain kelas yang ditutup, setiap ulangan semester siswa dan siswi akan diacak ruangannya. Dalam satu kelas, pasti ada beberapa siswa dari kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas. Dan untungnya Sheila dan Gladis masih mendapat ruangan kelas mereka, yakni sebelas IPA satu atau ruang dua, yang terdapat banyak siswa kelas sepuluh IPA satu dan dus belas IPA satu juga tentunya.
Sheila tidak fokus membaca buku dalam pangkuannya. Pikirannya melayang, menuju ke ayahnya yang beberapa hari tidak pernah membalas pesannya. Padahal itu pesan penting. Tidak mungkin ayah Sheila hanya membaca dan tidak menjawabnya. Sheila curiga bahwa ponsel ayahnya sekarang sedang berada di tangan ibu tiri.
"Sheila!" panggil Gladis sembari menepuk buku dalam pangkuan Sheila. "Ayo!"
Sheila tersentak begitu melihat Gladis berdiri. "Loh, mau ke mana?"
"Ya masuk ke kelas lah! Apa lagi?" Gladis memanyunkan bibirnya. Sheila mungkin terlalu sibuk melamun hingga tidak mendengar bel masuk, pertanda ulangan akan dimulai.
"Hah? Emang udah bel?"
"Kalau belum bel, kenapa Pak Adhar sudah di depan pintu, lagi usaha untuk ngebuka pintu dengan satu tangan yang megang beberapa berkas?" Gladis menunjuk ke arah Pak Adhar. "Tuh, liat!"
Sheila panik. Ia langsung membaca bukunya sekilas sembari berjalan masuk ke kelas.
Setelah masuk, seluruh siswa dalam ruangan kelas sebelas IPA satu berhambur untuk mencari tempat duduk mereka yang diacak. Ada yang duduk bersama dengan adik kelas ataupun kakak kelas. Tapi tidak pernah ada yang duduk bersama teman seangkatannya. Semuanya duduk bersama orang dari kelas lain yang bukan angkatannya. Hal ini dilakukan agar siswa tidak dapat mencontek.
Namun, setiap siswa tetap bisa mencontek dengan berbagai cara. Seperti menggunakan bahasa isyarat agar dapat mengetahui jawaban temannya, bahkan sampai ada yang rela dimarahi pengawas karena telah menanyakan jawaban kepada teman dengan volume suara yang terlalu nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patiently
أدب المراهقينBagaimana jika orang yang kau cintai, tiba-tiba menusukmu dari belakang? Bersikap manis di saat ada maunya, lalu menjatuhkanmu ketika kau masuk dalam perangkapnya. Sakitnya pasti tidak bisa dijelaskan. Seperti Sheila yang menghadapi banyak hal baru...