07. Selalu Saja

3.6K 316 25
                                    

Ketika jam pelajaran Pak Arshad selesai, semua siswa di kelas sebelas IPA Satu akhirnya dapat bernapas lega. Setelah guru pergi, mereka kembali berbincang ria hingga menyebabkan keributan yang luar biasa, seperti kelas pada umumnya.

Jangan salah, biarpun kelas IPA Satu, hampir semua siswa di sana cerewet. Baik laki-laki maupun perempuan, termasuk Sheila. Hanya saja Sheila selalu saja diam, kalau bukan berbicara dengan Ardiaz, pastinya Gladis.

Semenjak kedatangannya di kelas bersama dengan Daniel tadi, mendadak Sheila menjadi artis di kelasnya. Semua siswa mengerumuni Sheila untuk mendengarkan cerita gadis itu hingga sebagian dari mereka rela duduk di lantai di dekat kursi Sheila agar dapat mendengarnya.

"Jadi, Daniel manggil lo cuma buat itu?" tanya Fandy yang duduk tepat di lantai samping kursi Ardiaz. "Cuma gara-gara berkas Pak Mahmud?"

Sheila mengangguk.

"Alah bikin deg-degan aja!" ujar Gladis sambil menepuk bahu Sheila, "Tau nggak La, gue kaget setengah mati pas Kak Daniel ke sini. Seneng dan kaget, lebih tepatnya. Senengnya pas ngeliat dia. Kagetnya pas dia ngajak lo ke ruang BK. Gua kira dia bakal permasalahin hal kemarin yang di depan rumah Bu Andini habis pulang sekolah itu."

Sheila terkekeh masam. "Alhamdulillah nggak, kalau bisa ya jangan sampe." Untungnya ia sama sekali tidak menceritakan peristiwa buruk kemarin ke teman-temannya. Termasuk peristiwa di depan supermarket.

"Emang ada apa?" tanya seorang siswi yang berdiri di samping Gladis.

"Iya eh, ada apa? Gue kepo."

"Ceritain dong."

"Haduh tambah seru aja Sheila nih."

"Cerita ya La?"

"Ada apa sih?"

Beberapa siswa-siswi di kelas akhirnya penasaran dengan peristiwa kemarin setelah pulang sekolah karena Gladis sempat membicarakan sekilas hal tersebut.

"Nggak boleh diceritain, ini masalah pribadi," ujar Gladis, membantu Sheila menjawab semua permintaan temannya. "Cerita tentang itu berat, Sheila gak akan kuat, biar aku saj-"

"Huuuu!" serempak semuanya menyoraki Gladis sambil terkekeh-kekeh.

Jauh di lubuk hati, Sheila merasa senang sekali karena akhirnya ia bisa akrab dengan teman-teman kelasnya hanya dalam waktu dua puluh menit.

Tiba-tiba Vani yang sedang duduk di kursi depan Sheila mengangkat tangan. "La, Pak Mahmud bilang apa aja?"

Sheila pun menarik napas lalu bercerita. Semua siswa di kelas itu mendengarkannya hingga membuat Sheila merasa seperti pendongeng.

Diam-diam Ardiaz mendengarkan cerita Sheila dari kursinya meskipun tangannya sibuk menulis sesuatu di buku catatannya. Ia akan berusaha memahami rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan Sheila sejak kemarin.

"Wahh, Pak Mahmud the best dah!" seru salah seorang siswa yang duduk di samping Fandy.

"Woi ada Bu Puput, ada Bu Puput!" teriak Andre yang untungnya sempat keluar kelas untuk melihat kehadiran guru yang seharusnya mengisi jam kosong tersebut.

Akhirnya semua siswa kembali ke tempat duduknya dengan belari terbirit-birit sebelum Bu Puput masuk ke kelas.

"Sesuai skenario."

Tiba-tiba laci Sheila bergetar. Ponselnya berbunyi, menandakan sebuah notif pesan masuk. Dengan sigap ia meraih ponsel dan membacanya sekilas.

Ardiaz : Ada masalah?

PatientlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang