chapter 1

1.5K 112 5
                                    

Suasana terasa nyaman.

Angin menerbangkan daun-daun yang menguning. Satu per satu daun kuning melepaskan diri dari dahan yang kokoh dan pergi bersama angin kering yang panas. Tirai-tirai jendela yang terbuka bergerak turut dipermainkan angin.

Orang-orang berlalu lalang di halaman tanpa mempedulikan teriknya matahari siang musim gugur. Pohon-pohon besar menaungi bangunan istana putih yang megah.

Wanita-wanita cantik terlihat berkerumun sibuk berbicara. Kipas bulu mereka yang berwarna-warni menutupi wajah cantik mereka ketika mereka tertawa. Gaun mereka yang lebar bagai bunga yang berwarna-warni. Bunga indah yang terus menghiasi Istana Welyn sepanjang tahun.

Prajurit berdiri tegak di tempat mereka masing-masing. Kegagahan mereka menambah maraknya istana yang tak pernah sepi.

Pelayan-pelayan berlalu lalang. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tak satu orangpun yang terlihat menganggur. Semua sibuk.

Berbagai macam suara terdengar di istana. Tawa para wanita cantik, bisik-bisik wanita penggosip, langkah kaki para pelayan yang sibuk. Semua ada di Welyn. Suara-suara itu membentuk suatu nyanyian kesibukan yang tiada pernah berhenti dari Istana Welyn. Nyanyian yang melantun pelan.

Di tengah-tengah kesyahduan nyanyian kesibukan itu tiba-tiba terdengar lengkingan tinggi.

"TIDAK!"

Segala kegiatan Welyn terhenti sejenak. Mereka yang berada di luar segera menatap jendela lantai tiga tempat suara itu berasal.

Di dalam Maiden Room, Ratu membelalak kaget melihat putra satu-satunya.

"Tidak! Aku tidak mau!" ulang Pangeran tegas.

"Dengarkanlah dulu, Suho."

"Apa yang harus kudengarkan?" sahut Pangeran.

"Aku yakin engkau akan menemukan gadis yang kaucari selama ini di antara mereka," kata Ratu lembut, "Mereka semua gadis cantik yang menarik, tak mungkin engkau tidak mencintai seorang di antara mereka."

Pangeran mendengus.

"Aku mengenal mereka semua. Belum pernah aku bertemu gadis-gadis secantik mereka dan secerdas mereka. Tak seorang priapun di dunia ini yang tidak tertarik pada mereka. Termasuk engkau."

"Aku bersumpah aku tidak akan jatuh cinta pada seorangpun dari mereka."

"Tidak akan menjadi masalah bagimu untuk bertemu mereka semua."

"Ini ide tergila yang pernah kutemui. Dalam seminggu, aku harus menemani gadis yang membosankan. Satu hari satu gadis hingga genap tujuh gadis! Tidak, aku tidak akan melakukannya."

"Apa sulitnya bagimu untuk bertemu mereka semua?" tanya Ratu, "Engkau sendiri yang telah bersumpah tidak akan jatuh cinta pada mereka.

Untuk apa engkau takut menemui mereka? Engkau hanya perlu bertemu mereka masing-masing. Hanya itu yang kuinginkan darimu."

"Mengapa ini semua terjadi padaku?"

"Ingatlah, engkau adalah Putra Mahkota Kerajaan Park Evangellynn. Hanya engkau satu-satunya pewaris tahta. Bila engkau tidak mempunyai keturunan, siapa yang akan menggantikanmu kelak? Aku juga telah lama ingin menggendong cucuku."

"Aku tahu kedudukanku. Aku takkan lupa untuk mencari istri tetapi tidak sekarang."

"Harus sekarang!" sahut Ratu, "Ingat, engkau sudah bukan anak-anak lagi sekarang. Engkau sudah..."

"Aku tahu," potong Pangeran, "Tak perlu diteruskan. Aku sudah dewasa dan sudah saatnya untuk menikah."

"Jadi, bagaimana keputusanmu?"

Gadis Hari Ketujuh (Surene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang