19. Eighteenth

467 59 96
                                    

Andaikan waktu bisa diulang, pasti semua ini tak akan terjadi.

Hening, hanya suara sang Ayah yang tengah memarahi dokter dan suster yang Donghan dengar. Bukan ini yang dia inginkan, bukan. Ia ingin kembali dengan orangtua yang lengkap tidak seperti ini.

Ia mematung, disampingnya laki-laki paruh baya tengah melakukan hal yang sama setelah berteriak histeris dan heboh. Jaebum memeluk anak perempuan satu-satunya itu dengan erat.

"Mama.." panggil Donghan lemah, ia sampai terjatuh kala kakinya terasa kaku dan lemas, Jaebum pun ikutan terjatuh sementara Hyunbin, Minhyun, Taedong, serta Chansung memilih diam dengan menahan isakan tentunya.

"Hiks... " hanya suara tangisan yang terdengar. Pandangannya kosong hanya menatap lurus ranjang rumah sakit yang dimana selimut  khas rumah sakit itu sudah menutupi seluruh tubuh Ibunya.

Iya Ibunya, Jinyong meninggalkan Donghan dan Jaebum untuk menyusul putranya Yugyeom.

"Han" bisik Jaebum lemah, ia merasakan bahwa Ayahnya itu menangis.

"Papa...mama baik-baik aja kan?" tanya dengan pandangan berharap bahwa semua yang ia lihat adalah salah. Namun nyatanya, semua adalah benar.

"Dokter bilang kalau Mama sudah sembuh" lirih Donghan.

"Tapi ma..hikss..mama"  ia lalu berdiri, menyibak selimut putih itu. Lalu memeluk tubuh ibunya yang sudah tak bernyawa lagi.

"Ini salah Donghan" rancaunya.

"Hey ini bukan salah kamu sayang" jawab Jaebum lembut, ia membawa tubuh bongsor putrinya itu ke dalam pelukannya erat.

"Papa" lirih Donghan. Sementara Jaebum kini memilih berdiri tepat disamping Donghan menatap putrinya lembut, meskipun netranya tengah dibanjiri air mata.

Minhyun yang tak bisa melihat Donghan yang begitu hancur langsung keluar dari ruangan itu, sementara Taedong. Ia tetap disana, ia terdiam ia cukup tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang paling kita sayang.

Kenapa bisa Donghan disini? Kenapa bisa Taedong ikut? Jawabannya adalah mereka tadi berada dalam perjalanan pulang, namun saat di tengah jalan ia mendapatkan telepon dari Minhyun.

"Kalau..hiks..aja Donghan hiks.. Mhhh" Donghan menutup mulutnya sendiri, memendam suaranya dengan telapak tangannya.

"Jangan, jangan nyalahin diri kamu. Semuanya bukan salah kamu" bisik Taedong, iya Jaebum tidak tega melihat anak yang ia punya menangis pilu lagi. Cukup ia menyaksikan sendiri bagaimana ia melihat Donghan menangis saat kematian putranya. Lalu, ia memutuskan untuk keluar dan menyuruh Taedong untuk menenangkan anaknya.

"Dia dengan cepat jatuh ke dalam tidur nyenyaknya, dia tidak pernah bangun lagi. Dia tidak menunggu ku, dia tidak melihat ku, bagaimana bisa dia pergi dengan...dengan hiks" Taedong langsung memeluk Donghan, membisikkan kata-kata penenang untuk Donghan.

.
.
.
)))Defense Of Love((((
.
.
.

Angin berembus kencang sore ini, dan pemakaman telah usai sejak dua puluh menit yang lalu. Donghan masih tetap setia berdiri dan menatap dua pusara itu dengan tatapan sayu.

Ayanya sudah pulang sejak tadi, ah ralat bukan pulang melainkan dibawa pulang karena pingsan. Chansung yang notabenya adalah adik sepupunya langsung membawa Jaebum pulang dengan bantuan Hyunbin dan Minhyun tentunya.

"Kenangan selalu membawa air mata, di tempat dimana semuanya lenyap dan hanya menyisakan dirimu" Donghan menoleh, di dapatinya Taedong yang tengah tersenyum hangat di sampingnya.

Defense Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang