Aku seorang penulis yang tak tahu arah kemana alur pulang.
Aku seorang perangkai kata, yang tak tahu makna hati seseorang.
Aku seorang penerjemah, yang tak tahu bahasa tubuh yang terlayang.
Aku adalah seorang gadis berusia 23 tahun yang menggantungkan kehidupanku dengan bekerja paruh waktu di beberapa tempat, pagi hari bekerja paruh waktu di swalayan, dan malam hari di kedai kopi dekat stasiun kereta.
Aku hidup seorang diri, tumbuh besar bersama teman-temanku di panti asuhan sampai usia 20 tahun. Dan kini mencoba hidup mandiri dengan tinggal mengontrak satu rumah kecil berisi 2 kamar tidur dan satu kamar mandi.
Kenapa aku tidak menetap di panti? Karena peraturan di panti asuhan yaitu melepas anak asuhnya setelah berusia 20 tahun.
Ya, sudah 3 tahun berarti aku hidup mandiri. Jika kalian bertanya aku kuliah? Iya. Aku berkuliah. Dan aku sudah lulus karena kecerdasanku. Jika kalian bertanya lagi mengapa aku tidak bekerja tetap? Iya, aku akan jawab betapa sulitnya hidup dan mencari pekerjaan di negara semaju ini.
Aku Rainy Anaya Mentari, Ibu panti bilang nama itu tertulis di secarik kertas dalam keranjang bayi saat aku di temukan di depan pintu Panti Asuhan. Sebenarnya namaku Anaya, tapi Ibu Panti menambahkan kata Rainy di depannya karena saat aku ditemukan sedang dalam keadaan hujan.
Begitulah adik-adik Panti memanggilku dengan sebutan "Rain".
Aku punya sahabat namanya Shela, tapi dia sedang melanjutkan kuliah di luar negeri, jadi aku disini berjuang sendiri, Sheila di angkat sebagai anak oleh orang tua kaya raya, sehingga dia bisa melanjutkan sekolah dengan biaya sendiri, sungguh beruntung Shela. Persahabatanku dengan Shela tidak bisa terhalangi meski sejauh apapun. Pernah sewaktu-waktu Shela marah kepadaku, karena aku meminjam sepeda miliknya, dan pernah dia marah kepadaku karena aku memakai jilbab lebih dulu dari pada dirinya. Tapi itu selagi aku masih kecil, jika ingat kenangan itu membuatku semakin rindu Shela. Perlu dua tahun lagi dia kembali kesini untuk menemuiku.
Hari ini musim semi, semua orang keluar untuk berjalan-jalan, berbeda denganku yang harus bekerja tiap waktu, hari libur ku pakai untuk beristirahat dan bersantai di rumah.
Kadang aku kasihan pada diri sendiri yang entah hidup untuk siapa, tak punya kerabat dan orang tua membuatku semakin lemah karena tak ada alasanku untuk sukses karena tak ada yang bisa aku buat bahagia.
Tiap kali aku mendapat rezeki ku bagi dengan keluarga di panti, karena tiap kali aku merasa sedih panti lah yang menerimaku tanpa bertanya apa yang membawaku datang kesana.
Suatu hari saat libur, ku pergi ke suatu tempat wisata, dimana disana aku bisa lihat seluruh penjuru kota. Ku bawa perbekalanku supaya bisa lebih hemat uang.
Ketika sampai disana, aku berjalan tanpa memandang ke arah belakang, karena harus menanjak ke tempat yang lebih tinggi.
Semakin tinggi tempat yang di daki, ku temukan lapangan luas di atas sana, banyak anak-anak bermain layangan tertawa berkumpul bersama keluarga, ku lihat ada seseorang wanita paruhbaya yang memperhatikanku dari jauh sambil melambaikan tangan ke arah ku. Ku dekati dan saat aku mencoba untuk melihat wajahnya...... Tiba-tiba aku terbangun, ya aku baru saja bermimpi.
Dari kecil aku selalu bermimpi, dimana selalu ada orang yang melambaikan tangannya kepadaku, mimpi yang paling ku ingat adalah mimpi seorang lelaki yang mengajakku untuk pulang ke rumah, saat ku lihat wajahnya aku terbangun, aku juga pernah bermimpi ada seseorang yang hendak mendorongku ke sungai, saat aku melihat wajahnya aku terbangun, terus saja seperti itu, dan hari ini, hari liburku aku bermimpi wanita paruh baya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Romance"Siapa bilang tak punya keluarga membuat diri semakin lemah? Cita-cita diraih bukan karena orang lain, tapi diri sendiri. Aku tetap hidup, meski tak ada ayah dan ibu." - Rainy Anaya Mentari