Setelah dua jam tidak sadarkan diri di dalam kamarnya, akhirnya Rain terbangun dan ada Sinta sekretarisnya di sampingnya. Azzam sedang mengurus pemakaman nenek, dikarenakan keluarga mereka memiliki pemakaman keluarga sendiri ditaman rumah bagian belakang setelah gerbang pertama, sehingga Azzam tidak perlu jauh-jauh repot mencari tempat pemakaman lagi.
Rain terduduk dia menyandar pada Sinta. "Sin, kenapa? ini benar" tanya Rain sambil menangis dan memperbaiki hijabnya yang mulai tak karuan. "Sabar ya mbak, nenek mengalami kecelakaan saat diperjalanan menuju Kanada. Polisi sedang mengusut tuntas kasus ini mba." Jawab Sinta. "Sin, bisa tolong panggilkan Azzam?" Tany Rain. "Mas Azzam sedang mengurus pemakaman mba. Nanti saya coba panggilkan dan memberi kabar dulu kepada mas Azzam. Dia juga bilang kalau mba sudah sadar, saya disuruh segera mengabarkannya, sebentar saya telepon dulu." Ucap Sinta sembari mengeluarkan handphonenya.Setelah mendapat kabar tersebut, Azzam langsung segera menuju rumah, dan menemui Rain. Ketika Rain melihat Azzam, Rain reflek langsung menangis lagi di sofa menatap Azzam."Zam... nenek Zam.." Ucap Rain sambil mengelap air mata yang jatuh di pipinya. "Iya Ren, kamu yang sabar ya Ren, semua ga akan ada yang tahu musibah ini." Ucap Azzam sambil mengusap kepala yang terbalut jilbab tersebut sebari jongkok di hadapan Rain."Zam, nenek ga akan ada lagi." Ucap Rain sambil menangis deras."Istighfar Ren, maut itu ga ada yang bisa tahu kapan datangnya, kita juga nanti pasti mengalami hal seperti itu." Ucap Azzam menenangkan Rain."Zam, aku belum berbuat banyak untuk nenek Zam, Zam, hati aku hancur Zam." Ucap Rain sambil menangis."Ren dengar, kamu ga sendiri, ada aku disini, ada mbak Sinta, ada semua pelayan yang udah kita anggap seperti keluarga kita sendiri, kita harus kuat Ren." Ucap Azzam."Zam, kamu pokonya harus janji, kamu gak boleh ninggalin aku Zam. Aku dari kecil hidup di panti, aku baru merasakan benar-benar keluarga ketika aku bersama nenek, nenek ga bisa aku ajak jalan lagi, ga bisa kita ajak makan bareng lagi Zam." Ucap Rain sambil menangis tersedu."Istighfar Ren, aku ga akan kemana-mana, kamu tenangin dulu disini ya, ini minum milik Rain mba Sinta?" Tanya Azzam.
"Iya mas." Jawab Sinta."Ya sudah kamu minum dulu ini ya, tenangin dulu, kamu mau lihat nenek untuk terakhir kali?" Tanya Azzam."Hmmm, aku gatau Zam." Ucap Rain sambil minum air yang diberikan Azzam."Kalau tidak kuat, biarkan aku yang mengurusnya sendiri." Ucap Azzam."Aku ikut Zam, aku ingin baca yasin di samping nenek." Ucap Rain."Niatkan untuk mendoakannya juga jangan lupa ya Ren." Ucap Azzam sambil berdiri."Oh iya mas Azzam para direksi dan karyawan sudah menunggu di bawah ikut berbela sungkawa, apa mas Azzam mau bicara dulu di bawah kepada mereka?" Ucap Sinta."Tentu saja mba, aku akan kebawah menemui mereka, Rain kamu ganti baju dulu ya, dan cuci muka mu. Biar aku yang menemui mereka di bawah, kamu di kamar saja dulu sebari istirahat, mba Sinta aku nitip Rain ya, kalau sudah kuat Rain baru boleh ke bawah. Aku harus segera ke bawah karena cuaca mendung, khawatir akan hujan." Ucap Azzam."Nanti aku ke bawah Zam." Ucap Rain."Iya, tapi kalau kamu sudah kuat, dan ingat kita tidak boleh meratap agar nenek tidak sedih." Ucap Azzam. "Iya Zam." Ucap Rain sambil tersenyum letih.Azzampun segera ke bawah, menemui orang-orang yang berdatangan. Dan segera mengurus pemakaman. Tidak lama dari situ, Rain segera ke bawah, karena nenek akan segera di makamkan, Rain sudah terlihat tegar, meskipun matanya terlihat sembab. Pemakaman pun berjalan lancar, tamu sudah pulang ke rumah masing-masing, hari sudah semakin malam. Seluruh pelayan dan tukang kebun yang sudah bekerja bertahun-tahun dengan nenek semua terpukul atas kepergiannya, mereka berkumpul di ruangan khusus pelayan, semua sedih atas kepergian nenek. Rain berada di kamarnya. Begitupun Azzam berdiam diri di kamar, mengingat kondisi Azzam yang sedari pagi memang sedang tidak enak badan, namun Azzam langsung keluar kamar, menyiapkan makan untuk Rain yang dari tadi tidak turun ke bawah. Azzam menuju dapur membawakan makan malam yang sudah di siapkan pelayan, ia membawa dua piring ke kamar Rain, untuk makan bersama di kamar Rain. Tuk tuk tuk."Ren?" Tanya Azzam dari balik pintu."Sebentar Zam, aku pakai kerudung dulu." jawab Rain dari dalam kamar. "Okay, sekarang sudah?" Tanya Azzam."Iya Zam, ada apa? Rain membuka pintunya."Makan yuk? Sudah aku bawa nih." Ucap Azzam sambil memperlihatkan piring yang ia bawa." Ucap Azzam. Meskipun Rain sedang tidak enak makan, Rain tidak mungkin menolak makanan yang sudah Azzam bawa. "Ya sudah kita makan di balkon situ saja ya? kan ada kursi dan meja disana." Ucap Rain. "Aku juga mau makan disana. Yaudah ayo keluar kamar dong." Ucap Azzam."Iya ayo." Ucap Rain.Azzam dan Rain pun menuju balkon lantai dua, yang terletak diluar kamar Rain, pemandangan malam dari situ cukup indah, kelap kelip lampu kota juga terlihat jelas, karena posisi rumah mereka berada di atas bukit. "Zam, mata aku perih, kepala aku pusing." Ucap Rain."Iya, kan kamu seharian menangis, jadi seperti itu, habis ini kamu segera istirahat ya, besok juga tidak usah ke kantor dulu, sampai kamu kuat.." Ucap Azzam."Iya Zam, ke kantor pun banyak cerita bersama nenek, aku pasti teringat lagi nenek nanti disana." Ucap Rain. "Yaudah setelah habis ini, kita istirahat ya Ren." Ucap Azzam. "Okay, nanti tinggalkan saja piringnya disini, biar pelayan yang merapikan." Ucap Rain."Ngga apa, sekalian saja aku ke bawah, biar aku yang bawa saja." Ucap Azzam."Baiklah kalau begitu, nih aku potong buah pir yang manis sekali buat kamu." Ucap Rain."Yaa, aku sedang ingin makan buah, sepertinya segar." Ucap Azzam. "Zam, kenangan apa yang tidak bisa kamu lupakan saat bersama nenek?" Tanya Rain."Tentunya lebih banyak daripada denganmu, namun yang aku ingat, ketika nenek memaksaku untuk mencarimu Ren. Hampir setiap hari nenek menyuruhku mencari Rain, di panti, di kosan lama, di tempat bekerja part time, dan akhirnya aku menemui Rain di tempat yang tidak terduga." Ucap Azzam. " Eh iya Zam, aku pernah cerita ga sih, kalau waktu aku pertama kali ketemu kamu tuh, awalnya aku hanya penasaran karena selalu saja mimpi berada di tempat yang sama, yang menurut aku itu adalah mimpi yang aneh, maka dari itu aku mengikuti mimpinya, dan akhirnya aku bertemu kamu." Ucap Rain. "Wah kamu sebelumnya belum pernah cerita soal ini Rain, hmmm. Ko bisa sih, kamu mencoba mengkuti mimpi, jadi bisa ketemu sama aku?" Tanya Azzam."Aku juga gatau kenapa bisa aku penasaran sama mimpi yang menuntun aku, akhirnya ketemu dengan kamu dan nenek Zam. Ini aneh sekali. Hmm. masih ingat awal pertama aku bertemu dengan nenek, nenek memeluk aku sangat erat sekali. Seolah memang benar, nenek adalah keluargaku yang sudah lama tidak bertemu." Ucap Rain.Merekapun asik membicarakan kisah mereka dulu ketika bersama nenek. Pahit dan manis kehidupan mereka, rasa takut ketika nenek tidak ada, karena selama ini nenek lah yang sangat di hargai oleh orang-orang yang memiliki jabatan di AM Corporate. Kini mereka berdualah yang harus bekerja sama, terlebih lagi mereka akan mengurus semua administrasi sesuai amanat dan wasiat yang nenek berikan kepada sekretaris dan pengacara pribadi nenek nanti. "Ya sudah kita doakan saja agar nenek tenang dan di terima Allah ya Rain. Ya sudah kamu masuk, nanti alergi dinginmu kambuh lagi." Ucap Azzam. "Iya Zam, kamu juga istirahat ya. " Ucap Rain sambil berdiri dan berjalan menuju kamar. Ketika Rain berada di depan kamarnya, Rain memanggil Azzam yang bersiap turun lift. "Zam, tolong jaga aku ya Zam. Aku takut untuk menghadapi ke depannya tanpa nenek." Ucap Rain dengan raut wajah yang mulai bersedih. "Kita saling jaga ya Ren, aku juga tidak bisa sendirian, jika tidak dibantu kamu." Ucap Azzam sambil tersenyum dan masuk ke dalam lift. Rainpun masuk ke dalam kamarnya. Dan ia menangis lagi, membuka album foto miliknya bersama nenek. "Nek, Rain kangen, Rain hanya bisa membayangkan bahwa nenek sedang dinas di luar kota." Ucap Rain sambil menangis dalam malam yang sepi di kamar luas miliknya. Dan ia pun tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Romance"Siapa bilang tak punya keluarga membuat diri semakin lemah? Cita-cita diraih bukan karena orang lain, tapi diri sendiri. Aku tetap hidup, meski tak ada ayah dan ibu." - Rainy Anaya Mentari