LEVEL 5

10.4K 523 4
                                    

Angin berhembus kencang. Awan bergulung di kejauhan. Rumput bergoyang riang.

Rama melongo membaca lirik lagu di depannya, sementara Mike tersenyum lebar penuh kebanggaan karena merasa lirik baru buatannya adalah masterpiece.

Kecantikanmu menyihirku. Bagaikan hujan di tengah musim kemarau.

"Sihir ama hujan nyambungnya dari mana?" Rama akhirnya bertanya. Mike tampak kesulitan memikirkan jawabannya.

"Hujannya dibikin ama tukang sihir kali?" sahut Devon. Mike mengangguk penuh semangat.

Dewa memijit pelipisnya. Tidak habis pikir, mengingat Mike adalah salah satu yang paling jenius di antara mereka dalam pelajaran, namun paling absurd saat membuat lirik lagu. Untung saja jemarinya pintar memainkan bass guitar.

"Pokoknya udah oke, kan?" Mike bersikeras. Rama tidak tega mengemukakan pendapatnya. Namun Raja yang akhirnya menjawab.

"Kayak lagu dangdut. Elo mau beralih genre? Dangdut juga lebih bagus dari itu." Mike memasang wajah manyun seperti nyaris menangis.

"Deketin pake cara yang normal aja gimana? Samperin, ajak makan siang atau makan malam misalnya." Dewa berusaha memberikan solusi daripada mereka semakin sakit kepala karena Mike ingin merayu 'Al' dengan membuatkan lagu.

"Oh ya, bener juga!" dan semua anggota The Players bertanya-tanya kenapa tidak sejak awal saja ide itu tercetus.

***

Hujan di Bulan Desember adalah salah satu waktu yang paling membuat semua orang uring-uringan. Karena curah hujan yang tidak rata dalam satu kota, sehingga ketika salah satu bagian kota sudah nyaris banjir walaupun masih rendah, salah satu bagian yang lain justru masih kering.

Hal itu juga cukup membuat Al sebal, karena ia selalu lupa membawa payung. Biasanya ia selalu pulang kerja dengan menumpang mobil Nitta, yang kebetulan memang searah dengan apartemennya. Namun kali ini Nitta bilang ada acara keluarga yang membuatnya harus pergi ke arah berlawanan.

Alhasil Al harus berlarian mengejar bus kota. Dan yang lebih menyedihkan adalah, halte tempat pemberhentian tidak benar-benar dekat dengan apartemennya. Al harus berjalan kaki setidaknya 10 - 15 menit untuk sampai ke gedung apartmen.

Ketika pulang kerja tadi hujan belum turun di kantornya, masih mendung. Sehingga ia mengira masih keburu kalau pulang secepatnya. Namun lima belas menit di dalam bus, hujan mulai turun. Dan begitu sampai di halte, hujan bahkan jauh lebih deras daripada yang ia kira.

Tau gitu tadi tunggu aja di kantor. Atau pinjem payung, siapa tahu Nitta punya cadangan double di mobilnya. Al merutuki kebodohannya sambil melangkahkan kaki menuruni undakan bus. Begitu kakinya menapak di aspal, sepasang kaki terlihat berhenti di hadapannya. Dan hujan tak lagi mengenainya, melainkan memukul-mukul payung yang saat ini menaunginya.

Al mendongakkan kepala, mendapati sosok yang memayunginya. Pria itu mengulurkan tangan kanannya, tanda mengajak bersalaman.

"Hai, Al kan? Aku Mike. Mari, Tuan Puteri. Saya antar."

***

Siapa wanita yang tidak suka dirayu dengan adegan romantis seperti di film atau drama-drama Korea? Mike mengira telah membuat start yang bagus untuk mengawali permainannya. Namun reaksi Alliya telah membuktikan bahwa ia salah besar.

Mata gadis itu melebar. Lagi-lagi Mike mendapati mata boneka milik gadis itu sungguh menarik. Namun sambil memekik tajam, Al justru melompat menjauhi Mike, mengabaikan tangan yang terulur.

"Kamu mau apa?" tanya Al dengan nada menuduh. Seakan Mike adalah penjahat yang bermaksud melecehkan atau merampoknya.

"Nganterin kamu pulang. Kamu nggak bawa payung kan?" jawab Mike. Mata Al memicing, semakin curiga.

PLAYED (The PLAYERS 2 - REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang