#29 : His Consciousness

51 1 6
                                    

Minho mengambil sapu tangan yang ia gunakan untuk membius Linda tadi. "Kau tau bukan? tidak akan ada yang menyelamatkanmu. Baik Suho, ataupun yang lain."

Tubuh Linda gemetar. Minho memang sudah memperingatkannya berkali-kali jika ia tidak memberitahu di mana lokasinya sekarang. Ia tidak bisa mengharapkan apapun.

Ia kemudian menarik nafasnya panjang. "Minho, ingat apa yang ku katakan. Walaupun kau membakarku sekarang, dan membuat Suho merasa kehilangan. Itu akan sia-sia untukmu."

Minho muak. Ia sangat muak dengan semua kebenaran yang Linda katakan. Memang ini semua salah, ia tau dan ia paham. Tapi baginya, tujuan ia sekarang adalah membuat Suho hancur sehancur-hancurnya, dan itu adalah dengan membuat gadis di depannya mati. Ia dengan cepat membekap wajah Linda dengan sapu tangan itu.

Linda berusaha menahan nafasnya. Ujung matanya mengeluarkan air mata. "Ibuk, Bapak, maaf Linda belum bisa buat bahagia. Maaf karena nggak sempet kasih yang terbaik."

Perlahan Linda menutup matanya, kesadarannya mulai hilang. "Mianhae." lirih Minho.

"Hey! Apa yang kau lakukan di sana? Ayo cepat bakar tempat ini!" teriak Yunra dari arah pintu gudang.

Minho berbalik ke arah Linda, hati kecilnya menolak untuk melakukan ini semua. Tapi kebenciannya pada Suho menutupi itu. "Hey! Aku harus segera pergi! Dan kau pikir Incheon tidak jauh? Ayo cepat bakar!" teriak Yunra lagi.

Minho perlahan melepaskan ikatan gadis itu dan membuatnya jatuh tersungkur di atas tanah. Dengan cepat Minho pergi meninggalkannya. Ia melihat Yunra sudah menenteng dua buah kotak jeriken berisi bensin besar di tangannya, bersiap untuk menumpahkannya di sekeliling gedung.

Mereka menyiramkan bensin ke dalam gudang tersebut kemudian keluar untuk menyiram sekeliling gudang. Jeriken yang digunakan diletakkan begitu saja di dalam gudang. Mereka tidak menyadari ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan dan memotret setiap gerak-gerik mereka berdua.

"Yunra, kenapa kau jadi seperti ini?" lirih orang itu.

Yunra tersenyum dengan puas. Ia mencium bau yang ada ditangannya dan mengernyit seketika. "Ah, busuk. Cepat hidupkan pemantik apinya." kata Yunra.

Minho terdiam, melamun. "Ya! Hidupkan pemantiknya!" teriak Yunra.

Minho memandanginya. Ia menarik nafasnya dan mengeluarkan pemantik api yang sedari tadi ia kantongi. Yunra tersenyum licik melihat pemantik api yang hidup itu. Tapi lama kelaman ia mulai kesal karena Minho tak kunjung melemparkannya.

"Apa yang kau tunggu? Cepat lemparkan!" teriaknnya.

Minho masih terdiam. Yunra menarik pematik api itu dan dengan cepat melemparkannya ke dalam gudang. Minho terkejut. "Apa yang kau lakukan?!" bentak Minho.

Yunra menatap Minho tajam. "Kenapa? Kau ragu ketika kita sudah sejauh ini? Jangan bodoh Minho! Ingat apa tujuanmu! dan bahkan kau yang mengusulkan ide ini!" kata Yunra lantang.

Minho mengusap wajahnya kasar. Sementara itu, api sudah mulai merambat dengan besar dan membakar dinding gudang itu. Yunra pun pergi ke arah mobilnya dan bersiap meninggalkan tempat itu.

Minho terdiam memandangi gedung. Pikirannya kalut. Semakin ia melihat kobaran api yang membesar, semakin ia sadar jika yang ia lakukan terlalu jauh. "Hey! Kau akan tetap disana?" teriak Yunra yang tidak digubris Minho sama sekali.

"Kalau begitu aku pergi. Jaga dirimu baik-baik, dan terimakasih sudah membantuku!" teriak Yunra.

Yunra masuk ke dalam mobilnya dan melenggang pergi dari lokasi gudang itu. Minho terdiam. Ia memandangi gudang yang panasnya mulai ia rasakan.

[TAMAT] When Our Love Came SuddenlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang