#28 - 나도 죽고 싶어 [I Wanna Die Too]

2 0 0
                                    

23 Desember 2014
10.00

"Hun-ah, palli ireonna! Banyak yang harus kita lakukan di Natal tahun ini. Kau sudah berjanji padaku, kau tidak akan mengingkarinya, kan?"

Sanghun tidak juga bangun.
Kian hari, keadaannya kian memburuk. Dan, tidak ada yang dapat dilakukan selain menunggu.

Menunggu waktunya habis, atau keajaiban datang.

"Hun-ah, mengapa kau memilih untuk merahasiakan semua ini dariku? Seandainya kau mengatakan semuanya, aku tidak mungkin akan meninggalkanmu. Mungkin, aku juga bisa menyadari perasaan ini lebih cepat, dan mengatakannya padamu." Aku menggenggam erat tangannya.

Tangan yang dulu menggenggamku penuh kehangatan, yang mengusap air mataku, yang merengkuh menenangkanku.

"Nado saranghaeyo­, Lee Sanghun-ah." Aku berharap, segera melihat manik cokelatmu lagi, mendengar suaramu, merasakan hangat pelukmu.
Oh, betapa aku merindukan semua tentangmu.

"Hun-ah ... kau memang suka membuatku menunggu lama, eoh? Sebentar lagi Natal tiba. Kau harus memenuhi janjimu."

Kembali terputar beberapa kenangan bersama Sanghun. Kenangan manis, juga kenangan pahit.
Andai saja aku tahu Sanghun sedang sakit. Mungkin saat itu aku tidak akan marah padanya, aku akan tetap menunggunya, aku akan memaklumi semua kejadian yang ada.

"Paboya! Neon jeongmal paboya, Hun-ah!" aku lagi-lagi menangis.

Mereka bilang, apa yang kau yakini terjadi, akan sungguh terjadi.
Aku sudah berusaha yakin dan percaya bahwa Sanghun akan bangun kembali. Keajaiban akan datang. Pasti akan ada transplantasi untuk Sanghun.

Namun sebagian dari diriku juga merasa bimbang. Aku takut akan kehilangan Sanghun untuk selama-lamanya.

TIIIITTT ....

Elektrokardiograf itu menunjukkan garis lurus panjang tak berujung. Diiringi bunyi nyaring.

"MALDO ANDWAE!!!"



14.00

"Hyemi-ya, gwaenchana?"
Aku berulangkali mengerjapkan mata. Berusaha menyesuaikan diri dengan banyaknya cahaya yang merasuk ke mataku. Sepertinya aku baru saja pingsan.

"Jaehyun oppa? Di mana Sanghun? Baru saja aku mendapat mimpi buruk, Sanghun masih hidup, kan? Apa ia sudah sadar?" mohon katakan kalau aku memang hanya bermimpi buruk.

"Hyemi-ya, tenangkan dirimu sejenak." Jaehyun menahanku yang berusaha bangkit berdiri.

"Aku hanya ingin memastikan Sanghun baik-baik saja. Aku ingin memastikan bahwa tadi hanya mimpi buruk. Di mana Sanghun?" aku terus berusaha berdiri, dan Jaehyun malah mendekapku erat. Mengapa firasatku berkata ini buruk?

"Hyemi-ya, tenanglah."

"A-aku tidak bermimpi? Sanghun ... benar-benar sudah mati?" tidak, aku masih tidak memercayai ini.
Jaehyun hanya diam membeku.

"Maldo andwae! Sanghun, aku harus melihatnya!" entah mendapat kekuatan dari mana, tiba-tiba saja aku bisa melepaskan cengkeraman erat Jaehyun.

"Sanghun...."

Dengan cepat aku sampai di kamar Sanghun. Sudah tidak ada infus, atau peralatan lain yang terpasang di tubuhnya. Selimut menutupi tubuhnya sampai hampir ke kepala.

"Sanghun-ah! Ireonna!!!" kumohon.... jangan tingggalkan aku.

"Kita harus pergi bersama, Hun-ah. Kenapa kau mengingkari janjimu?"

Aku menangis sejadi-jadinya. Kesedihan yang kurasa tidak dapat digambarkan dengan kata-kata lagi. Aku sudah kehilangan segalanya. Tidak ada lagi siapapun di sisiku. Benar-benar sendirian.

"Hun-ah, masih banyak yang ingin kukatakan kepadamu. Kau tidak mau mendengarkanku, eoh?" tubuhku benar-benar terasa lemas. Rasanya sudah tidak kuat lagi berdiri.

"Hyemi-ya, kau kenapa? Masih merasa pusing?" Jaehyun datang menghampiriku yang terduduk lemah, penuh air mata.

"Aku ingin mendonorkan semua organku. Bedah aku sekarang. Sudah tidak ada gunanya lagi hidup. Semuanya sudah pergi. Satu-satunya yang kumiliki juga sudah pergi. Aku ingin mati!"

"Hyemi-ya! Jangan berbicara begitu! Tenanglah.... Kau harus belajar mengikhlaskan semuanya. Aku tahu ini tentu berat untukmu."

Aku menyesal. Benar-benar menyesal.
Kenapa aku tidak menyadari bahwa Sanghun sedang sakit? Padahal tubuhnya terlihat semakin kurus?
Kenapa aku tidak membiarkan rasa curiga berkembang mengantarku pada jawaban sesungguhnya?
Aku malah memilih acuh dengan pernyataan bahwa ia baik-baik saja. Padahal tidak, Sanghun sangat tidak baik.

Aku bodoh, tidak menyadari semuanya lebih awal.
Penyakit Sanghun, maupun rasa ini.

Aku bodoh, telah mengatakan tidak ingin bertemu dengannya lagi, berkata membencinya, padahal yang kurasa adalah sebaliknya.

Kenapa kau tidak memberiku kesempatan sekali saja untuk mengatakan semua itu?
Sekali lagi, aku ingin menatap manik cokelatmu yang teduh, mendengar suaramu yang menenangkan hati, tenggelam dalam kehangatan pelukmu.

Andai kau memberiku waktu sedikit saja untuk melakukan itu semua.

"Lee Sanghun-ah, jeongmal saranghaeyo."

Sad Christmas (슬픈 크리스마스) - Mini NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang