"Sanghun-ah! Cepat buka pintunya! Neomu museowoyo!"
"Ne, jamkkanman!"
"Ppalliwa!" aku terus mengetuk pintu kayu itu. Sanghun lama sekali, sih?
"Wae geu–" seorang namja muncul.
Oh Tuhan! Aku lupa! Sanghun sudah pindah sejak dua minggu lalu! Paboya!"Aah, Joesonghamnida. Aku salah orang." Sungguh memalukan. Aku membungkukkan tubuh sambil mengucap maaf, dan segera melangkah pergi.
Kenapa aku tak kunjung ingat kalau Sanghun sudah pindah? Benar-benar pikun."Jamkkanman! Siapa kau? Dan, siapa Sanghun?" namja itu menangkap tanganku.
"Sanghun adalah orang yang tinggal di sini sebelumnya. Jeongmal joesonghamnida, ne. Aku akan pergi."
"Jeogiyo, aku sedang menganggur saat ini, kau bisa menceritakan hal yang membuatmu takut. Mungkin aku dapat membantu."
Aissh, namja ini cerewet sekali, sih? Mana mungkin aku bisa bercerita padanya? Kami baru saja bertemu, melalui cara yang memalukan bagiku.
"Animnida, Gomapseumnida." Sekali lagi aku membungkukkan tubuh, dan segera berlalu.
Hun-ah, bogoshipeosseo.
Aku menelepon Sanghun berkali-kali. Melalui nomor biasa, juga melalui Line. Tapi ia tak kunjung mengangkatnya.
Aku membenci jarak yang mulai ada di antara kami.–
"Hun-ah! Kenapa kau tak menjawab teleponku? Cepat buka pintunya! Ada yang harus kukatakan padamu!" Sanghun benar-benar lama sekali.
"Lee Sanghun! Ah...." Pabo!
Bukan Sanghun lagi yang tinggal di rumah itu, kenapa aku tak juga bisa mengingatnya?!"Kau lagi." Namja itu tersenyum. Memangnya ada hal yang pantas untuk disenyumi?
"Jeongmal joesonghamnida. Aku benar-benar lupa. Sekali lagi, aku minta maaf telah mengganggumu. Permisi."
"Aku tidak keberatan menggantikan 'Sanghun' jika kau membutuhkannya saat darurat. Kelihatannya ia sulit sekali dihubungi. Apa kalian tidak memiliki nomor telepon satu sama lain?"
Aissh, namja ini. Selalu saja cerewet, ingin tahu urusan orang lain.
Menggantikan Sanghun? Mustahil."Ada hal yang tidak bisa dijelaskan melalui telepon. Aku permisi."
–
12 Februari 2014
"Sanghun-ah, saengil chukkae! Kuharap kau sehat selalu dan berumur panjang. Kuharap kita bisa masuk ke universitas yang sama, dan terus bersama. Tetaplah tersenyum, segera carilah yeojachingu, dan segera balas pesanku!"
Beriringan dengan voice note itu, kukirim foto-foto kue buatan tanganku. Yang berhasil, maupun yang gagal. Juga, foto kami berdua ketika masih kecil yang sudah ku edit tentunya. Wajahnya kucoret-coret di bagian pipi, gigi, dan kuberi gambar bunga mengelilingi kepalanya. Lucu sekali.
Pesan berikutnya adalah spam telepon tak terjawab, dan pertanyaan-pertanyaan.
'Neo eodisseo Hun-ah?'
'Ni mogsorineun geuriwosseo. Cepatlah balas pesanku, Hun-ah'
Sudah 3 hari aku tak melihat Sanghun di sekolah. Menurut kabar teman-teman sekelasnya (yang baru kudapat pagi tadi), dia sudah absen sejak 3 hari lalu. Tidak ada keterangan jelas. Ia hanya absen begitu saja.
Sialnya, aku tak tahu alamat rumah baru Sanghun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Christmas (슬픈 크리스마스) - Mini Novel
RomansaTernyata, Natal memang tidak selalu berbicara tentang kebahagiaan sempurna. Ada kalanya kita harus merasa sedih, untuk tahu bagaimana rasanya senang. Kita perlu merasa kehilangan, untuk tahu bagaimana rasanya memiliki. Baik maupun buruk, keduanya...