hopeless romantic

2.2K 224 15
                                    

Andin mengetuk ngetukkan jarinya pada meja cafe, mendengar lantunan lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi cafe, lagu korea. Exo- universe judulnya.

Dia kini sedang menunggu teman temannya, mereka memang terkenal sebagai si kembar telat, ini memang kesalahannya, seharusnya jika ingin janjian dengan si kembar itu kau harus mengatakan, jika janjiannya jam 12 kau harus mengatakan jam 10.

Mantanya menyipit kala melihat pria yang mengenakan kaos bewarna abu abu naik ke atas panggung sambil memegang gitar.

"Hallo semuanya, gue Lano, semoga terhibur," ucapnya diiringi senyuman membuat wanita wanita di sekitar Andin tak berpaling darinya.

Lalu dia mulai memetik gitar dengan lembut.

Ever after comes after we meet

I think the movies were lying to me

Oh my, how the lie.

Andin terus memperhatikan Lano seperti yang lainnya, tidak bisa dipungkiri bahwa dia merindukan lelaki itu, ini pertama kalinya ia melihat Lano setelah kejadian waktu itu.

Know i'm Ready to give you my heart

Dan secara tiba tiba tatapan Lano jatuh padanya, Lano terus bernyanyi dengan tatapan yang terlihat mendalami matanya.

Just gotta find you so we can start
Oh yeah, but till then...

I gotta be patient
But I'm tired waiting...

Andin menurunkan pandangannya, menggenggam gelasnya erat. Lagu terus terdengar.

I'm just the hopeless romantic romantic
Looking for love...

I'd risk it all just to have it
I wouldn't take it for granted...

I'm just a hopeless romantic
Not giving up...

Cause i deserve to find my own
I can feel it in my bones...

Yes i know you're somewhere close
Giving me hope...

Uhh, Rasanya Andin ingin keluar dari sini sekarang.

"Lama nggak ketemu, lo makin cakep aja." Ucapan seseorang membuat Andin berjengkit kaget.

Andin menaikkan pandangannya, Lano berdiri si hadapannya, Senyum pria itu masih sama, tidak pudar. Andin kira Lano akan tidak mau lagi berbicara padanya karena kejadian itu.

Andin balas tersenyum, "Dan lo makin kucel aja," Ucapnya membuat Lano tertawa.

"Masih nyinyir aja itu mulut," ucapnya sambil menarik kursi di hadapan Andin.

Mereka berdua diam, Andin antara merasa canggung dan bersalah sekarang.

"Lo nggak nanya kemana gue ngilang selama beberapa jam ini." Ucap Lano sambil menaikkan alisnya.

Andin mendengus, "Jam? Really. Lo ngilang lebih dari seminggu setan," Ucap Andin kesal. Lebih kesal lagi melihat Lano kini kembali tertawa.

"Ahh, lo kangen sama gue ya," Godanya sambil mengedip sebelah matanya. Andin memutar bola matanya.

"Sorry," Ucap Andin setelah beberapa detik mereka terdiam.

"Lo tau, ini kata yang mulai gue benci keluar dari mulut lo," Ucapnya lalu melanjutkan. "Kata itu seolah lo udah gak bisa gue gapai, gue gak suka."

Andin hanya terdiam dengan tangan mencekram tas sampingnya erat.

Dia tidak bisa melihat tatapan Lano yang seperti itu, tatapan terluka, yang ia tahu dialah penyebabnya. Entah sejak kapan Lano telah menjadi orang penting dalam hidupnya.

"Tanpa gue bilang lo pasti tau gimana perasaan gue, kakak Maura-" Suara Lano sedikit tercekat mengucapkannya.

"Gak akan membuat gue menyerah atau menjauh dari lo, Gue gak tau sejak kapan, tapi lo selalu memenuhi isi kepala gue, lo penting di dalam hidup gue Din, yeah Meakipun lo badung," Ucapnya dengan sedikit terkekeh di akhir kalimatnya, Membuat Andin juga ikut tersenyum.

"Gue juga gak suka lo menjauh dari gue Lan," Ucapnya sambil tersenyum ke arah Lano, Lano ikut tersenyum, sebelum kemudian si kembar tengil Lala dan Lili bergabung dengan mereka.

Mereka tidak menyadari seseorang yang tengah duduk membelakangi mereka tengah mengepalkan tangannya, hingga buku jarinya memutih.

.

.

.

Pintu Apartement diketuk dengan keras saat Andin tengah mengoleskan krim malam pada tangannya.

Dengan kaki menghentak dia berjalan dengan cepat, siapa yang bertamu malam malam seperti ini, teman temannya tidak mungkin.

Lalu matanya membulat saat tubuhnya di timpa beban berat kala ia membuka pintu.

"Lepasin Ver," Ucapnya sambil berusaha melepaskan pelukan erat itu. Tubuh itu tetap tidak bergeming malah mengeratkan pelukannya.

"Jahat!" Ucap pria itu sambil menaikkan pandangannya menatap Andin, Dan Andin menyadari bahwa wajah pria itu terdapat lebam dan sudut bibirnya terluka.

"Ayo kita masuk," Ucap Andin tapi Veron menggeleng, Andin mencium bau alkohol dari Tubuh Veron, bisa dipastikan jika pria ini mabuk.

Andin mendesah keras, lalu sekuat tenaga membawa pria mabuk ini masuk di antar pelukan eratnya.

Lalu membaringkan Veron di sofa, Andin memutuskan untuk mengambil obat untuk mengobati Veron, tapi belum sempat dia beranjak, tangannya di genggam erat. Mata pria itu terbuka.

"Jangan gini Di," Ucapnya, Andin melihat sesuatu mengalir dari sudut matanya.

"Maafin aku, jangan gini Di, jangan," Lalu kini pria itu terisak, dengan mulutnya terus meracau tidak jelas, tangannya sudah melepaskan tangan Andin.

Andin berusaha membuang rasa sesak yang menghimpit dadanya.

"Kakak jangan tinggalin aku ya, janji loh," Ucap Andin kecil pada pangeran tampannya. Veron tersenyum geli, gadis seumuran adiknya yang sudah ia anggap adiknya sendiri ini, sangat cerewet, selalu itu yang dikatakannya.

"Iya," Ucap Veron sambil mengangguk, jika teman teman Andin yang lain sibuk bermain dengan teman seumurannya, berbeda dengan Andin, gadis ini lebih suka berdekatan dengan Veron jika pria itu sedang di rumah.

Orang tua Andin juga tidak melarang, karena mereka juga sangat sibuk, mereka yakin Veron akan menjaga Anaknya, Veron yang sudah Andin anggap kakaknya sendiri karena Andin adalah anak tunggal, mungkin dia menginginkan kasih sayang seorang kakak pikir mereka, tapi mereka tidak tahu, bahwa yang di rasakan anaknya tidak hanya rasa sayang kepada seorang kakak, tapi kasih sayang pada seorang pria.

Andin membuang ingatan masa lalunya lalu mengambil sesuatu untuk mengobati wajah Veron.

Andin membersihkan luka di wajah Veron dengan pelan, sebenarnya dengan siapa Veron berkelahi.

Veron adalah sosok kakak yang sempurna, ia hangat dan pengertian. Tidak heran kalau Maura selalu membanggakan kakaknya itu, Ahh bagaimana kabar sahabatnya itu, Andin belum sempat menghubunginya, Andin Rindu.

.

.

.

Veron menerjabkan matanya, kepalanya sakit. Dia berusaha duduk dengan satu tangan memegang kepalanya.

Aku dimana? Pikir Veron, lalu sesaat kemudiam dia memukul kepalanya saat menyadari dia berada di Apartement Andin.

Veron melihat obat dengan air putih juga secarik kertas.

Minum obatnya, aku sekolah.

Kalimat di kertas itu membuatnya tersenyum senyum sendiri, Ahh betapa gilanya dia yang menyukai gadis sekolahan yang bahkan seumuran dengan adiknya, ahh dia sudah gila.

****
Tbc....

I'm sorry 🙏

THE PAIN (MINE #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang