Part 2

1.2K 99 4
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pukul setengah empat sore adalah jam bangun untukku. Sebagai vampire, sore hari adalah waktu pagi bagi kami. Aku membuka mataku dan melihat langit-langit kanopi tempat tidurku. Rasanya sangat malas untuk bangun. 

Hei jangan salahkan aku, walaupun seorang pureblood, aku juga masih normal seperti yang lainnya. Aku juga ingin tidur lebih lama dan membolos sekolah seperti kalian. Aku memejamkan mata lagi dan bergerak ke samping. Aku merasa tanganku bersentuhan dengan sebuah benda yang halus, tapi itu bukan selimut, lebih seperti rambut. Penasaran, aku membuka mata. Betapa kagetnya aku melihat seseorang di sampingku. Rambut silver panjang yang lurus. Kulit putih pucat seperti salju. Mata orang itu masih terpejam dan kelihatan tidak terganggu. Aku mengingat-ingat apa yang terjadi di hari sebelumnya. Ingatan terakhirku adalah pencarian Zero. Aku menemukannya dan membawanya ke kamarku. Tapi, kenapa orang ini terlihat berbeda.

"Hei, kau bangun"

Kuguncangkan bahunya pelan. Dia mengerang kecil. Perlahan dia membuka matanya. Mata violet yang indah masih berkabut oleh kantuk. Mata violet itu, mata Zero.

"Zero?"

"Ku..ran?"

Dia menjawabku dengan suara serak. Perlahan dia bangun mengambil posisi duduk. Satu tangannya mengucek matanya dengan imut. Dia terbatuk, refleks aku mengambil segelas air di nakas samping tempat tidurku dan menyodorkannya. Dia meminumnya dengan cepat. Setelah habis, aku masih bisa melihat bibirnya yang kering.   

"Kau bodoh Kuran. Seharusnya kau membiarkanku mati. Dengan begitu aku tidak akan menjadi pengganggu hubunganmu dengan Yuki lagi"

Mendengar nama Yuki, beast ku menggeram tidak suka. Bahkan aku sendiri mendengar marah karenanya. Apa Zero benar-benar tidak menganggap penting nyawanya sendiri, sehingga dia sangat ingin mati. Hal yang kutahu selanjutnya adalah aku menerjangnya dan mencengkram kedua tangannya di sisinya. Aku yakin sekarang mataku merah dan kekuatan purebloodku meluap-luap, karena aku bisa merasakan suhu udara berubah.

"Aku menolongmu karena aku menginginkannya, karena aku menghendakinya. Aku yang akan putuskan apakah kau hidup atau mati. Zero."

Tak ada ketakutan di mata violet itu. Dia hanya menatapku sayu. Bibirnya tersenyum dan matanya melembut. Sungguh aku tidak mengerti sifat Zero yang satu ini.

"Hahaha...arogan seperti biasanya Kuran."

Suara tawanya membuatku merasa diejek. Seperti dentingan lonceng kecil yang berbunyi, suara tawanya begitu lembut. Aku tidak mengerti, aku tidak mengerti. Aku menginginkan bibir yang membuat suara itu. Ku tempelkan bibirku dengan bibir keringnya. Aku bungkam suara tawa itu dengan bibirku. Dengan posisi mulut yang masih terbuka, aku segera menyelipkan lidahku ke dalamnya. Semua sisi dalam gua hangat itu aku kecap. Gigi taring tajam aku elus dengan lidahku. Dia melenguh tertahan.  Kurasakan dia menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba lepas. Alhasil aku menggigit bibirnya hingga berdarah.

Silver Chain (Complete)Where stories live. Discover now