Part 6

951 81 7
                                    

Warning!

Di bawah ini rate M (Yaelah dari awal juga rate M). Saya tidak tanggung jawab sama apapun karena sejak awal sudah ditulis rate-nya. Lalu saya ingatkan kembali bahwa ini menyangkut shemale, jadi mungkin kalau ada yang kurang atau tidak suka sama sekali dengan hal seperti ini tidak usah dibaca.

.

 .

Aku menunduk dan mencium bibir mungil itu. Sesekali menyesap dan menggigitnya. Satu tanganku bergerak mengelus sisi tubuhnya. Pelan-pelan aku menurunkan tali putih di bahunya, menurunkan pakaiannya. Aku menarik kain putih itu turun hingga buah dadanya terlihat. Mataku tidak bisa lepas dari puncak merah muda yang terlihat lezat itu. Aku mengusapnya, meremas bulatan padat itu dengan lembut. Kedua benda itu terasa sangat kenyal dan halus di tanganku. Suara helaan napas dan desahan terdengar dari bibir Zero. Aku tersenyum, tanpa meminta izin lagi aku mencium puncak kanannya. Kujilat dan kumainkan dengan lidahku. Mulutku meraup tonjolan itu dan mulai menghisapnya. Aku bisa merasakan benda kecil itu semakin tegang di bibirku. Satu tanganku meremas dan memelintir puting lainnya. Aku menyukainya, ini sangat enak. Aku rasa aku akan sering melakukan ini.

"Aaahhh Kaname.."

Lidahku bergerak menuju puting lainnya. Aku mainkan sama seperti yang ku lakukan pada satunya. Zero semakin membusungkan dadanya membuatku semakin asik memainkannya. Aku turun dan menciumi perutnya. Perlahan aku menyusuri garis v miliknya dan menemukan tonjolan di celana dalam putih yang basah. Aku menariknya turun hingga terpampang juniornya di depan mataku. Ukurannya normal untuk ukuran laki-laki. Aku langsung memasukkannya ke dalam mulutku dan mengulumnya.

"Nggg..hhh..nnn"

Aku menggerakkan kepalaku. Suara desahan Zero yang semakin keras membuatku semakin bersemangat. Tangan Zero menjambak rambutku. Aku bisa merasakan otot pahanya mengencang. Ku tahan kedua kakinya saat dia berusaha menjepitku. Sementara aku bermain dengan kerutan pink yang ada di antara kedua bongkahan kenyalnya. Aku mendengar suara ringisan. Ah iya, salahku juga tidak menggunakan pelicin.

"Argh.."

Aku kembali mencium bibirnya, tanganku mengambil lube dan mengoleskannya di jariku. Pelan-pelan kali ini aku melebarkan cincinnya. Suara erangan tertahan mulutku. Aku mengurut bagian dalamnya, sambil melebarkan dan mempersiapkannya. Jariku menusuk-nusuk mencari titik emas itu. 

"AHHH"

Sepertinya aku berhasil menemukannya. Aku tersenyum kecil mendengar reaksi Zero. Dia mendesah keras dengan ekspresi yang menarik.

"Lagi.. nn"

Aku menurutinya, kembali menusuk-nusuk titik itu, sambil memandang wajah Zero yang merasa nikmat. Bibirnya dia gigit berusaha menahan suara indahnya itu. Ah, dia benar-benar menggemaskan. Aku tidak tahan. Aku ingin memasukinya sekarang.

Ku posisikan milikku di lubang merah mudanya itu. Aku oleskan lebih banyak lube lagi. Ku tempelkan milikku di pintu masuknya. Dia sepertinya menyadari apa yang akan kulakukan. Dia menatapku dengan mata yang sayu dan wajah yang memerah. Bibirnya semakin bengkak karena dia terus mengigitnya tadi.

"Aku akan masuk."

Hanya anggukan kecil yang ku dapat sebagai respon. Pelan-pelan aku maju. Walau sudah kulonggarkan, aku bisa merasakan betapa sempitnya Zero. Aku masih berusaha menahan diri untuk tidak menyentakkan milikku. Wajah kesakitan Zero membuatku sedikit merasa bersalah. Aku mengusap air mata yang jatuh ke pipinya. Dengan penuh kesabaran akhirnya milikku tertanam hampir seluruhnya ke dalam lobang hangat Zero.

"Zero...Aku akan..bergerak"

Tanpa menunggu jawaban lagi aku bergerak. Memaju mundurkan pinggulku sambil mencari ritme yang tepat. Aku bisa mendengar napas berat Zero dan rintihan kesakitannya. Aku menunduk dan mencium bibirnya lagi, kali ini dengan tenang dan penuh perasaan. Aku tidak ingin melihat Zero kesakitan. Entah mengapa itu membuat hatiku merasa tidak nyaman. Sambil bergerak mencari sweet-spot tadi, aku berusaha menenangkan Zero.

Silver Chain (Complete)Where stories live. Discover now