Pekan ujian seharusnya ku lewati dengan mengulang pelajaran seperti murid normal lain , malah harus kulalui dengan ditemani kertas-kertas kerja yang menumpuk tinggi. Sungguh ini menyebalkan. Belum lagi Takuma sedang absen karena di panggil oleh kakeknya untuk pulang ke rumah. Ingin rasanya ku bakar saja semua kertas yang tidak penting ini. Benar-benar menyebalkan. Apalah arti menjadi seorang raja Vampir kalau harus mengerjakan paperwork begini.
Tok tok
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian ku. Aku menggumamkan masuk. Saat pintu di buka, masuklah orang yang sangat ku kenal, dengan rambut panjang silver yang sangat cantik. Di tangannya terdapat sebuah nampan berisi secangkir teh dan beberapa potong kue brownies coklat. Aku tersenyum padanya.
"Zero.."
Dia tak banyak bicara. Hanya meletakkan nampan itu di meja.
"Terima kasih Zero."
Zero masih juga berdiri di depan ku. Dia tidak bergerak sedikit pun.
"Duduklah, kau butuh sesuatu?"
Zero masih juga diam tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan ku dengan mata amethyst miliknya. Hal itu membuat ku bingung. Bahkan dengan Zero datang ke ruangan ku saja itu sudah aneh. Apalagi ini dengan membawa teh dan kue. Sungguh aku tidak mengerti dia yang sekarang.
Aku meletakkan pena ku dan beranjak dari kursi. Ku dekati Zero yang sudah hampir seperti manekin cantik disana. Aku memeluk pinggang rampingnya dan menariknya ke dadaku.
Sejak kami mating, koneksi diantara kami tercipta. Aku seharusnya bisa merasakan emosi Zero, maupun sebaliknya. Bahkan pada saat tertentu, aku juga seharusnya bisa bertelepati dengannya.
Seharusnya
Tapi hal itu tidak terjadi. Zero seperti mencoba menutup koneksinya dengan ku. Aku tidak bisa merasakan emosinya. Apalagi mendengar suara pikirannya. Aku hanya merasa suatu gelombang aneh yang mengatakan kalau ada yang tidak beres.
Aku menghela napas. Dia masih saja diam. Tanganku mengelus rambutnya halus. Sesekali aku hirup harum sampo yang dia pakai, bercampur dengan aroma tubuhnya. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa tenang. Rasanya semua beban dikepalaku tadi terangkat begitu saja. Rasanya tenang. Mungkin benar apa yang dikatakan leluhur mengenai mate. Kau akan merasa tenang jika mate mu ada di sisimu.
"Kenapa sayang, kau bosan? Ingin jalan-jalan?"
Masih juga tidak dijawab. Aku antara gemes sama kesal lama-lama. Sudah ku bilang kan kalau sejak Zero jadi pureblood, dia jadi aneh. Di satu sisi aku bersyukur karena dia tidak dikit-dikit menodongkan pistol ke kepalaku. Di sisi lain aku bingung harus menghadapinya gimana. Lelah, tapi aku tidak mau marah padanya.
Akhirnya aku berinisiatif menggendongnya dan duduk di sofa. Lalu ku pangku anak itu. Dia masih diam juga. Ya sudah, aku peluk saja tubuhnya sambil beristirahat sejenak.
Aku merasakan usapan halus di kepalaku. Jari jemari lentik Zero menyisir rambutku dengan halus. Aku tidak ingat kapan terakhir kali ada yang mengelus kepalaku seperti itu ini. Mungkin Kuran Juri dulu. Mataku jadi mengantuk.
"Apa kau ingin aku istirahat?" Gumamku, kini aku menenggelamkan wajahku di dadanya. Ah empuk sekali.
Dia masih juga tidak menjawab. Tapi tidak juga berhenti mengelus kepalaku. Aku hanya tersenyum.
"Baiklah, aku akan istirahat."
....................................................
Yuki POV
Anak baru di Moon dorm cantik sekali ya.
Iya, dia sangat cantik. Aku pikir selama ini Ruka senpai paling cantik. Tapi dia lebih lebih cantik lagi.
YOU ARE READING
Silver Chain (Complete)
FanfictionMata penuh kalkulasi Kuran Kaname tak bisa berpaling melihat hunter sekaligus level D itu. Di balik punggung tegap dan sikap keras kepala pemuda silver itu menyimpan segudang rahasia yang menarik sang pureblood Kuran. Vampire Knight milik Matsuri Hi...