Awal Persahabatan Kami
---
Hubunganku dengan Lino saat berpacaran bisa dibilang sangat mulus. Kami jarang bertengkar, walaupun Lino sering sibuk bermain game namun aku mengerti, itu hobinya yang memang tak bisa ia tinggalkan hanya untuk aku. Dia sosok yang sangat diidam-idamkan banyak orang, wajahnya tampan dengan mata sipit dan rambut tebal yang selalu menjadi incaran guru saat razia. Lino juga sering memberi kejutan-kejutan kecil untukku, intinya aku sangat menyayangi Lino.
Namun, setelah kami berpacaran selama satu tahun empat bulan, tepatnya di bulan Maret 2017, Lino sering mengabaikan pesanku, panggilan-panggilanku, ia sering sekali bolos sekolah, bahkan aku tidak tahu apa yang ia lakukan sampai harus bolos sekolah.
Tanggal 29 Maret 2017, aku mengunjungi rumahnya. Aku sudah gerah berkali-kali ditanya oleh teman-temanku, guru-guruku, perihal Lino yang jarang masuk sekolah, dan tak bisa aku pungkiri, aku merindukan Lino. Aku mengucapkan salam sambil mengetuk pintu rumah Lino beberapa kali sampai aku mendengar suara dari laki-laki itu menyahut dari dalam. Ia membukakan pintu untukku.
"Hai," katanya dengan senyum memperlihatkan gigi yang sangat khas darinya. Menyebalkan. Di saat-saat seperti ini ia malah menyapaku dengan kata sederhana itu.
"Aku mau ngomong."
"Sebentar, saya ambil minum dulu, kamu duduk aja," katanya lalu masuk ke dalam rumah. Ya, walaupun dia sudah menjadi pacarku, dia masih menggunakan sapaan saya-kamu untuk berkomunikasi. Aku duduk di salah satu sofa di ruang tamunya lalu mengambil bantal dan memangkunya. Tak lama, Lino datang membawa secangkir teh manis hangat untukku. "Ada apa Pril?"
"Kamu nanya ke aku ada apa?"
"Ya maksud saya, ngapain kamu jauh-jauh ke sini. Saya kan bisa ke rumah kamu."
"Gimana kamu mau ke rumah aku kalau chat aku aja ga kamu gubris sama sekali."
"Maaf, maaf, saya jarang buka hp sekarang. Saya lagi ada turnamen game. Jadi saya main game terus."
"Jadi kamu jarang masuk sekolah juga karena game? No, kamu udah mau kelas 12, kamu ga bisa gini terus," ucapku yang tanpa sadar sedikit menaikkan nada suaraku.
"Kata kamu, kamu mau dukung apapun yang saya lakuin, kenapa sekarang kamu marah sama saya?" dia mengerutkan kening.
"No, selagi yang kamu ngelakuin hal positif, aku dukung. Kalau kamu kayak gini, ya gimana aku mau dukung kamu."
"Saya ga bisa berhenti main game Pril, kamu tau itu."
"Tapi ga sampe bolos sekolah No, aku ga suka. Ga sampe bener-bener lupain aku. Kalau kamu gini terus, kita udahan aja No," aku mengucapkan hal itu untuk pertama kalinya dalam hubunganku dengan Lino dan sebenarnya, saat itu aku hanya berniat untuk menggertaknya.
"Ok. Kalau kamu maunya gitu, ga apa-apa. Ayo saya antar pulang." Lino bangkit dari sofa kemudian berjalan masuk ke kamarnya lalu kembali dengan membawa helm. "Nanti keburu hujan, ayo saya antar."
Aku mengikuti langkah Lino keluar dari rumahnya, aku diam seribu bahasa dan mencoba menerka-nerka apa maksud dari perkataan Lino. Dia akan berubah atau ia menerima gertakanku untuk putus? Selama perjalanan, kami hanya diam tanpa adanya komunikasi. Sesampainya di depan gerbang rumahku, ia menaikkan kaca penutup helmnya lalu berkata padaku, "Kamu jaga diri ya, makasih udah pernah jadi pacar saya."
Aku hanya diam lalu masuk ke dalam rumah. Kemudian menjalani hari-hariku dengan ceria tanpa Lino. Tapi itu hanya ekspektasiku. Nyatanya, aku menangis tersedu-sedu hingga membasahi bantal di kamarku, aku menyesali semua perkataanku, aku terus menangis dan menangis. Padahal seharusnya tiga hari lagi, aku dan Lino merayakan ulang tahunku yang ke-17 dan aku malah mengakhiri hubungan kami. Bodoh. April bodoh.
Tanggal 1 April 2017, hari ulang tahunku pun tiba. Aku senang mendapat ucapan dari orangtuaku, sahabatku dan teman-temanku. Tapi Lino? Menyapa saat bertemu di koridor saja tidak. Dua minggu setelah ulangtahunku, aku terkena tifus dan harus menjalani rawat inap. Jangan bilang ini karena Lino. Bukan. Aku memang kelelahan, ya setidaknya kalian percaya saja padaku bahwa aku kelelahan dengan agenda sekolah. Bukan kelelahan karena setiap hari menangis semalam suntuk.
Banyak dari teman-temanku yang menjengukku dan di hari itu, jam tujuh malam, Lino datang dengan membawa makanan kesukaanku, kentang goreng dan burger dari McDonald's.
"Kamu boleh makan kentang kan? Ini saya bawain kentang sama burger. Sodanya tadi saya minum, ga apa-apa ya?" tanyanya setelah menyapaku dan ibuku. Aku hanya diam tak menjawabnya.
"Tante keluar dulu ya Lino, mau cari makanan. Kamu ngga apa-apa jagain April dulu sebentar?"
"Oh iya tante ngga apa-apa," jawab Lino yang membuatku memutar bola mataku kesal. Aku tidak bisa melarang ibuku untuk pergi karena sejak tadi ibu memang belum makan dan kebetulan ada Lino yang bisa menjagaku.
"Udah enakan?" tanyanya lagi. Aku masih diam. Dia menghela napas kemudian duduk di kursi yang berada di samping ranjangku. Aku membuang muka lalu berpura-pura fokus menonton televisi. Lino tidak menyerah, ia mengoceh tanpa jeda selama setengah jam dan berusaha membuat aku membuka mulut.
Namun yang keluar dari mulutku hanya, "Berisik, bisa diem ngga?" Bukannya berhenti berbicara, Lino malah menceritakan kejadian-kejadian lucu yang ia alami, mau tidak mau akhirnya aku tertawa juga. Setelah aku tertawa, tiba-tiba Lino memelukku dengan erat.
"Saya kangen, cepet sembuh ya. Kita bisa kan jadi sahabat? Saya cape jutek-jutekan sama kamu."
Aku menangis di dalam pelukannya, tak mampu berkata namun berusaha menerima kenyataan. Hingga saat ini, tanggal 21 Oktober 2017, setelah hampir tujuh bulan putus dari Lino, aku masih menyayanginya dengan amat sangat.
Lino yang selalu tersenyum, Lino yang bangga akan lesung pipitnya, Lino yang selalu mengantar jemputku, Lino yang sangat suka bermain game. Ralat. Aku tidak menyayangi Lino yang suka bermain game! Aku menyayangi semua yang berada dalam dirinya terkecuali poin terakhir tadi, aku sangat membencinya.
Bersambung
----
Kesamaan nama dan tempat memang disengaja dan sudah diberi izin oleh pihak-pihak yang tercantum. Tidak diizinkan untuk menyalin seluruh atau sebagian dari isi cerpen. Terimakasih untuk Atazma Lino dan Aprilia Firdausya yang telah menjadi inspirasi utama saya.
Minggu, 21 Januari 2018
13:24
Di sela-sela saya menonton drama korea Tomorrow with You.
KAMU SEDANG MEMBACA
LiNo (Lima November)
Short Story"Tidak seperti orang-orang yang menyukai bulan Desember, aku lebih menyukai bulan November. Karena di bulan itu, dia hadir. Hadir di alam semesta, hadir juga di duniaku." -Aprilia Firdausya- LiN...