Kisah Kami, Bersama Motor Scoopy
---
Adrian
---
Aku menatap perempuan itu sekali lagi, namun, ia membuang pandangannya dariku untuk kesekian kali. Aku tertawa kecil, jemariku mengamit tangan kanannya lalu memasukkannya ke dalam saku jaketku.
"Kamu makin manis kalau lagi ngambek gitu," ujarku sambil mengeratkan genggaman pada tangannya. Dia hanya mendengus singkat kemudian tiba-tiba tertawa malu.
"Apa sih Yan," katanya sambil memukul pelan lenganku dan tersenyum. Senyum yang baru hadir kembali setelah lima belas menit ia merajuk karena aku menghilangkan ikat rambut kesayangannya, padahal itu hanya ikat rambut sederhana berbentuk pita. Katanya, itu penting karena ikat rambut itu pemberian dariku. Ah, manisnya gadis ini.
Dia adalah perempuan berumur 18 tahun yang amat aku sayangi. Namanya Athaya, dia pacarku. Dia yang mengajarkanku bahwa jika bersamanya, memandang langit malam penuh bintang ditemani segelas susu coklat bisa lebih indah daripada menikmati senja sambil menyesap kopi. Dia juga yang mengenalkanku pada lagu-lagu riang yang penuh semangat. Dan dia juga yang membuat aku tersenyum setiap mengingat dia adalah pacarku.
"Mau langsung pulang atau--" ucapku kekita kami sampai di depan motor scoopy cokelat milikku.
"Aku laper..." Athaya memanyunkan bibirnya. "Makan yuk..."
"Di mana?"
"Di mana aja aku ikut."
Scoopy cokelatku melaju membawa kami menuju McDonald's, namun, Athaya menepuk-nepuk pundakku. "Ga mau di McD, mau di nasi goreng yang waktu itu aja."
"Tumben? Kenapa?"
"Ya ga apa-apa, pengen aja."
"Ga enak sama aku? Takut aku ga ada uang?" tanyaku ragu dan jujur, kepercayaan diriku merosot.
"Kamu tuh kebiasaan deh Yan, ga gitu, aku emang pengen makan di sana."
Aku ragu itu alasannya, aku tahu Athaya sangat menggilai McFlurry oreo dan ayam goreng dari McDonald's, ini pasti karena aku. Dia terpaksa mengikuti gaya hidupku yang sederhana dan tak bisa memperlakukannya seperti mantan pacarnya dulu.
Dari segi kendaraan saja aku sudah kalah telak dari mantan pacar terakhir Athaya, laki-laki itu mengandarai mobil yang harganya bisa sepuluh kali lipat dari harga motor scoopy cokelatku. Aku bukannya tak mensyukuri keadaanku, tapi aku merasa aku bukan yang terbaik untuk Athaya. Istilah minder sangat cocok ditempelkan padaku.
"Ayo Yan, di nasi goreng waktu itu aja..." rengeknya ketika aku diam saja tak menggubrisnya. Akupun mengalah dan melajukan motorku ke arah warung tenda di pinggir jalan yang dimaksud oleh Athaya. Ketika sampai di sana, seperti biasa aku membantunya membukakan helm, kemudian, kami memilih tempat duduk yang paling dekat dengan akses keluar masuk.
Kami memesan menu yang sama, yaitu, seporsi nasi goreng spesial dan segelas teh manis hangat. Sambil menunggu pesanan kami datang, aku mengambil headset milik Athaya dan memasangnya pada handphoneku, kemudian aku memasangkan kepala headset yang kanan pada telinga Athaya dan yang kiri pada telingaku. Lagu Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan dari Payung Teduh melantun merdu pada telingaku, tapi lebih merdu lagi suara Athaya yang ikut bernyanyi pelan.
Aku menatap Athaya sambil memainkan jari-jari lentiknya, ia memandang ke arah meja, masih sambil bernyanyi dan menikmati lagu. Kecantikannya bertambah ketika ia menyelipkan sejumput rambutnya pada telinga, entah mengapa, aku merasa beruntung sekaligus takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LiNo (Lima November)
Short Story"Tidak seperti orang-orang yang menyukai bulan Desember, aku lebih menyukai bulan November. Karena di bulan itu, dia hadir. Hadir di alam semesta, hadir juga di duniaku." -Aprilia Firdausya- LiN...