Namanya Alana
---
Abizard
---
Di setiap sekolah pasti ada sekumpulan laki-laki yang cukup dikenal karena ketampanannya, mereka sebenarnya bukan sekelompok manusia yang sengaja membentuk geng dengan tujuan untuk mendapat perhatian lebih dari banyak orang. Tapi kebetulan laki-laki di dalam kelompok tersebut memiliki wajah yang terlihat menarik bagi banyak orang. Gue, sepertinya masuk di dalam kelompok itu.
Nama gue Abizard Haqun Nadhir, umur 16 tahun hampir 17 tahun, tinggi badan 180cm, seorang siswa SMA sekaligus atlet basket bernomor punggung 23. Gue juga dikenal sebagai cowok pemangku gitar yang hobi bersenandung riang, tentunya bareng teman-teman gue yang selalu disebut kelompok cowok penghuni pojok kantin setiap jam istirahat di sekolah gue. Kelompok ini terdiri dari empat orang siswa kelas 12 berbeda keahlian, ada Lino yang jago banget bolos, Eki yang paling pinter ngomong, Adrian yang jago banget nyimpen rahasia dan gue, Abi yang jago banget naklukin hati cewek tapi lemah juga sama cewek. Sebenarnya cuma Ardian dan kakak gue yang tahu gelar penakluk hati cewek tadi, karena cuma mereka yang tahu kebrengsekan gue.
Semua ini bermula saat gue kelas 11, gue punya pacar bernama Bunga, dia juga kelas 11 saat itu dan letak kelasnya bersebrangan dengan kelas gue. Kita saat itu udah berpacaran kira-kira empat bulan, dan gue bisa dibilang bucin atau budak cinta karena selalu kalah yang lebih tepatnya mengalah dari Bunga, hampir semua orang di sekolah gue tahu soal itu. Iya, mereka tahu kalau gue bucin.
Di suatu malam, gue bertengkar hebat dengan Bunga lewat chat, karena gue ngerasa dia berubah dan ada indikasi suka sama cowok lain. Gue nuduh bukan tanpa alasan, udah beberapa kali Bunga berubah dengan pola yang sama dan pasti dia suka cowok lain, tapi dia malah bilang kalau gue yang berubah dan ngga sama kayak dulu lagi. Gue di situ bener-bener down, dan cukup bikin gue rada stres karena tiga hari lagi ada turnamen basket yang penting banget buat gue apalagi turnamen itu bertepatan sama hari ulangtahun gue. Di saat gue lagi galau kacau balau itu, tiba-tiba kakak gue, Sheila namanya --tapi gue dipaksa dari kecil untuk memanggil dia dengan sebutan Teteh--, mengetuk pintu kamar gue dari luar sambil beberapa kali menyebut nama gue.
"Apaan?" tanya gue sambil membuka pintu lalu menggisik mata yang gatal.
"Abis nangis ya lo?"
"Dih, apaan? Engga, gatel. Ada apaan?" jawab gue yang dilanjutkan dengan pertanyaan yang sama.
"Ini, anter temen Teteh balik dong."
"Lah? Katanya mau nginep. Kok pulang?" Gue sempat melirik jam dinding yang menggantung di dalam kamar. Lalu berkata, "Jam setangah 11 masa pulang?"
"Iya tadi ditelepon sama emaknya disuruh balik. Soalnya tiba-tiba ayahnya pulang dari Semarang, dan ayahnya emang ngga pernah bolehin dia nginep."
"Ya udah anter atuh sama Teteh, kenapa harus sama Abi?" ucap gue sambil mendorong pintu perlahan agar tertutup, tapi Sheila menahannya.
"Anterin ih, bilangin Bunda, nih!"
"Apaan sih ah kok bawa bawa Bunda?! Abi lagi pengen diem ah Teh, ngga mau keluar."
"Pokoknya sekali aing bilang nganterin, harus nganterin!"
"Batu banget sih maneh teh ya Allah ya Rabbi," ucap gue sambil mengusap kening.
"Ya udah Ala pulang sendiri aja Shei, ngga apa apa," ujar perempuan yang ternyata sedari tadi berdiri ngga jauh dari gue dan Sheila
"Eh, maaf," ucap gue sambil menggaruk tengkuk. Salah tingkah. Gue kira ngga ada orangnya di situ.

KAMU SEDANG MEMBACA
LiNo (Lima November)
Short Story"Tidak seperti orang-orang yang menyukai bulan Desember, aku lebih menyukai bulan November. Karena di bulan itu, dia hadir. Hadir di alam semesta, hadir juga di duniaku." -Aprilia Firdausya- LiN...