Nada untuk Nadi (6)

174 24 19
                                    

Bohong

---

Nadi

---

Berhari-hari setelah peristiwa Zayan menyatakan perasaannya padaku, hampir setiap hari aku diantar pulang dan dijemput saat pergi ke kampus olehnya. Kecuali, jika kami ada kesibukan lain yang memang waktunya bersamaan.

Seperti sore ini, aku harus ikut pembukaan pelatihan untuk calon anggota Paduan Suara di kampusku. Sedangkan Zayan, katanya ia akan menghadiri rapat BEM fakultasku. Jadi hari ini aku menghabiskan waktuku lebih banyak bersama Salsa dan Zul.

"Mau pulang bareng ngga?" tanya Zul seraya membenarkan tasnya.

"Ngga usah deh Zul, gue sendiri aja."

"Beneran? Zayan ngga ada kan?"  Laki-laki bertubuh lebih tinggi dari pada Zayan itu memastikan keputusanku.

"Iya Zul, anter Salsa aja."

"Gue dijemput Luthfi kok Nad," ucap Salsa yang ternyata mendengar ucapanku.

"Tapi ngga usah Zul, serius deh, soalnya--"

"Takut Zayan cemburu? Ngga akan kok Nad."

"Jeh, apaan sih Zul?" Aku tertawa kecil. "Gue mau latihan padus, sans."

"Oh ya udah, gue balik ya. Kalau nanti mau dijemput bilang aja."

Aku tersenyum, Zul memang selalu memperlakukanku dengan baik. Aku heran, sampai saat ini ia tidak memiliki pacar.

Setelah berpamitan dengan Zul dan Salsa, aku meninggalkan gedung fakultasku dan menuju tempat UKM Paduan Suara berlatih.

"Nadi!" Aku menghampiri Eko yang memanggilku, ia adalah pasangan mentorku untuk kelompok yang akan kami bimbing selama masa pelatihan.

"Semangat amat mau jadi mentor," ledekku sambil menaruh tas pada tumpukkan tas lainnya.

"Iyalah, waktunya menabur benih."

"Dih, yang cantik-cantik mah ngga akan tahan lama di sini Ko."

UKM Paduan Suara di kampusku memang sangat ketat dan berat apalagi pada masa pelatihan. Para calon anggota baru yang baru lolos tahap audisi harus merelakan waktu istirahat dan waktu mengerjakan tugasnya untuk mengikuti pelatihan selama sebulan dan setiap harinya mereka harus berada di kampus kurang lebih hingga jam 12 malam. Lelah? Biasa.

"Pasti ada yang tahan Nad. Lo aja masih tahan sampe sekarang."

Baru saja aku akan membalas celotehan Eko, namun ada panggilan untuk para mentor untuk berkumpul. Setelah dilakukan pengarahan, aku dan Eko menunggu acara sampai pada pembagian kelompok setelah shalat maghrib.

Aku menyempatkan mengecek ponselku, tidak ada pesan dari siapapun, aku langsung memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu aku kembali berbincang bersama Eko, membahas segala macam tentang mentoring.

Waktu untuk berkumpul bersama kelompok akhirnya tiba, aku memberikan beberapa materi dasar sebelum hari-hari berikutnya materi serta tes fisik akan lebih berat dan lebih menyita waktu.

"Nad, Nad, hp lo bunyi terus dari tadi." Rafli, salah satu temanku yang bertugas sebagai divisi kedisiplinan memberikan tasku yang dari dalamnya terdengar suara ponselku.

"Makasih," ucapku sambil mengambil tas lalu membukanya dan langsung mengecek ponselku.

Ibu.

LiNo (Lima November)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang