Lima November (4)

452 72 23
                                    

Awal Kisah Baru

---

Tingkah laku Lino berubah seratus delapan puluh derajat setelah pertemuan malam tadi denganku, ia menjauhiku seperti saat awal kami putus, jangankan untuk mengobrol, bahkan sapaanku tak ia gubris sama sekali. Aku berkali-kali mengintip dari jendela kelasnya, biasanya ia akan melambaikan tangan atau sekedar membuat raut wajah lucu agar aku tersenyum. Tapi kali ini tidak, ia membuang muka ketika melihat
ku. Berhari-hari aku mengikuti Lino dan terus meminta penjelasannya, namun ia tetap tidak menganggap aku ada.

Aku kembali pada kesedihanku, aku hanya bisa menangis, berdiam diri di kamar, saat di sekolahpun aku hanya diam di kelas sambil mendengarkan lagu-lagu galau. Katakanlah aku berlebihan, namun kalian harus tahu bahwa mencoba menghapus Lino dari ingatanku adalah hal yang sulit. Dia bukan tipe laki-laki yang gampang kalian temui, Lino berbeda. Kalian juga merasakannya kan? Lino mampu mengubah duniaku. Dan sekarang, aku kehilangan Lino untuk kedua kalinya.

Sudah hampir dua minggu aku dan Lino tidak berkomunikasi. Waupun begitu, aku mendengar banyak kabar burung yang berhembus tentang Lino. Laki-laki itu sekarang sering bolos sekolah lagi, tak jarang guru-gurupun bertanya padaku dan aku hanya bisa menggeleng untuk menjawabnya.

Sampai akupun mendengar kalau ia sekarang kembali dekat dengan Efri. Dan sore ini di tanggal 3 November 2017 saat aku sedang berjalan menuju gerbang sekolah, pandanganku tertuju pada lapangan parkir yang ramai. Aku berusaha menerobos keramaian itu dan aku menyesal dibuatnya. Tepat di hadapanku, aku melihat Lino yang sedang memberikan setangkai bunga mawar merah kesukaanku sambil berkata, "Kamu mau kan jadi pacar---"

Belum selesai Lino mengucapkan kalimatnya namun aku tak bisa menahan pekikanku, aku mundur perlahan kemudian berlari sekencang-kencangnya. Aku memaki-maki Lino di dalam pikiranku sambil menangis hingga aku merasa ada tangan yang menahan langkah kakiku. Aku menoleh. Lino berdiri sambil terengah-engah dan berusaha menarikku mendekatinya.

"Lepas!"

"Kamu marah sama saya?" Jujur aku ingin mencakar wajahnya sekarang juga!

"Lepas! Gue bilang lepas!" Aku menghentakan tanganku agar ia mau melepasnya tapi ia masih bersikukuh memegang tanganku. Aku sekilas melihat badannya bergidig ketika mendengar aku membentaknya.

"Jelasin dulu kenapa kamu lari? Kenapa kamu nangis?" Tangan Lino mendekat ke arah pipiku, berniat untuk menghapus air mata yang mengalir di sana. Dengan kasar aku menepis tangan itu sebelum ia menyentuh pipiku.

"Lo jahat! Lepasin gue!"

"Saya pengen tau kamu kenapa?! Jelasin apa yang salah dari saya!"

Dengan sekali hentakan aku melepas genggaman tangannya kemudian berkata, "Lo ga peka! Lo egois! Gue benci sama lo!" kemudian aku berlari dan langsung menaiki angkot yang kebetulan berhenti di depan gerbang sekolahku.

Aku benci Lino!

Dua hari kemudian, tanggal 5 November 2017, aku tidak perlu pergi ke sekolah karena hari ini hari Minggu dan aku mengalami flu berat juga sakit hati mendalam. Tapi intinya aku tidak ingin bertemu Lino. Ini hari ulang tahun Lino dan pasti ia dan Efri memiliki rencana spesial untuk merayakannya.

Ketika aku akan bangkit selesai shalat subuh dan berniat untuk berbaring di atas kasur, tiba-tiba telponku bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Aku mengerutkan keningku ketika membaca nama yang tertera di sana.

Kak Nadi.

Kakak perempuan Lino meneleponku.

Aku memang cukup dekat dengannya, mungkin ia ingin menanyakan perihal Lino di sekolah. Namun ini masih jam lima pagi. Tanpa berpikir panjang, aku mengangkat panggilan itu.

LiNo (Lima November)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang