24. Astaga!

760 29 0
                                    

Raina mengerjapkan matanya pelan, cahaya yang langsung masuk ke matanya membuatnya sedikit mengernyit.

Hal yang pertama kali ia dapatkan adalah langit-langit kamar yang ia tidak kenal, dan juga aroma khas rumah sakit yang ia rasakan, apakah ia berada di rumah sakit? Tetapi kenapa?

Saat mengalihkan pandangannya ke sekitarnya, sekarang Raina benar yakin ia sedang berada di rumah sakit selang infus yang tertancap di tangannya, dan juga selang oksigen di hidungnya menjadi bukti ia berada di rumah sakit.

Raina refleks memegang kepalanya saat rasa sakit menyerangnya, ia mengernyit menahan rasa sakit yang semakin menjadi - jadi, dan tanpa sadar lenguhan kesakitan keluar dari mulutnya.

Terdengar suara kenop pintu yang diputar, suara langkah kaki terdengar mengetuk lantai. Pemilik suara itu langsung mendekati ranjang, saat mendengar suara lenguhan.

" Kamu kenapa sayang? Alhamdulillah kamu udah sadar."

" Sakit, Bang." Hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulut Raina. Arsyil langsung memencet bel yang berada di dekat ranjang tak lama dokter dengan seorang suster datang.

Arsyil menunggu dengan cemas di kursi panjang yang berada di depan ruang kamar Raina, Ia mengotak- atik isi handphone nya mencoba mencari nomor seseorang. Tetapi beberapa saat kemudian ia mengurungkan niatnya, kedua orang tua nya sudah seharian menjaga adiknya. Tadi saja ia harus sedikit memaksa Ibu nya yang enggan untuk kembali ke rumah padahal kondisi ibunya juga terlihat sangat lelah, dengan sedikit paksaan dari ayahnya akhirnya ibunya mau untuk kembali ke rumah.

Arsyil memijat pangkal hidungnya, pikirannya sedang kalut terlalu banyak masalah yanh datang bersamaan dikehidupannya. Handphonenya bergetar panggilan masuk memintanya untuk segera menjawab panggilan itu.

"Ya? " Jawabnya singkat, tak ada sapaan.

" Mas? Kamu sakit? " Tanya orang di seberang sana, karena tak biasanya Ia seperti ini.

" Nggak, aku cuma sedikit kecapean. "
Jawabnya datar.

" Mas ada di mana? Udah sampe rumahkan? " Ia masih mencoba untuk mengembalikan mood lawan bicaranya.

" Blum. " Jawabnya singkat.

"Ah begitu, yaudah Mas. Assalamu'alaikum." Salamnya menutup panggilan. Ia tahu jika lawan bicaranya sedang tidak ingin diganggu, Ia hafal sifatnya.

"Waalaikumsalam. " Kata Arsyil menjawab salam.

Arsyil bersandar pada sandaran kursi Ia menunggu dokter selesai memeriksa keadaan adik satu-satunya.

" Gimana keadaannya dok? " Tanya Arsyil, Ia langsung berdiri saat mendengar suara kenop pintu yang dibuka.

"Raina mengalami banyak kemajuan, tetapi benturan yang cukup hebat di kepalanya membuat Ia sering merasakan sakit. Kami akan melakukan observasi lebih lanjut agar bisa melakukan tindakan selanjutnya, saya permisi. " Arsyil hanya terdiam mendengarkan penjelasan dari Dokter tadi. Ia membuka kenop pintu dan mendekati ranjang yang ditempati oleh adiknya.

" Rain. " Panggilnya pelan, Raina mengalihkan pandangannya ke dirinya.

" Abang, kenapa Rain bisa ada di sini? " Tanya Raina, tatapan matanya menuntut penjelasan ke Arsyil.

" Kamu tidak ingat? " Tanya Arsyil tak menjawab pertanyaan Raina. Raina mengangkat kedua alisnya, Ia benar-benar tidak mengingatnya.

" Yang ku ingat aku lagi di toilet sekolah, hanay itu. " Kata Raina. Arsyil terdiam, ini bukan saatnya untuk Raina tahu apa yang terjadi pada dirinya.

  My Senior Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang