Bab 1

679 65 17
                                    


Tiffany memijat-mijat pundaknya yang terasa pegal selagi kakinya menyusuri jalanan menuju rumahnya. Hari itu Son Seungdeok-----instruktur tari utama di Akademi Tari Cheonguk menghukum Tiffany dan rekan-rekan satu kelasnya dengan menyuruh mereka untuk kembali melatih gerakan-gerakan dasar tari selama tujuh jam penuh. Mereka semua dihukum hanya gara-gara gerakan mereka masih dianggap kurang kompak dan tak seirama, padahal Festival Musim Gugur Cheonguk akan dimulai beberapa hari lagi.

Tiffany membetulkan letak tali tas olahraga yang menyilang di pundaknya. Ia begitu lelah dan ingin cepat-cepat sampai rumah, mandi, dan tidur, tanpa mengerjakan apa-apa lagi. Ia bahkan tak memikirkan perutnya yang lapar. Ia hanya ingin beristirahat total.

Cheonguk bukan sebuah kota besar, meskipun arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan hampir jam sebelas malam dan jalanan di sana sepi, Tiffany tak merasa takut akan tiba-tiba saja dihadang oleh orang jahat. Ia mengenal hampir semua penduduk kota; tak ada penjahat di Cheonguk-do.

Gadis cantik itu menarik nafas melihat Jembatan Kunang-Kunang di hadapannya. Jembatan batu itu sedikit melengkung dan menanjak. Ia mengeluh karena kakinya sudah terlalu pegal untuk diseret-seret menaiki jembatan. Tadi ia sempat ditawari oleh Siwon untuk menumpang mobilnya sampai rumah, tapi Tiffany menolak. Ia sudah tak mau ada urusan dengan mantan pacarnya itu. Sesama mahasiswa di Akademi Tari Cheonguk tersebut masih berusaha untuk mendekatinya tanpa tahu malu setelah ketahuan berselingkuh dengan anak SMA. Untung saja Tiffany baru berpacaran dengan Siwon beberapa bulan. Perasaannya pada lelaki itu belum terlalu mendalam.

Tiffany berhenti sejenak untuk membetulkan tali sepatunya yang terasa longgar. Ketika ia berjongkok, sudut matanya tak sengaja tertumbuk pada seseorang yang tengah menaiki dinding pembatas jembatan. Tiffany tertegun melihatnya.

Pemuda itu masih mengenakan seragam musim gugur SMA Cheonguk yang berwarna hitam dan menyelempangkankan sebuah ransel di punggungnya. Dengan mudah pemuda tadi naik ke atas dinding jembatan.

"Hei! Hei!" Tiffany berseru. Melihat gelagat yang tak beres, ia menduga kalau pemuda tanggung tadi akan loncat dari atas jembatan. Tanpa pikir panjang, Tiffany spontan berlari sekencang-kencangnya ke arah si pemuda.

"Apa yang kamu lakukan?" Dengan kasar Tiffany menarik tubuh pemuda tadi dari atas jembatan.

"Lepaskan aku, Noona." Kata si pemuda.

"Apa-apaan kamu! Apa kamu mau mati?" Tiffany berteriak galak. Ia memeluk pinggang si pemuda dari belakang untuk mencegahnya berbuat nekat.

"Biar saja."

Tiffany melepaskan pelukannya dan mengemplang kepala si pemuda. "Dasar tolol! Untuk apa kamu bunuh diri, hah?"

Si pemuda spontan berbalik dan menatap Tiffany. Ia mengusap-usap kepalanya yang perih.

"Sakit?" Tanya Tiffany.

"Sakit." Jawab si pemuda polos.

"Plaaak!" Tiffany kembali memukul kepala pemuda itu. "

"Aduuuh! Kenapa dipukul lagi?" Si pemuda meringis sambil memegangi kepalanya.

"Kalau baru dipukul segini saja kamu sudah kesakitan, apa menurutmu meloncat dari atas jembatan tidak akan lebih sakit?" Tiffany melotot galak. "Kepalamu bisa pecah, tahu!"

Si pemuda menekuk bibirnya. "Tidak akan sakit. Aku pasti akan langsung mati." Ujarnya.

"Kata siapa?" Tiffany membelalak sewot. "Lihat ke bawah sana. Sungai itu deras tapi tidak terlalu dalam. Kepalamu akan pecah begitu menghantam batu-batu di dalam sungai."

Si pemuda mengusap-usap kepalanya yang nyut-nyutan dipukul Tiffany. "Apa Noona pernah masuk ke dalam sungai?"

Tiffany melotot hingga bola matanya seperti hendak melompat keluar. "Kamu tidak pernah diajarkan tentang Jembatan Kunang-Kunang dan sungai di bawahnya oleh guru sekolahmu? Itu pelajaran di SD, tahu!" Gadis cantik itu berkacak pinggang. Segala lelah dan letih tak lagi dirasakannya. Ia harus memarahi pemuda tanggung itu agar tidak berbuat bodoh.

In the Dance of the Fireflies (Vfany Edisi Terjemahan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang