FLTR - 15

1.6K 299 4
                                    

LIMA belas menit sebelum bel masuk mereka gunakan untuk membahas balasan surat dari Rai.

Sandy membaca isi surat tersebut dengan dahi yang berkerut-kerut. Sambil mengelus dagu, dia berkata, "Kayaknya, ini alasan kenapa dari tiga angkatan nggak ada satupun yang ngaku pas kita tanyain tentang buku sketsa itu."

"Maksud lo?" tanya Leo dengan alis terangkat sebelah. Otaknya sedang malas untuk berpikir.

"Ya, jelas aja pas di grup dia nggak ngaku, karena sketchbook dia itu emang sengaja ditinggalin di sana, bukannya ketinggalan. Si Rai ini baru muncul pas lo tempelin catatan di loker 27, 'kan?"

"Iya."

"Terus, bisa aja si Rai satu angkatan sama kita. Seinget gue, lo baru nemu namanya setelah tanya-tanya di grup, 'kan?"

Leo mengangguk seraya menghela napas. "Iya. Tapi, San, sekarang gue nggak terlalu mikirin siapa orangnya. Gue cuma mikirin apa alasan dia sampe sengaja ninggalin buku sketsa di loker gue, biar gue lihat karya-karyanya. Maksudnya apa?"

"Mana gue tau, dah. Kalau yang itu, mending lo tanyain langsung sama orangnya aja, Le."

Mereka terdiam sejenak. Leo sibuk dengan pikirannya, sementara Sandy tampak ingin menyampaikan sesuatu, namun ragu-ragu.

"Le," mulai Sandy lagi.

"Paan?"

"Kenapa kita nggak langsung cari tahu pemilik loker 275 aja? Setahu gue, loker pribadi diurutin per kelas, sesuai nomor absen."

"... terus?"

"Udah pasti sekolah punya datanya."

"Heh, lo kira gampang apa, dapetin data punya sekolah?"

Sandy mendecak malas. "Lo lupa, dulu siapa yang bantu bagiin kunci loker ke tiap kelas?"

Dahi Leo berkerut samar. Mengerjap beberapa kali, kemudian pandangan kagum dia tunjukkan untuk Sandy, seolah sahabatnya itu adalah orang terpintar sedunia.

"OSIS."

---

(15 Februari 2018)

From Leo to Rai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang