Bab // 10

7.8K 724 85
                                    

"Jadi, kamu ndhak apa-apa sendirian di rumah?" tanya Dierja yang berdiri di depan teras rumah pak Prastomo.

"Sebentar lagi Ayu, paman dan bibi pasti pulang." ucap Kenar.

Dierja nampak sedang menimbang sesuatu, setelah sekian lama ia duduk di kursi kayu. "Nggak pulang?" Kenar bertanya pada Dierja.

"Aku temani kamu di sini ndhak apa-apa tho? sampai pak lek dan bu lek datang."

Kenar tersenyum kikuk. Malu, senang dan tidak enak hati. Rupanya Dierja meengetahui ketidak enakan Kenar.

"Aku ndhak apa-apa kok. Lagian tadi kamu terlalu sibuk memandangi tarian itu, jadi waktu menikmati permainan saronku jadi sedikit tho." ucapnya.

"Maaf." ucap Kenar merasa bersalah.

Dierja tertawa. Kulitnya yang kecoklatan, lesung pipinya yang dalam serta matanya yang menatap Kenar lembut kembali membuat Kenar terpesona.

"Aku bilang ndhak apa-apa ya ndhak apa-apa tho. Jangan merasa ndhak enak begitu." ucap Dierja seolah tahu apa yang di risaukan Kenar.

"Terima kasih. Kamu mau minum teh atau kopi?" tanya Kenar.

"Ndhak usah repot-repot. Memangnya kamu tahu letak bu lek menaruh kopi, teh dan gula?"

"Bisa di cari di dapur kan?"

Dierja menggelengkan kepala. "Ndhak usah repot-repot. Aku mau tanya sesuatu boleh?"

"Apa?"

"Mmm," Dierja bergumam pelan. Ia menghembuskan napasnya pelan. Dierja hendak mengatakan sesuatu tapi suaranya tidak keluar. Yang terdengar adalah suara ribut dari arah hutan.

Kenar dan Dierja menatap tajam pada hutan itu. Ribuan kelelawar keluar dari sarangnya. Selain mengeluarkan suara riuh, kelelawar-kelelawar itu membuat langit sore semakin gelap di atas sana.

Kenar merinding melihat ribuan makhluk malam itu. Serta suara-suara aneh dari dalam hutan itu.

Bukankah jarak hutan itu dengan desa kelawangin cukup jauh? Lalu kenapa suara-suara aneh dari dalam hutan bisa terdengar sampai di sini?

Lain halnya dengan Dierja. Tatapannya tajam ke arah hutan. Amarah jelas terpancar di wajah manis nan rupawannya, amarahnya entah di tujukan pada siapa atau apa.

"Dierja," panggil Kenar pelan.

"Dierja,"

Dierja tersadar, ia menoleh pada Kenar. Ia terdiam sesaat kemudian menatap Kenar, menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu.

"Tadi itu apa?" Kenar tahu itu kelelawar, jenis binatang malam yang langka di jakarta. Kenar hanya tidak pernah melihat sekumpulan kelelawar yang terbang di atas langit kumpulan yang hampir membuat langit nampak hitam.

"Itu kelelawar," jawab Dierja singkat.

"Aku tahu, tapi..."

"Masuklah. Kamu nyalakan saja dulu lampu-lampunya. Ayu sebentar lagi pulang tho." ujar Dierja.

"I.iya," Kenar membalas ucapan Dierja gugup. Entah kenapa aura Dierja berubah dingin.

"Ya sudah, aku pulang dulu. Takut gelap. Jalanan di desa penerangan ndhak kayak di kota. Samlai jumpa besok." pamit Dierja.

Kenar mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Dierja. Lampu-lampu sudah Kenar nyalakan. Jendela juga sudah di tutup. Setelah itu ia membersihkan diri.

.........

Pepujanku,
Sliramu lintang jroning uripku,
Sakkabehing geguyumu kuwi ambeganku,

(Kekasih hati
Kau mentari dalam hidupku
Seluruh tawamu adalah napasku)

..........

Samar-samar Kenar mendengar lantunan sebuah lagu jawa. Kenar segera mengeringkan rambutnya. Kenar melangkah keluar kamar, ia memegang ponselnya dengan erat. Lantunan lagu itu semakin jelas terdengar. Suara itu berasal dari sebuah kamar yang selalu tertutup. Selama berada di rumah ini, kamar itu tidak pernah terbuka sama sekali.

.........

Jantung iki tansah deg-degan pas mripat ayumu nyawang aku kebak kangen,
Jantung iki tansah deg-degan pas lambe tipismu mesem isin-isin,
Mong karo aku
Mong aku
Nengdi kabeh awak nyawamu keraket
Nganti pati misahke

(Jantung ini selalu berdebar saat mata cantikmu menatapku penuh rindu. Jantung ini selalu berdebar saat bibir tipismu tersenyum malu-malu,
Hanya padaku
Hanya aku
Dimana seluruh jiwa ragamu terikat,
Sampai maut memisahkan)

.............

Kenar melangkahkan kaki dengan sangat pelan, meski ia tidak tahu arti lagu itu ia yakin, itu lagu cinta tapi...kenapa ia justru merinding.

Klek.

Klek.

Pintunya terkunci. Berkali-kali Kenar berusaha membukanya namun tetap tidak bisa. Lantunan lagu dari dalam kamar itupun terhenti bersamaan dengan deru mobil di halaman.

Kenar memegangi dadanya yang berdetak kencang. Ia baru sadar, sedari tadi ia menahan napas.

"Huft," Kenar menghembuskan napasnya panjang. Sembari mengatur napasnya ia melangkah ke arah pintu.

Ayu, pak lek Prastomo dan bu lek Seruni nampak keluar dari dalam mobil kijangnya. Kenar berlari kecil membantu Ayu menurunkan beberapa bungkusan plastik dari bagasi mobil.

"Maaf ya nak Kenar, kami lama. Tadi kami jemput Ayu dulu di rumah pak leknya." ucap Seruni.

"Iya bu lek, gak pa-pa." ucap Kenar meletakkan bungkusan ke atas meja.

"Di keluarkan saja nak, isinya. Nanti rusak."

"Ya bu lek." Kenar mengeluarkan isi yang ada di dalam plastik. Ayu tidak membantunya karena ia langsung masuk ke kamar mandi, katanya sakit perut.

Plastik pertama berisi buah-buahan. Seperti pisang dan rambutan. Plastik kedua berisi aneka sayur mayur. Sampai pada sayur terakhir. Kenar menarik kembali tangan yang hendak mengambil sayur itu. Kenar memperhatikan barang yang kiranya tadi adalah sayur. Namun ia bingung,kenapa bentuknya aneh.

Kenar memperhatikannya lebih dekat, itu bukan sayur tapi seperti daun sirih yang di iket menggunakan tali putih. Entah kenapa Kenar tidak ingin menyentuhnya. Ia meninggalkan tas plastik itu begitu saja.

Seruni melihat Kenar keluar dari dapur mendekati kantong plastik yang di tinggalkan Kenar. Matanya memicing tajam pada gulungan daun sirih di dalam sana.

"I...ini," Seruni tidak percaya. Dadanya berdetak kencang, tubuhnya lemas hingga ia terduduk di kursi. Ia mengusap kepalanya frustasi.

"Ini ndhak mungkin terjadi. Mungkin...ini hanya kesalahan. Ya...Kenar pasti ndhak melihat lipetan daun sirih ini, karena dia ndhak mengeluarkannya dari kantong plastik. Pasti begitu." ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.

***

Maafkan typo
Thanks your voment yah

Follow IG : Dewie Sofia
Line : dewie.sofia

Luph u phul 😘

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang