"Mbah Sarti." bentak Candra dengan sangat keras. Semua mata menatap Candra terkejut. Namun mbah Sarti malah tersenyum tipis.
"Kamu tahu betul, seperti apa kejadian dua puluh tahun yang lalu Candra. Ayahmu dan keluargamu memiliki andil paling besar." ucap mbah Sarti dengan santai namun penuh penekanan.
Wajah Candra mengeras, kedua tangannya mengepal. Sebagai keturunan langsung dari bangsawan di desa Kelawangin, keluarga Adicandra masih memiliki pengaruh yang paling besar.
Seluruh warga desa Kelawangin tidak berani membantah perintah Candra. Semua yang terjadi di desa Kelawangin sudah pasti di ketahuinya.
Keluarga Adicandra memiliki anak buah yang setia, mereka akan melakukan apapun yang di perintah juragannya yang kaya itu tanpa belas kasih.
"Mbah ngurusi mawon persiapan ritual mengkeh, ampun ngendiko ingkang mboten-mboten, nopo meliih kedaden 20 tahun kepungkur. Kulo ajeng ngurus sedoyonipun." kata Candra serius.
(Mbah urus saja persiapan ritual nanti, jangan bicara yg bukan-bukan apalagi tentang kejadian 20 tahun yg lalu. Aku akan mengurus semuanya.)
Mbah Sarti masih dengan senyum tipisnya berkata."Kulo namong ngemutke mawon, wonten awan peteng ingkang nutupi desa Kelawangin."
(Aku hanya mengingatkan saja, ada awan gelap yg menaungi desa kelawangin.)
"Kutukan itu ndhak mungkin benar terjadi kan mbah?" tanya Kusumo dengan suara bergetar. Raut ketakutan nampak jelas di wajah paruh baya itu.
"Jangan bicara yang ndhak-ndhak Kusumo. Ndhak ada yang akan terjadi di desa Kelawangin. Sudah bertahun-tahun berlalu, kamu liat, ndhak terjadi apapun." ujar Samitra.
"Ingat yang terjadi belakangan ini kang Samitra." ucap Prastomo.
"Itu hanya kejadian alam biasa. Ndhak ada hubungannya dengan yang lalu. Kutukan itu ndhak ada." kata Candra dengan suara tegas.
"Kalau kutukan itu ndhak ada, kenapa pentas itu harus selalu di adakan di malam purnama? Aku yakin, karena seserahan dan gawe itulah kenapa desa Kelawangin masih hidup tentram hingga kini. Bukankah begitu nak Candra?" kata mbah Sarti.
"Menurut mbah, apa yang harus kita lakukan?" tanya Prastomo.
"Tanyakan saja pada Candra, dia selalu tahu apa yang harus dilakukan demi kebaikan desa kelawangin, atau...demi dirinya sendiri." ucap mbah Sarti.
"Perbuatan itu dilakukan oleh leluhurku, aku hanya berusaha memperbaikinya mbah." bela Candra.
"Masalahnya, sudah ndhak ada lagi yang bisa di perbaiki.
Sing kedaden mesti kedaden."***
Ayu, Kenar, Ratih dan Sari sedang bermain-main di pinggir sungai. Air yang dingin serta jernih membuat Kenar betah berada di dalam sungai. Ia berenang dan sesekali menyelam, sungai di desa kelawangin sangat bersih dan menyegarkan.
Ayu dan Ratih hanya bermain di pinggiran sungai. Hanya Kenar dan Sari yang berenang. Awalnya Kenar dan Sari berenang bersama-sama, jarak mereka tidak terlalu jauh namun karena terlalu asik, Kenar tidak sadar, ia berenang cukup jauh ke tengah.
"Mbak Kenar, jangan berenang terlalu jauh..." teriak Sari.
Kenar melambaikan tangan pada Sari sembari melempar senyum. Ia kembali berenang ke ke sampingnya Sari.
"Mbak, renangnya jangan jauh-jauh." ucap Sari mengingatkan kembali.
"Kenapa? Di tengah sana lebih dalam, menyelam jadi lebih menyenangkan." ucap Kenar.
"Iya aku tahu mbak. Tapi jangan terlalu jauh." ucap Sari masih mengingatkan.
"Iya. Jangan khawatir." Kenar menepuk bahu Sari.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)
Horror#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamkan mata. Bayangan seorang laki-laki yang selalu mengikuti dan mengejarnya membuat hari-harinya semaki...