Air sungai mengalir dengan tenang. Air yang jernih membuat Kenar sedikit lebih tenang. Kejadian tadi membuat pikirannya kacau. Tidak salah jika Dierja mengajaknya kemari.
Namun, ia kembali teringat dengan kejadian terakhir kali ia berada di atas batu ini.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Dierja membuyarkan lamunan Kenar.
Kenar menoleh, menatap Dierja di sampingnya. Menghembuskan napas pelan Kenar melempar pandangannya ke arah hulu sungai.
"Apakah sungai ini juga melewati hutan?" Entah kenapa justru pertanyaan ini yang di tanyakan Kenar.
Dierja mengikuti arah pandang Kenar. Di kejauhan, nampak hutan kelawangin, dipenuhi oleh pepohonan yang menjulang tinggi dan lebat.
"Sungai ini berasal dari gunung Lawu." ucap Dierja.
"Gunung Lawu?" tanya Kenar.
Dierja mengangguk. "Kamu pernah ke gunung Lawu ndhak?" tanyanya.
"Belum pernah. Aku tidak terlalu suka gunung."
"Di sana banyak candi-candi peninggalan sejarah." Dierja terdiam sebentar, tak lama ia pun berkata, "Kamu sukanya kemana?" tanya Dierja pada Kenar.
"Pantai." jawab Kenar langsung.
Senyum di wajah Dierja merekah. "Pantai?" ulangnya.
"Iya."
"Kamu mau ndhak, jalan-jalan ke pantai?" tanya Dierja.
"Tentu saja." seru Kenar senang.
"Tapi jalannya ndhak terlalu bagus. Sekitar tiga puluh menit dari sini."
"Gak pa-pa." Kenar kemudian mengingat apa yang seharusnya ia tanyakan pada Dierja.
"Oh ya, aku mau menanyakan sesuatu padamu." ucap Kenar menatap serius pada Dierja.
"Apa? Jangan sulit-sulit, aku wisuda sudah lama." canda Dierja.
Kenar yang sebelumnya deg-degan tertawa pelan.
"Kamu pernah kuliah?" tanya Kenar dengan wajah pura-pura tidak percaya.
"Eh, jangan salah. Aku ini sarjana pertanian, aku ndhak kerja kantoran karena ingin melanjutkan usaha bapakku. Sawah-sawah milik keluargaku yang sejauh mata memandang iki butuh kecerdasan aku buat mengelolanya." ucap Dierja sombong.
Kenar tidak hanya tertawa pelan. Tawanya kali ini cukup keras. Dierja tertegun sejenak, tawa Kenar menghipnotisnya. Tawa itu membuat Kenar semakin cantik, tawa yang mengingatkannya pada seseorang.
"Kamu juragan muda ya?" tanya Kenar sembari menghentikan tawanya. Wajahnya yang memerah akibat terlalu banyak tertawa membuat Dierja tak bisa berpaling.
"Dierja," Kenar memanggil Dierja yang terus saja menatapnya tak berkedip. Wajah yang memerah akibat terlalu banyak tertawa bertambah merah karena gugup dan malu.
"Kamu makin ayu kalau tertawa lepas seperti itu." Kenar yang mendapat pujian tiba-tiba itu mengalihkan pandangannya ke sungai. "Bicara apa sih." ucapnya.
Dierja tertawa pelan. "Oya, tadi ada apa?" tanya Dierja.
Kenar langsung menoleh ke Dierja. Kenar menarik napas pelan. "Mmm, begini. Aku..." Kenar tidak tahu harus memulai darimana, terlihat sekali dari wajahnya yang kebingungan. Dierja terlihat menunggu dengan sabar.
"Beberapa waktu yang lalu, aku bertemu dengan seorang nenek." ucap Kenar.
"Lalu?" ucap Dierja.
"Aku bertemu di rumah Ayu. Nenek itu mengajakku minum teh di dapur, yang aneh nenek itu meminum tehnya dalam kondisi teh itu masih panas." ucap Kenar.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)
Horror#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamkan mata. Bayangan seorang laki-laki yang selalu mengikuti dan mengejarnya membuat hari-harinya semaki...