Hujan turun terus menerus sepanjang malam. Suara petir menyambar sesekali terdengar menimbulkan suara gemuruh di malam yang mencekam.
Para warga Kelawangin berkumpul di satu ruangan bersama keluarga mereka. Takut kalau-kalau bencana akan terjadi.
Begitu juga dengan keluarga Prastomo. Mereka kini sedang berkumpul di ruang tengah, di temani cahaya lilin yang kalah oleh cahaya petir.
"Maaf ya ndhuk, baru pertama berlibur ke desa kami malah hujan angin seperti ini." ujar Prastomo.
Kenar tersenyum. "Namanya juga cuaca pak, kita gak tahu kapan datangnya." ucap Kenar yang kini tengah duduk di atas sofa, berdempetan dengan Ayu.
Prastomo menghela napas pelan sebelum kembali meneguk kopi hitam tanpa gulanya. Pandangannya menerawang ke arah jendela.
"Pak, apa hujannya akan sampai pagi?" tanya Ayu.
"Semoga hujannya cepat reda ya. Aku gak suka hujan sama suara petirnya." ucap Kenar pelan.
"Doakan saja ndhuk." sahut Seruni.
Gemuruh hujan mulai terdengar melambat dari sebelumnya. Tidak ada lagi suara petir yang memekakkan telinga meski sesekali kilat masih terlihat menyambar. Prastomo menengok keluar rumah. Udara dingin langsung dirasakan Prastomo.
Lantai teras basah oleh air. Pohon-pohon diluar nampak hampir rubuh, sayang malam sangatlah gelap, Prastomo tidak bisa melihat keadaan padi-padi di sawah yang berada di dekat rumahnya.
Padi-padi itu pasti hancur dengan hujan dan angin seperti tadi pikir Prastomo.
Prastomo kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu."Kalian tidurlah. Hujannya sudah berhenti, mungkin listriknya tidak akan menyala dalam waktu dekat." ujar Prastomo pada Ayu dan Kenar.
"Iya pak." ucap Ayu dan Kenar bersamaan.
Prastomo mendekati istrinya dan meraih tangannya hingga Seruni berdiri. Prastomo menggandeng lengan istrinya menuju kamar.
"Ini pertanda ndhak baik bu." ucapnya.
Kenar dan Ayu sudah berada di dalam kamar. Ayu meletakkan sebuah lilin di tengah ruangan di kamarnya. Ia memastikan tidak ada barang yang mudah terbakar di sekitarnya. Lilin di letakkan di atas tatakan gelas dan bawahnya telah terisi oleh air.
"Sepertinya tidur gue bakal nyenyak." ucap Kenar menarik selimutnya.
"Iya, kalo petirnya gak dateng lagi." ucap Ayu ikut menarik selimut dan berbaring di samping Kenar.
Cahaya lilin berpendar di tengah kamar, serta dingin yang merambat membuat mata Kenar semakin mengantuk.
"Apa kegiatan kita besok?"
"Melihat keadaan desa." ucap Ayu sebelum memejamkan mata
"Semoga padi-padinya gak rusak." gumam Kenar. Ia ingat padi-padi yang menghampar di sawah tadi sore, sangat hijau.
"Gue gak yakin Ken. Udah tidur, besok kita liat." ucap Ayu.
Kenar berbalik memunggunggi Ayu. Kedua tangannya memeluk selimut yang sudah sampai di lehernya. Pandangannya menatap jendela kamar. Gorden berwarna biru melambai-lambai pelan oleh tiupan angin, perlahan Kenarpun mulai terlelap.
***
Pagi yang sangat cerah untuk ukuran desa yang semalam diguyur hujan badai di sertai petir yang menyambar. Para pekerja Prasmoto terlihat sedang membersihkan halaman rumah dari sampah dedaunan dan juga ranting-ranting pohon yang berserakan.
"Ayo nak sarapan dulu." ucap Seruni.
"Ibu masak apa?" tanya Kenar.
"Nasi goreng telur. Ndak apa-apa nak?" tanya Seruni.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)
Horror#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamkan mata. Bayangan seorang laki-laki yang selalu mengikuti dan mengejarnya membuat hari-harinya semaki...