Keesokan paginya Kenar dan Ayu bersiap-siap untuk ke pasar. Dierja akan mengajak mereka ke pasar Kelawangin. Ayu yang sudah sangat lama tidak ke pasar sama antusiasnya dengan Kenar.
Di meja makan, Prastomo lebih banyak diam. Suara Seruni lebih mendominasi, dan dari percakapan itu hal yang sebenarnya bisa di tangkap adalah Seruni yang sedang mengorek keterangan tentang Kenar.
"Kedua orang tua nak Kenar asli Jakarta?" tanya Seruni.
"Iya bu lek." jawab Kenar sembari menikmati nasi goreng buatan Seruni.
"Berapa bersaudara?" tanya Seruni.
"Dua. Adikku laki-laki, sekarang masih duduk di kelas sepuluh." jawab Kenar.
"Kakek sama nenek ndhak ada yang dari jawa timur ya?"
Kenar menggeleng. "Kakek nenek dari Jakarta bu lek." jawab Kenar.
"Ibu ngopo lho, kat mau nakoki kenar, wis koyo wong nginterogasi wae." ucap Ayu pada ibunya.
(Ibu apa-apaan sih, dari tadi nanya kenar sudah kayak sedang interogasi saja)
"Ora popo, ibu mung pengen ngerti wae kok." ucap Seruni.
(Bukan apa-apa, ibu cuma ingin tahu saja kok)
Seruni kemudian tersenyum tipis pada Kenar yang nampak bingung dengan percakapan Ayu dan ibunya. Kenar sedikit-sedikit bisa mengerti isi percakapan Ayu dan ibunya tapi tetap saja tidak sepenuhnya.
"Bukannya kalian mau ke pasar? Lebih cepat berangkatnya, nanti kalian kesiangan." Prastomo mengingatkan.
"Oh iya," seru Kenar dan Ayu bersamaan. Mereka segera menyelesaikan sarapannya dan segera berangkat.
Kenar berhenti di depan kamar yang sama sekali tidak pernah terbuka itu.
"Ada apa?" tanya Ayu heran melihat Kenar berdiri di depan kamar.
"Ini...kamar siapa?" tunjuk Kenar. Dirinya selalu merinding di depan kamar itu.
"Oh, ini kamar pak lekku. Ayo," Ayu menarik Kenar dengan cepat karena takut kesiangan. Kenar bahkan masih ingin bertanya tapi urung.
Dierja menunggu mereka di perempatan jalan. Kenar dan Ayu menggunakan sepeda, begitupun dengan Dierja dan Satta. Ayu memberengut kesal ketika melihat Satta. Ayu menatap Kenar dengan tatapan tajam seolah bertanya kenapa Satta bisa ikut.
Kenar yang juga tidak tahu apa-apa mengedikkan bahu.
"Selamat pagi Ayu cantik." sapa Satta dengan senyum manisnya. Dierja tertawa pelan melihat tingkah Satta yang di abaikan Ayu.
"Lah...cah ayu, jangan tinggalin abang." seru Satta mengayuh sepedanya dengan cepat mengejar Ayu yang sudah meninggalkannya tanpa membalas sapaan Satta.
Dierja tertawa melihat Satta. Ia kemudian mengayuh sepedanya pelan mengikuti mereka. Dierja dan Satta menaiki sepeda masing-masing.
Suasana pasar pagi ini sangatlah ramai. Satta bertingkah seperti seorang tour guide pada Kenar seolah Kenar itu seorang wisatawan asing. Satta menjelaskan apa saja yang mereka temui. Mulai dari nama-nama sayur, ikan, maupun nama-nama jajanan yang mereka temui. Dierja dan Kenar beberapa kali tertawa akibat tingkah lucu Satta.
Lain halnya dengan Ayu yang merasa kesal pada Satta, Ayu melihat kembali catatan yang ibunya berikan tadi pagi. Ayu harus membeli beberapa sayur dan ikan segar. Dierja dan Kenar saling melempar tatapan kemudian tersenyum. Mereka tidak bisa berbincang dengan leluasa karena Ayu selalu menggandeng tangannya sedang Satta tidak ada hentinya berbicara. Iya, semua ini di lakukan Satta untuk mendekati Ayu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)
Terror#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamkan mata. Bayangan seorang laki-laki yang selalu mengikuti dan mengejarnya membuat hari-harinya semaki...