Bab // 6

8.1K 791 64
                                    

Kenar terbangun dari tidurnya. Sayup-sayup ia mendengar suara seseorang tengah menyanyi atau mungkin menembang sebuah lagu berbahasa jawa.

Kenar yakin suara itu milik seorang pria. Kenar turun dari ranjang, ia melihat Ayu tertidur pulas di sampingnya. Kenar memutuskan ke dapur, tenggorokannya kering, ia butuh air minum.

Kenar memeluk kedua tangannya. Dingin. Rumah di di pedesaan ternyata sangat dingin pada malam hari, Kenar mengambil segelas air kemudian meminumnya.

Sret.

Kenar berbalik dengan cepat. Sekelebat bayangan tiba-tiba muncul di belakangnya.

Sepi.

Tidak ada siapa-siapa.

Kenar meletakkan gelasnya. Perlahan ia melangkah kembali menuju kamarnya.

Seberapa cepat atau pelannya ia melangkah secepat itu pula ia merasa bayangan di belakangnya ikut bergerak. Langkah Kenar terasa berat. Tubuhnya merinding, di tambah lagu yang tadi samar-samar di dengarnya kini terdengar sangat dekat.

Mong karo aku

(Hanya padaku)

Mong aku

(Hanya aku)

Nengdi kabeh awak nyawamu keraket

(Dimana seluruh jiwa ragamu terikat)

Nganti pati misahke

(Sampai maut memisahkan)

..............

"Ya Tuhan." batin Kenar, tubuhnya berkeringat, langkahnya semakin berat. Kenar bahkan merasa dirinya tidak sedang berjalan, ia merasa seperti sedang menyeret tubuhnya sendiri agar bisa segera sampai di kamar.

Lampu rumah yang tadinya redup tiba-tiba menyala kemudian mati, nyala...mati.

"Aaaahhh," Kenar meringis merasakan kakinya seperti tergores setiap kali ia mampu menyeret kakinya.

Mong karo aku

(Hanya padaku)

Mong aku

(Hanya aku)

Nengdi kabeh awak nyawamu keraket

(Dimana seluruh jiwa ragamu terikat)

Nganti pati misahke

(Sampai maut memisahkan)

.........

Nyanyian itu semakin dekat, sosok di belakangnya juga semakin dekat. Kenar tidak bisa menggerakkan tubuhnya lagi.

Tubuhnya membeku, ujung matanya hanya bisa menangkap sosok bayangan hitam yang sangat besar, menjulang tinggi di belakangnya, bayangan hitam itu menutup tubuh Kenar hingga kegelapanlah yang bisa Kenar lihat.

Napas Kenar memburu cepat,tubuhnya meremang. Ketakutan luar biasa menyerang dirinya ketika dengan sekuat tenaga ia mendongak, menatap tepat ke arah mata yang menyala tajam. Bayangan itu merunduk dengan cepat seakan_akan memakan tubuh Kenar.

"Aaaaaaaaaaaaaaaa,"

Kenar berteriak kencang, napasnya tersengal.

"Kenapa kau tidur di sini?"

"Aaaa," Kenar kembali berteriak, terkejut dengan suara bertanya di belakangnya yang sama sekali tidak ramah, terdengar sinis dan semakin membuat Kenar merinding ketakutan.

Kenar menoleh ke sisi kanannya, mengerutkan dahi Kenar berpikir bahwa sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan nenek tua itu.

"Ne.nenek siapa?" Nenek itu menatap Kenar dengan tatapan datar.

"Sebaiknya kamu kembali ke kamarmu." ucap nenek itu berlalu tanpa membalas pertanyaan Kenar.

Kenar menatap sekeliling, masih dengan napas yang memburu.

Dapur.

Dia masih berada di dapur, dan nenek itu bilang tadi dia tertidur, kenapa ia bisa tertidur di dapur? seingatnya ia hanya mengambil air putih saja. Kenar begidik ngeri mengingat mimpinya tadi? dengan cepat ia kembali ke kamar.

***

"Sedang apa?" tanya Kenar pada Ayu.

"Nunggu lo bangun." ucap Ayu.

"Maaf, gue bangun kesiangan." ucap Kenar dengan senyum malu.

"Lo tidur pulas kayaknya."

Kenar tersenyum kecut. Sekembalinya ke kamar ia sama sekali tidak bisa tidur. Bayangan mimpinya terus menghantuinya. Saat azan subuh terdengar barulah ia bisa memejamkan mata.

"Bantu ibu di belakang yuk, pilih biji kopi." ajak Ayu.

Kenar ikut memilih biji kopi, memisahkan yang bagus dengan yang rusak.

"Gimana tidurnya nak Kenar?" tanya Seruni.

Kenar menatap Seruni, bingung mau menjawab apa.

"Nyenyak lah bu, bangunnya aja sampe kesiangan." jawab Ayu sambil tersenyum pada Kenar.

Kenar tersenyum malu. Biarlah Ayu beranggapan seperti itu, ia tidak mau Ayu khawatir dengan mimpi buruknya.

"Ayu," tegur Seruni.

"Memang benar bu, suasana disini bikin males bangun." Kenar berusaha tersenyum, meyakinkan Ayu dan Seruni yang tengah melihat ke arahnya, meski rasanya berat, mimpi itu selalu terasa nyata.

Mimpi itu.

Wajah Kenar menegang, ia baru sadar...mimpi itu tidak hanya sekali. Mimpi-mimpi buruk itu sudah sering menghantuinya. Mimpi-mimpi itu seperti memiliki keterkaitan yang sama.

Dada Kenar berdetak kencang, tangannya berkeringat, pandangan Kenar tertuju ke arah seorang nenek tua yang masuk ke dalam sebuah rumah kecil di ujung sana.

"Lo kenapa?" Ayu terlihat cemas melihat wajah Kenar, belum lagi tangan Kenar yang dingin.

"Nenek itu..." gumam Kenar.

"Nenek siapa nak?" Seruni penasaran dengan perubahan raut wajah Ayu.

"I...itu," tunjuk Kenar ke arah rumah kecil itu.

Seruni dan Ayu mengikuti arah yang ditunjuk Kenar. Keduanya mengernyit.

"Gak ada siapa-siapa Ken." ucap Ayu.

"Nenek itu masuk ke dalam rumah kecil itu yu." Kenar memberitahu Ayu.

"Tapi...disana gak ada rumah siapa-siapa." Kenar menatap Seruni tajam.

"Nenek itu masuk ke rumah itu,"

"Di sini gak ada nenek-nenek yang tinggal Ken. Lo salah liat kali, disana juga gak ada rumah."

Kenar menatap Ayu dengan tatapan horor.

"Lo yakin? Gak ada nenek-nenek yang tinggal di sini, di rumah itu?"

Ayu mengangguk mantap.

"Tapi...semalam gue ketemu nenek itu di dapur."

***

Maafkan typo n ke gaje annya ya guys
Thanks buat yang udah vomment
Luph u phul 😘

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang